Sedikit Drama Sebelum Kerja. Selalu saja ada drama dalam penyusunan
kabinet baru. Dulu ada "drama Nila Moeloek" yang batal jadi Menteri
Kesehatan di detik-detik akhir. Kini, ada "drama Ara" yang batal jadi
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
Kalau Nila Moeloek dikaitkan dengan isu tes psikologi, Ara (sapaan akrab
Maruarar Sirait) dikaitkan dengan restu Megawati. Atau, restu Puan
Maharani.
Kalau Nila Moeloek kini akhirnya diangkat Presiden Jokowi jadi Menteri
Kesehatan, Ara tentu tinggal tunggu takdir berikutnya. Ini karena
kedekatan Ara dengan Presiden Jokowi tidak diragukan lagi.
Disebut "drama" karena Nila sudah telanjur masuk siaran langsung
berbagai televisi saat dipanggil ke kediaman Presiden SBY di Cikeas.
Dan, yang sekarang ini juga disebut "drama" karena Ara sudah dipanggil,
sudah dikirimi baju putih, bahkan sudah dikenakannya pula, dan sudah
siap-siap menuju istana pula.
"Drama" Ara jauh lebih seru daripada drama Nila karena kalau hanya
dipanggil, kali ini pun Prof. Komaruddin Hidayat juga dipanggil dan
Prof. Saldi Isra juga sudah telanjur dipanggil.
Maka, bagi yang sudah masuk daftar, lalu namanya hilang, itu belum
termasuk "drama". Tidak perlu gusar. Tarik-menarik, tekan-menekan,
timbul-tenggelam pasti mewarnai penyusunan kabinet.
Sampai detik terakhir. Presiden baru siapa pun akan mengalaminya.
Itulah sebabnya ketika hari Minggu pagi lalu running text TV menyebutkan
susunan kabinet sudah 100 persen, saya tidak percaya. Pasti masih akan
ada perubahan. Ada siapa lagi yang tergeser ke mana lagi pada
detik-detik terakhirnya.
Wiranto harus keluar daftar. Akibatnya, harus ada tokoh Hanura lainnya
yang masuk. Tentu bukan untuk pos yang ditinggalkan Wiranto. Masuklah ke
pos yang masih agak layak: perindustrian.
Akibatnya, Rachmat Gobel yang sudah sangat pas di situ harus bergeser ke perdagangan.
Mahendra Siregar pun harus terhapus dari daftar. Maka, dua Batak yang sudah hampir pasti, dua-duanya hilang.
Memang begitu banyak nama yang harus ditampung. Padahal, kursinya
terbatas. Aspek etnis, aspek timur-barat, Islam-Kristen-Hindu-Buddha,
pria-wanita, tua-muda, profesional-politikus, dan banyak lagi harus
ditampung semua.
Takdirlah yang ikut bicara. Padahal, masih banyak yang belum "kebagian". Suku Batak, misalnya, belum terwakili.
Jadi, Ara gak usah khawatir. Pasti akan dipikirkan yang terbaik. Dia
mampu. Dia muda. Dia berjasa. Dia Batak. Dan, jangan lupa, Jokowi menang
70 persen di tanah Batak. Bahkan, di beberapa kabupaten mendekati 80
persen.
Minang saja yang di Sumbar Jokowi kalah paling telak dapat jatah
beberapa kursi. Intinya, bagi yang belum kebagian kursi, jangan sedih.
Apalagi, bagi yang seperti saya, yang masuk daftar pun tidak.
Sama sekali tidak boleh masygul.
Sejak dulu saya sangat percaya takdir. Siapa tahu Komaruddin pun, yang
sudah dipanggil, bisa seperti Nila yang cantik itu, jadi menteri lima
tahun lagi.
Tentu saya bangga tiga CEO BUMN jadi menteri: Ignasius Jonan, Arief
Yahya, dan Sudirman Said. Tiga-tiganya memiliki kemampuan manajerial
yang tangguh.
Sebenarnya, kalau tidak harus mengakomodasi berbagai hal tadi, masih
banyak CEO BUMN yang "layak menteri". Kalau mau 15 lagi pun masih ada.
Saya sendiri besok sudah berangkat ke Lombok, Bima, lalu jalan darat ke
Dompu, Tambora, dan Sumbawa Besar. Saya juga harus langsung kerja,
kerja, kerja. Seperti moto lama saya.
Ini Dia Kabinet Kerja, Kerja, Kerja
Selasa, 28 Oktober 2014 10:41 WIB