Pangkalpinang (Antara Babel) - Budi daya cacing sutra untuk pakan ikan kurang diminati oleh petani di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, karena perawatannya harus lebih teliti dan sabar agar hasilnya berkualitas.
"Kebanyakan petani gagal membudidayakan cacing itu karena kurang teliti dalam perawatannya dan mereka lebih memilih mencari di saluran pembuangan atau got di sekitar perumahan warga," kata Kepala Balai Benih Ikan Lokal Kota Pangkalpinang, Teguh Sutoto di Pangkalpinang, Jumat.
Menurut dia, cacing sutra perlu dikembangkan karena dapat digunakan sebagai pakan benih ikan dan pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan menggunakan pakan buatan atau fengli.
"Cacing itu pakan alami sehingga lebih baik digunakan sebagai pakan benih ikan dibanding pakan buatan yang dapat menyebabkan amonia naik tinggi jika sisa makanan tidak habis sehingga ikan gampang stres dan akhirnya mati," ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk membudidayakan cacing itu media yang digunakan mudah didapat dan perkembangbiakannya hanya dengan menggunakan air serta lumpur. Sedangkan untuk perbandingannya satu banding satu antara air dengan kotoran ayam.
"Media untuk pembudidayaan sangat mudah didapatkan, jika sulit mendapatkan kotoran ayam bisa menggunakan dedak padi atau ampas tahu sebagai penggantinya," ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, cacing sutra yang berusia satu sampai dua bulan dengan panjang empat centimeter dapat diberikan untuk pakan benih ikan tawar.
"Biasanya pemberian cacing sutra pada benih itu hanya sampai pada usia satu bulan selanjutnya diberi usus ayam atau pelet. Namun jika ingin memberinya sampai dewasa tidak masalah," katanya.
Budi Daya Cacing Sutra Kurang Diminati
Jumat, 5 Desember 2014 11:11 WIB
"Kebanyakan petani gagal membudidayakan cacing itu karena kurang teliti dalam perawatannya dan mereka lebih memilih mencari di saluran pembuangan atau got di sekitar perumahan warga,"