Jakarta (Antara Babel) - Sungguh tidak mudah, bahkan cenderung mencemaskan, situasi Afghanistan pasca ditinggal pasukan NATO yang dipimpin AS, seperti yang dilaporkan oleh Komandan Angkutan AS (Transcom), Paul J. Selva, kepada pers Kamis lalu (11/12).
Pasukan, peralatan dan dukungan layanan semua telah ditarik keluar dari negeri yang selama belasan tahun diamuk perang, meskipun dijelaskan, 9.800 personel AS masih akan tetap berada disana setelah misi tempur berakhir 31 Desember 2014.
Transcom bahkan masih akan mengirimkan bahan-bahan yang dibutuhkan personel tentara serta membantu pasokan pasukan Afghanistan, yang benar-benar telah mengambil-alih misi keamanan dari NATO.
Masalahnya adalah meningkatnya serangan yang ditunjukkan Taliban atau kelompok lain.
Dalam catatan sepekan terakhir, sejumlah serangan terjadi terhadap aparat keamanan dan properti pemerintah.
Paling akhir, setidaknya sepuluh orang, termasuk empat polisi dan seorang warga sipil, Senin (8/12) tewas ketika kelompok bersenjata menyerang kompleks perkantoran di Kandahar Selatan.
Juru Bicara Gubernur, Samim Khpalwak, mengatakan bahwa sejumlah militan bersenjata melakukan serangan di kompleks perkantoran Kabupaten Maiwand di Provinsi Kandahar yang memicu pertempuran sengit dengan pihak pasukan keamanan.
Serangan itu berakhir dengan kematian sepuluh orang, termasuk lima penyerang, empat polisi dan seorang warga sipil.
Serangan terjadi justru pada saat AS dan NATO secara seremonial mengakhiri misi militer mereka di Afghanistan setelah 13 tahun, dan menutup misi tempur NATO 28 Desember dengan penarikan pasukan asing.
Siap Hadapi Pemberontak
Pada Sabtu (6/12) dua bom pinggir jalan yang dipasang kelompok bersenjata yang ditujukan kepada polisi telah menewaskan satu orang dan melukai lima orang lainnya, termasuk dua warga sipil.
Dalam serangan pertama, yang terjadi di Ibu Kota Provinsi Baghlan, Pul-e-Khumri, pada sekitar pukul 10.00 waktu setempat, dua pejalan kaki cedera.
Satu bom dipasang untuk mengincar van polisi, melukai dua warga sipil di Pul-e-Khumri, 160 kilometer sebelah utara Ibu Kota Afghanistan, Kabul.
Sementara itu empat bom lainnya ditemukan dan dijinakkan dari daerah itu sehari sebelumnya.
Dalam peristiwa yang terjadi sekitar siang hari di Kota Khost, Ibu Kota Provinsi Khost, 150 kilometer di sebelah tenggara Kabul, seorang polisi tewas dan melukai tiga orang lainnya.
Bom itu dipasang di satu jalan di Daerah Takhtabig di pinggiran Kota Khost dan meledak di dekat satu kendaraan polisi, sehingga satu orang tewas dan tiga orang lagi cedera.
Seorang pembom bunuh diri menewaskan sedikitnya sembilan orang di satu pemakaman dan melukai lebih dari sepuluh orang di Afghanistan utara, Senin (1/12.
Tujuh warga sipil dan dua polisi tewas dan 20 warga sipil lainnya terluka, kata juru bicara Gubernur Provinsi Baghlan, Jawid Basharat,
di mana serangan itu terjadi.
Pekan sebelumnya, seorang pembom bunuh diri menewaskan lebih dari 50 orang, termasuk beberapa polisi, ketika menghadiri pertandingan bola voli yang ramai di provinsi timur Paktika.
Tentara dan polisi Afghanistan berupaya meningkatkan kesiapannya menghadapi pemberontak, antara lain dengan merazia bekas pangkalan militer NATO di selatan negara itu untuk mencari sisa pemberontak yang empat hari terlibat pertempuran di kompleks tersebut.
Taliban meluncurkan berbagai serangan bunuh diri dan tembakan Kamis malam (27/11) di Kamp Bastion, yang sekarang dikenal sebagai Shorabak, satu lapangan terbang utama yang diserahkan untuk dikendalikan Afghanistan dari pasukan asing.
Dilaporkan setidaknya lima tentara dan sedikitnya 26 gerilyawan tewas dalam pertempuran itu. Secara terpisah, 12 tentara Afghanistan tewas di provinsi yang sama Sabtu (29/12).
Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengatakan bahwa pasukan keamanan nasional sudah sepenuhnya siap untuk mengambil-alih tanggungjawab keamanan dari pasukan AS dan NATO pada akhir Desember 2014 ini.
Pasca-perang
Tetapi masalahnya yang dihadapi Afghanistan bukan sekedar persoalan keamanan, ada banyak hal lain, terutama membangun perekonomian pasca-perang.
Selama konferensi bantuan internasional yang diadakan di Jepang Juli 2012, negara-negara donor menjanjikan lebih dari 16 miliar dolar AS dalam bantuan pembangunan untuk Afghanistan sampai 2015.
AS dan sekutu NATO-nya juga berjanji hampir jumlah yang sama untuk mendukung tentara dan polisi Afghanistan setelah penarikan pasukan mereka.
Masalahnya juga adalah kemungkinan jika Iran mendeportasi 760.000 pengungsi Afghanistan yang datang ke negara itu tanpa perpanjangan visa sementara, agar mereka dapat tinggal lebih lama setidaknya setahun lagi.
Menurut PBB, terdapat hampir satu juta pengungsi Afghanistan yang terdaftar di Iran, sebagian besar tiba sebelum 2001, ketika tentara pimpinan AS menggulingkan resim Islam garis keras Taliban.
Mereka yang tiba setelah itu, diwajibkan memiliki izin secara individual, sehingga sulit bagi mereka untuk mendapatkan dokumen yang diperlukan untuk secara resmi terdaftar.
Pemerintah Afghanistan mengakui ada 760.000 orang Afghanistan yang tak terdaftar seperti ini, sementara visa mereka akan berakhir 20 hari lagi.
Afghanistan adalah operasi repatriasi terbesar bagi PBB, tetapi hanya beberapa pengungsi yang setuju untuk kembali karena meningkatnya kekerasan dan memburuknya kondisi ekonomi di negara itu.
Sejak 2002, badan PBB telah membantu lebih dari 900.000 warga Afghanistan yang pulang dari Iran. Namun jumlah tersebut telah turun dan tahun depan hanya 20.000 orang yang diperkirakan secara sukarela dipulangkan.
Setelah serangan WTC 11 September 2001, AS memulai kampanye Perang Melawan Terorisme mereka di Afganistan, dengan tujuan menggulingkan kekuasaan Taliban, yang dituduh melindungi Al-Qaida, serta untuk menangkap Osama bin Laden.
Aliansi Utara Afganistan menyediakan mayoritas pasukan, dengan dukungan dari AS dan negara-negara NATO, antara lain Inggris, Prancis, Belanda, dan Australia.
Selama itu, menurut perkiraaan PBB, total lebih 8.000 terbunuh, lebih dari 25.000 terluka, dan merenggut nyawa sekitar 25.00 sampai 30.000 warga sipil.
Tetapi bagi Presiden Iran Hassan Rouhani, masa depan Afghanistan tidak benar-benar buram. Setidaknya dia mencatat dan menyambut apa yang telah dilakukan pemerintah persatuan nasional Afghanistan.
Dengan secuil proses persatuan itu dia meyakini akan menyebabkan penghapusan teror dan kekerasan di negeri itu, serta bisa menghadirkan stabilitas, kemakmuran dan pertumbuhan yang dicita-citakan.
Afganistan Pasca Ditinggalkan Pasukan Nato
Minggu, 14 Desember 2014 14:33 WIB