Bandung (Antara Babel) - Angklung merupakan alat musik tradisional yang
berfungsi sebagai alat dipolomasi budaya, kata pakar musik trandisional
Universitas Pasundan (Unpas) Rosikin di Bandung, Kamis.
"Angklung sudah dipertunjukkan daalam Konferensi Asia Afrika (KAA)
dari tahun ke tahun, angklung sudah menjadi musik tradisional yang
mewakili Indonesia," kata Rosikin.
Pada peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 2015,
pemerintah mengadakan acara dalam rangka memecahkan rekor dunia dengan
memainkan 20.000 angklung di Stadion Siliwangi, Bandung pada Kamis
(23/4). Pada acara "Angklung for the World" tersebut dibawakan berbagai
genre lagu dari mulai lagu kebangsaan hingga lagu Barat.
Rosikin mengatakan, angklung merupakan alat musik tradisional yang
fleksibel karena dapat mengikuti perkembangan musik dunia.
"Angklung memiliki dwifungsi, bisa mengiringi musik pentatonik yaitu
nada asli dari lagu-lagu Sunda tapi juga bisa dikembangkan dengan musik
diatonik yang banyak digunakan oleh musik Barat," katanya.
Perkembangan angklung sangat pesat. Berkat Saung Udjo, angklung
dapat dikembangan sedemikian rupa dan dikenal dunia. Padahal, kata
Rosikin, angklung dahulu hanya digunakan untuk upacara adat seperti
panen padi.
Selain fleksibel, angkung juga merupakan alat musik tradisi Jawa
Barat yang sangat mudah dimainkan. Angklung bisa dipelajari oleh orang
awam hanya dalam beberapa menit, bahkan satu orang bisa menggunakan
sampai empat oktaf nada.
Ke depan, kata Rosikin, angklung harus menjadi musik tradisional yang mewakili Indonesia dalam setiap kegiatan KAA.
"Setiap orang yang melihat angklung ingat Indonesia, ingat Jawa
Barat. Seperti halnya mereka ingat Bali dan batik," kata dia
menambahkan.
Angklung Alat Diplomasi Budaya Pada KAA 2015
Jumat, 24 April 2015 0:15 WIB