Jakarta (Antara Babel) - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, Satinah yang terancam hukuman mati atas kasus pembunuhan di Arab Saudi berhasil dipulangkan setelah pemerintah Indonesia berusaha keras membebaskan warga negaranya itu.
"Setelah melalui proses dan waktu yang panjang, upaya pemerintah membuahkan hasil membebaskan warganya dari hukuman mati. Satinah dipulangkan pada Rabu ini. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dan Kementerian Luar Negeri akan menjemput, mengurus berobat hingga pemulangan," kata Kepala BNP2TKI, Nusron Wahid, di Jakarta, Rabu.
Menurut Nusron, dari BNP2TKI yang ikut menjemput Satinah di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta adalah Direktur Pemberdayaan Arini Rahyuwati dan Direktur Pelayanan Pengaduan Moh Safri, serta Kabag Humas BNP2TKI, Haryanto.
Namun, karena Satinah dalam keadaan sakit, jika yang bersangkutan mau akan difasilitasi berobat di RS Kramatjati.
"Selanjutnya setelah diizinkan pulang akan diantarkan ke rumah Satinah, di Ungaran. Biaya dari bandara, rumah sakit, sampai ke tempat tinggalnya dibiayai oleh BNP2TKI," tuturnya.
Direktur Pemberdayaan BNP2TKI Arini Rahyuwati, yang ketika dikonfirmasi sudah di Bandara Soekarno Hatta untuk menjemput kepulangan Satinah mengatakan, begitu tiba kondisi kesehatannya akan diperiksa dan akan langsung dibawa ke rumah sakit jika memang membutuhkan perawatan.
"Kami sudah koordinasikan dengan pihak keluarga dan juga jajaran kami di Semarang terkait dengan proses ini," katanya.
Hukuman mati
Pada tanggal 30 Agustus 2015, pengacara dari KBRI, Radhwan Al Musigheh, yang menangani kasus WNI terancam hukuman mati atas nama Satinah binti Jumadi Amad, menginformasikan bahwa administrasi kasus Satinah telah selesai dan Satinah pada hari itu dipindahkan dari penjara Buraidah ke penjara Riyadh untuk segera di pulangkan.
Setelah menyelesaikan beberapa kendala imigrasi, akhirnya Selasa malam (1/9) yang bersangkutan dapat diterbangkan dengan pendampingan Atase Hukum KBRI Riyadh. Satinah akan tiba sore Rabu di Jakarta.
Terkait dengan penanganan di Jawa Tengah pihak Kementerian Luar Negeri juga sudah melakukan koordinasi dengan Pemda Jawa Tengah dan BNP2TKI. Keluarga, dalam hal ini puterinya, sudah didatangkan ke Jakarta untuk mendampingi selama di rumah sakit.
Dalam kasus tersebut, Satinah dituntut hukuman mati Qishas karena melakukan pembunuhan terhadap majikannya, Nura Al Gharib (70) , pada tanggal 17 Juni 2007. Pembunuhan tersebut tidak terencana tetapi sebagai luapan emosi akibat dipukul oleh majikan dengan penggaris kayu.
Satinah membunuh dengan memukul tengkuk majikannya menggunakan penggilingan roti. Akibat kepanikan, Satinah kabur dengan membawa tas yang didalamnya terdapat uang senilai SAR 37.000. Pada hari itu juga Satinah ditangkap oleh Kepolisian Buraidah.
Pada tahun 2008, semula Satinah divonis dengan hukuman mati Hadd Ghillah (pembunuhan terencana sehingga hanya dapat diampuni oleh Allah). Namun dengan berbagai upaya pembelaan akhirnya pada tahun 2009 hukuman diturunkan menjadi Qishas.
Semula Satinah akan dieksekusi pada 21 Juni 2011, namun dengan upaya Pemerintah eksekusi tersebut dapat ditunda guna memberikan kesempatan lebih luas mengupayakan pemaafan.
Ahli waris korban pada awalnya bersedia memberikan maaf dengan diyat sebesar SAR 10 juta atau sekitar Rp30 miliar, namun dalam proses perundingan akhirnya menjadi SAR 7 juta sekitar Rp21 miliar. Setelah proses negosiasi panjang pada tanggal 19 Mei 2014, Satinah akhirnya menyampaikan kepada Pengadilan Buraidah kesiapan membayar diyat sebesar SAR 7 juta (SAR 1,1 juta dari pengusaha Arab Saudi, SAR 500 ribu dari APJATI dan SAR 5,4 juta dari APBN).
Meskipun sudah dibebaskan dari tuntutan hukuman mati Hak Khusus, Satinah tidak otomatis bebas karena masih harus menjalani tuntutan hukuman mati Hak Umum atas tuduhan pembunuhan, zina muhson dan pencurian.
Dalam proses persidangan hak umum Satinah terserang stroke dan hingga saat ini masih dalam proses pemulihan.
Pada tanggal 15 April 2015, Pengadilan di Provinsi Buraidah telah menjatuhkan putusan terhadap tuntutan Hak Umum atas WNI atas nama Satinah binti Jumadi Amad dengan vonis 8 tahun penjara. Vonis terdiri dari tiga tahun atas tuduhan berbuat zina dan mengambil uang serta lima tahun tuduhan pembunuhan secara sengaja.
Mengingat Satinah telah dipenjara sejak 16 Juni 2007, maka dengan sendirinya Satinah dibebaskan karena telah mencukupi delapan tahun masa tahanan.
Meskipun JPU tidak menerima putusan tersebut dan mengajukan nota banding, namun hakim tidak mengabulkan tuntutan banding oleh JPU. Karena itu, Pengadilan Buraidah telah melimpahkan kasus tersebut kepada Gubernur Qaseem dan Kementerian Dalam Negeri untuk penyelesaian administrasi bagi pembebasan dari penjara dan selanjutnya pemulangan ke Indonesia.
TKI Satinah Berhasil Dipulangkan
Rabu, 2 September 2015 14:22 WIB