Jakarta (Antara Babel) - KPK memanggil ketua Pengadilan Negeri Bengkulu
Encep Yuliadi dan hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) PN Bengkulu Siti
Insriah dalam penyidikan perkara dugaan penerimaan suap untuk
mempengaruhi putusan terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan
honor Dewan Pembina RSUD Bengkulu tahun 2011.
"Encep Yuliadi dan Siti Insriah diperiksa sebagai saksi untuk
tersangka ES (Edi Santroni)," kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas
KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Selasa.
Siti Insriah adalah salah satu tim majelis hakim bersama dengan
Ketua PN Kehapiang sekaligus hakim tipikor Janner Purba dan hakim ad hoc
Tipikor Toton yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara
ini.
Janner dan Toton diketahui kerap berpasangan dan sudah membebaskan
10 orang terdakwa perkara korupsi di PN Bengkulu selama periode
2015-2016. KPK juga sudah menyita mobil Toyota Fortuner milik Janner
Purba.
Selain memeriksa Encep dan Siti, KPK juga memanggil seorang
wiraswasta bernama Nurman Soehardi, panitera PN Tipikor Bengkulu Zailani
Syihab dan PNS UPPP kabupaten Bengkulu Tengah Febi Irwansyah.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima orang tersangka yaitu Ketua
Pengadilan Negeri Kepahiang sekaligus hakim tindak pidana korupsi
(Tipikor) Janner Purba, hakim ad hoc PN kota Bengkulu Toton, panitera PN
Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, mantan Kepala
Bagian Keuangan rumah sakit Muhammad Yunus Syafri Syafii, mantan Wakil
Direktur Umum dan Keuangan RS Muhammad Yunus Edi Santroni.
KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap lima orang
tersebut pada Senin (23/5) di beberapa lokasi di Kepahiang Bengkulu.
Dalam OTT tersebut KPK menyita uang sebesar Rp150 juta yang diberikan
oleh Syafri kepada Janner setelah sebelumnya Edi memberikan Rp500 juta
kepada Janner pada 17 Mei 2016 sehingga total uang yang sudah diterima
Janner sekitar Rp650 juta.
Uang tersebut diberikan agar majelis hakim yang dipimpin oleh Janner
Purba dengan anggota majelis Toton dan Siti Ansyiria membebaskan Edi
dan Syafri selaku terdakwa yang masing-masing dituntut 3,5 tahun penjara
dalam kasus penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah
Bengkulu Muhammad Yunus. Vonis kasus itu rencananya akan dibacakan pada
Selasa (24/5).
Kasus tersebut berawal dari Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor Z.
17 XXXVIII Tahun 2011 Tentang Tim Pembina Manajemen RSMY mengenai honor
tim pembina RSUD M Yunus termasuk honor gubernur Bengkulu saat itu
Junaidi Hamsyah.
Padahal SK itu bertentangan dengan Permendagri No 61 Tahun 2007
mengenai Dewan Pengawas yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) tidak mengenal tim pembina.
KPK Panggil Ketua PN Bengkulu
Kamis, 2 Juni 2016 13:46 WIB