Jakarta (Antara Babel) - Kapal pesiar layar tiang tinggi perdana "Star
Clipper" yang membawa wisatawan Indonesia tiba di Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta Utara, Kamis.
Ketua Bidang II Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari Marsetyo
saat ditemui di atas Kapal Pesiar Star Clipper tersebut mengatakan bahwa
merapatnya kapal tiang tinggi ini merupakan yang pertama kalinya di
Indonesia.
"Kalau untuk kapal cruise biasa sudah sering. Untuk kapal tiang tinggi, yang pertama kalinya," katanya.
Kapal tersebut akan membawa sebanyak 130 penumpang wisatawan
mancanegara untuk berwisata bahari dari barat ke timur Indonesia, masuk
dari Belitung Timur menuju Kepulauan Seribu, Jakarta, Madura, Labuhan
Bajo, sampai di Wikelo, Nusa Tenggara Timur.
Perusahaan yang menaungi kapal tersebut memliki armada kapal yang
mengkhususkan kapal layar taing tinggi (tall ships) berjumlah tiga kapal
bernama Royal Clipper, Star Clipper, dan Star Flyers.
Marsetyo mengatakan bahwa pada tahun ini Star Clipper akan
melakukan perjalanan wisata di Indonesia sebanyak 20 paket perjalanan
dengan lama pelayaran rata-rata 7 hari dengan pemberhentian (home port)
di Bali.
"Kapasitas penumpang maksimal 170 penumpang, ABK 72 orang, dan sepertiganya dari Indonesia," katanya.
Dalam kesempatan sama, Star Clipper sebelumnya mengoperasikan
kapalnya selama beberapa tahun di Thailand untuk menjelajah destinasi
wisata Bahari di ASEAN. Namun, pada tahun ini memutuskan untuk beralih
ke Indonesia sebagai uji coba.
"Apabila pada tahun ini pelayaran wisata cruise ship ini berjalan
dengan sukses, pada tahun 2018 akan ditingkatkan jumlah klunjungannya
dan tidak menutup kemungkinan akan mendatangkan kapal lain, seperti
Royal Clipper, yang lebih besar," katanya.
Dalam kesempatan sama, anggota Tim Percepatan Pariwisata Bahari Aji
Sularso mengatakan bahwa sejauh ini faktor-faktor yang selalu menjadi
perhatian dan pertimbangan adalah masalah prosedur CIQP (Custom,
Immigration, Quarantine, Port Clearance) atau bea cukai, imigrasi,
karantina, dan izin di pelabuhan.
"Biaya ground handling, baik resmi maupun tidak resmi, yang terlalu
tinggi dan lebih mahal daripada negara tetangga," katanya.
Aji menambahkam bahwa akses penerbangan internasional dengan
kemudahan pemindahan penumpang dari pesawat ke kapal sejauh ini hanya di
Bali yang favorit dan belum adanya insentif fiskal bagi lalu lintas
barang logistik untuk kapal.
"Belum lagi alur masuk ke pelabuhan yang relatif sulit dan dangkal,
seperti Benoa, dan kurang lengkapnya peta laut di beberapa lokasi
wisata merupakan tantangan," katanya.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata telah melakukan
upaya-upaya konkret untuk mengatasi permasalahan dengan cara koordinasi
intensif dan bekerja sama kementerian lain, seperti Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk masalah imigrasi, Kementerian
Perhubungan untuk masalah kepelabuhanan; Kementerian Keuangan untuk
masalah kepabeanan; Kemenko Maritim untuk masalah regulasi dan kebijakan
umum.
Dalam waktu yang sama Kemenpar gencar melakukan promosi di
ajang-ajang internasional dan interaksi intenisf dengan para operator
Cruise Ship dan membuka dialog, konsultasi langsung.
Keberadaan Tim Percepatan Pariwisata Bahari yang dibentuk oleh
Menteri Arief Yahya dan mengangkat Indrojono Soesilo sebagai ketua tim
merupakan langkah strategis untuk meningkatkan jumlah wisman dengan
target 20 juta wisman pada tahun 2019.
(T.J010/D007)
Kapal Layar Tiang Tinggi Tiba di Jakarta
Kamis, 11 Mei 2017 21:29 WIB