Aksi terorisme yang terjadi tadi malam Rabu (24/5) pukul 21.00 WIB tentu
mengagetkan banyak kalangan. Meskipun memiliki skala kecil dibandingkan
dengan aksi-aksi terorisme sebelumnya, tetapi dampaknya cukup besar
bagi keamanan di Indonesia.
Bom yang diduga kuat dilakukan lewat bom bunuh diri menarget
kerumunan massa dan petugas keamanan. Akibat ledakan bom tersebut, lima
orang tewas dan 10 orang lainnya terluka. Dari lima korban tewas, tiga
di antaranya adalah anggota polisi.
Apa target dan motif aksi terorisme kali ini? Bagaimana publik di Indonesia harus menyikapinya?
Enders and Sandler (1993) bukunya berjudul The Nature of Terrorism
bahwa tindakan terorisme selalu menghitung tindakannya baik dilakukan
dalam sekala kecil maupun besar.
Aksi-aksi dengan kekerasan yang tidak normal dan mengancam, terutama
aksi bom bunuh diri, dilakukan dengan menghitung dampak dan pengaruh di
publik. Karenanya, mereka menargetkan aksi-aksi mereka pada kerumuman
massa dan aparatur keamanan untuk menciptakan ketidakstabilan negara.
Semakin bervariasi dan luas target terorisme semakin sulit bagi otoritas negara dalam mengantisipasi aksi-aksi berikutnya.
Negara harus memutuskan cara tepat dalam memerangi terorisme
sebagaimana kelompok teroris dan para sponsornya itu selalu merencanakan
model aksi apa yang dapat mereka lakukan agar target kekacauan itu
tercapai.
Target Terorisme
Terorisme itu bukan aksi
tidak rasional tetapi benar-benar mempelajari kondisi sosial politik dan
berusaha untuk mendapatkan simpati atas aksi-aksinya.
Target aksi terorisme adalah memecah belah bangsa. Oleh karena itu
sikap umat Islam harus satu dalam menghadapi aksi-aksi terorisme di
Indonesia. Mengecam dan tidak memberikan ruang sekecil apa pun terhadap
justifikasi tindakan terorisme.
Aksi bom di Kampung Melayu jelas menunjukkan adanya target untuk
menciptakan ketakutan kepada publik karena dilakukan di sarana publik
yaitu terminal. Di samping itu mereka berusaha memecah belah bangsa
dengan menargetkan aparat kepolisian.
Kerumunan adalah hal yang jamak digunakan sebagai tempat dan target
aksi-aksi terorisme. Aksi-aksi dalam skala kecil dapat dengan mudah
mempengaruhi dan memberi rasa takut kepada khalayak umum.
Dalam waktu cepat aksi-aksi terorisme menyebar lengkap dengan berita
dan foto-foto yang menyeramkan. Keresahan dan ketakutan massa inilah
yang menjadi target utama.
Pada sisi lain, sekarang ini kepercayaan sebagian umat Islam
terhadap kepolisian sedang mengalami penurunan. Penurunan ini dampak
dari penanganan kasus Ahok.
Para teroris membaca fenomema ini dan berusaha mendapatkan simpati
dari umat Islam atas tindakan mereka itu. Kritikan terhadap penguasa
juga mengalami peningkatan, termasuk rencana pemerintah untuk
membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia.
Di sini pelaku terorisme berusaha untuk memanfaatkan dan memainkan
emosi publik agar bersimpati kepadanya. Di samping untuk memecah belah
bangsa dengan berusaha menghadapkan sebagian umat Islam dan aparat
keamanan dan penguasa, aksi di balik terorisme Kampung Melayu ini juga
berusaha melakukan intensifikasi radikalisme di kalangan umat Islam
tertentu.
Kelompok Islam yang sedang kehilangan kepercayaan kepada aparat
keamanan dan penguasa dipaksa untuk bersimpati kepada tindakan-tindakan
mereka.
Kelompok Rentan
Setiap kelompok tanpa
memandang latar belakang agama maupun idiologi memeliki kerentanan yang
sama dalam jangkauan terorisme. Banyak contoh dalam sejarah pelaku
terorisme berasal dari spektrum yang beragam, baik itu sekuler, agamis
maupun etnis.
Kihmi and Even (2004) dalam studinya tentang motivasi keterlibatan
seseorang dalam aksi-aksi terorisme menyebutkan 4 (empat) faktor utama
yaitu agama, ekonomi, psikologi dan politik. Karenanya, perlu untuk
mengkaji motif-motif para pelaku terorisme.
Kelompok yang rentan dalam sisi psikologis adalah mereka yang
tereksploitasi dalam kelompok-kelompok terorisme. Ini biasanya para
pelaku bom bunuh diri yang cenderung masih usia muda yang secara
psikologis mengalami persoalan identitas.
Hal menarik adalah banyak aksi terorisme dengan targetnya itu itu
dilakukan secara adhoc. Artinya hubungan antara pelaku yang
tereksploitasi dan pemberi order menjadi tidak jelas.
Untuk menyamarkan jaringannya mereka sering masuk dalam
kelompok-kelompok lain yang sudah dikenal di masyarakat. Makanya,
ketika pihak otoritas keamanan sedang sibuk mengawasi kelompok terduga
justru teroris yang sebenarnya sedang merencanakan aksi berikutnya.
Kalangan muda adalah kelompok yang paling rentan tereksploitasi
dalam aksi terorisme karena mereka sering memiliki masalah-masalah
personal dan keluarga.
Adanya perasaan tidak bermanfaat (terbuang), depresi maupun perasaan
bersalah dan berdosa adalah menjadi salah satu pintu masuk pemuda
bergabung dalam kelompok-kelompok teroris.
Dengan bergabung dengan kelompok radikal yang menjanjikan cara muda
dalam menghapus dosa membuat mereka memiliki makna dalam hidup.
Ditambah lagi adanya doktrin yang membutakan mereka bahwa dengan
melakukan aksi-aksi bom bunuh diri dan semisalnya dapat mengantarkan
mereka ke surga. Ketika mereka mulai terekpose dalam kelompok teroris
mereka sadar bahwa tidak ada jalan untuk keluar.
Persoalan kelompok rentan terpapar aksi-aksi terorisme inilah yang
harus menjadi perhatian khusus. Agar tidak ada lagi korba-korban
berikutnya di masa mendatang.
Sikap
Secara umum umat
Islam di Indonesia cukup cerdas membaca sabotase yang dilakukan oleh
kelompok teroris. Apa pun bentuk aksi terorisme tidak akan pernah
mendapatkan tempat di hati umat Islam.
Publik di Indonesia terutama umat Islam cukup rasional dan tidak
akan pernah bersimpati terhadap aksi-aksi terorisne. Mereka paham betul
kapan harus mengkritisi kepolisian dan kapan harus bersama-sama dengan
kepolisian.
Dalam kasus bom bunuh diri di Kampung Melayu dan kasus-kasus
terorisme sejenisnya, para pelaku dan mereka yang merencanakan terorisme
itu gagal mencapai tujuan dan sasarannya apabila Islam selalu bersama
kepolisian untuk memerangi segala bentuk terorisme.
Dengan demikian maka aksi-aksi terorisme tidak akan mendapatkan
tempat di Indonesia dan semakin sempit ruang geraknya. Prinsipnya publik
tidak boleh takut dan merasa tidak aman.
Segala komponen bangsa harus bersatu dan sadar bahwa upaya memecah
belah bangsa harus dilawan. Segala upaya untuk menjebloskan dan menarik
umat Islam dalam pusaran radikalisme harus dihindarkan.
Semua elemen bangsa harus kembali bergandengan tangan mempertahakan
bangsa dan negara. Dengan demikian aksi terorisme tidak akan dapat
mencuri momentum apa pun. Bangsa dan negara pun terselamatkan.
*) Pengamat Timur Tengah dan Islam dari Universitas Indonesia (UI)
Melawan teror Kampung Melayu
Kamis, 25 Mei 2017 14:36 WIB