Jakarta (Antara Babel) - Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman menyesal tidak berani
menolak intervensi dalam pengadaan proyek KTP Elektronik (KTP-e) di
Kementerian Dalam Negeri pada 2011-2012.
"Saya sangat menyesal atas ketidakmampuan saya menolak intervensi
dari beberapa pihak yang mengganggu kelancaran pelaksanaan e-KTP, yang
mencemari niat baik saya dalam program e-KTP," kata Irman dalam sidang
pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan tindak pidana korupsi
(Tipikor) Jakarta, Rabu.
Dalam perkara ini terdakwa I yaitu mantan Direktur Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dituntut 7
tahun dan pidana denda sejumlah Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan
ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan
Rp2,248 miliar serta 6.000 dollar Singapura subsider 2 tahun penjara.
Sedangkan terdakwa II mantan Direktur Pengelolaan Informasi
Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto dituntut 5 tahun
penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan serta
kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta subsider 1 tahun
penjara.
Namun Irman tidak menjelaskan siapa saja pihak-pihak yang mengintervensi pengadaan KTP-e itu.
"Saya juga sangat menyesal karena uang yang saya terima dari Andi
Agustinus alias Andi Narogong yang dititipkan ke Sugiharto yang tidak
langsung saya kembalikan dan saya menyesal tidak mampu untuk
menghindarkan diri dari berbagai intervensi," tambah Irman.
Namun menurut Irman uang yang ia terima juga digunakan untuk pembiayaan tim supervisi KTP-e.
"Selain untuk pembiayaan lain KTP-e sudah dikembalikan ke rekening
penampungan KPK. Di samping itu saya sampaikan dalam menyelenggarakan
e-KTP saya dan atasan dan staf bekerja dengan cermat dan hati-hati
termasuk aspek teknis dalam penentuan spesifikasi teknis dilakukan oleh
tim teknis yang berasal dari 15 kementerian dan lembaga sedangkan
kehati-hatian HPS (Harga Penentuan Sendiri) dimintakan harga ke produsen
dalam dan luar negeri agar mendapat harga yang paling efisien dan
murah," ungkap Irman.
Kehati-hatian lain menurut Irman adalah panitia pengadaan meminta
audit rancangan biaya dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), rencana KTP-e dipaparkan di KPK dan didampingi Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Sejak saya diberikan jabatan plt Dirjen Dukcapil dan akhirnya
dirjen definitif, saya bertekad menyukseskan program e-KTP yang sejak
2013 dikenal sebagai KTP-el sebagaimana diamanatkan undang-undang. Saya
meyakini program e-KTP adalah program luar biasa bagi bangsa dan negara
untuk mencegah KTP palsu, menjamin validasi data kependudukan,
meningkatkan efektivitas pelayanan publik, meningkatkan validitas data
pemilih dalam pemilu dan dalam menyediakan daftar pemilih potensial,"
tambah Irman.
Ia mengaku sangat tulus mencurahkan segenap tenaga, pikiran dan
waktu untuk menyukeseskan program KTP-e tersebut sesuai dengan fungsinya
sebagai Dirjen Dukcapil.
"Di samping setiap malam saya berdoa dan berdoa bersama anak yatim
di kantor dan kediamannya saya untuk memohon suksesnya prgram e-KTP. Di
samping terdapat kelemahan-kelemanan di luar kemampuan saya
mencagahnya," ungkap Irman.
Meski penuh kelemahan, menurut Irman ada banyak manfaat yang diperoleh masyarakat dari pengadaan KTP-e.
"Salah satu di antaranya dimanfaatkan untuk membuka rekening
otomatis. Dengan alat cukup canggih dapat langsung keluar buku tabungan
dan ATM yang akan diterapkan di mal sehingga masyarakat yang mau membuka
rekening tidak perlu lagi ke bank, tapi bisa sambil belanja di
tempat-tempat perbelanjaan.
Data e-KTP yang telah dilengkapi rekaman
sidik jari dan iris yang validasinya sangat terjamin saat ini sudah
mencapai 173 juta dan merupakan modal dasar dan fondasi efektivitas
pelayanan publik dan pencegahan kriminalitas di Indonesia yang kita
cintai," jelas Irman.
Irman dan Sugiharto dinilai terbukti bersalah berdasarkan dakwaan
kedua dari pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No
20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP yaitu menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan
keuangan negara hingga mencapai Rp2,3 triliun.
Terdakwa Sesali Tidak Tolak Intervensi Proyek KTP-e
Rabu, 12 Juli 2017 14:37 WIB
Saya sangat menyesal atas ketidakmampuan saya menolak intervensi dari beberapa pihak yang mengganggu kelancaran pelaksanaan e-KTP, yang mencemari niat baik saya dalam program e-KTP,