Jakarta (Antara Babel) - Keputusan untuk menyepakati sejumlah isu krusial
dalam rancangan undang-undang pemilihan umum akhirnya dibawa ke Sidang
Paripurna yang akan berlangsung pekan depan.
Lobi antarfraksi dan juga dengan perwakilan pemerintah awal pekan
ini belum menemui titik temu untuk menyepakati isu-isu krusial tersebut.
Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR RI Lukman Edy mengatakan
keputusan tersebut diambil setelah lobi antara kelompok fraksi dan
pemerintah dalam rapat Pansus RUU Penyelengaraan Pemilu di Gedung
MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (13/7) malam, gagal mencapai kesepakatan
untuk memilih salah satu dari lima opsi paket.
Seluruh fraksi dan pemerintah, kata dia, kemudian sepakat membawa
lima opsi paket tersebut ke rapat paripurna, pada 20 Juli untuk diambil
keputusan.
Meskipun gagal mencapai kesepakatan pada rapat Kamis (13/7) malam,
masih tetap terbuka proses lobi sampai sebelum penyelenggaraan rapat
paripurna.
Ada lima paket yang akan diajukan dalam sidang paripurna pekan depan.
Kelima paket tersebut adalah Paket A, presidential threshold (20-25
persen), parliamentary threshold (empat persen), sistem pemilu
(terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (saint
lague murni).
Paket B adalah presidential threshold (nol persen), parliamentary
threshold (empat persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10
kursi), metode konversi suara (quota hare).
Paket C adalah presidential threshold (10-15 persen), parliamentary
threshold (empat persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10
kursi), metode konversi suara (quota hare).
Sedangkan Paket D adalah presidential threshold (10-15 persen),
parliamentary threshold (lima persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi
kursi (3-8 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).
Paket E, presidential threshold (20-25 persen), parliamentary
threshold (3,5 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10
kursi), metode konversi suara (quota hare).
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah cenderung memilih opsi paket A.
Pemerintah memilih paket A karena syarat presidential threshold
20-25 persen sudah teruji dalam dua kali pemilu sebelumnya, berjalan
baik.
Tjahjo berharap fraksi-fraksi di DPR dapat menyetujui sikap Pemerintah.
Pemerintah juga menyadari syarat parliamentary threshold yakni
ambang batas partai politik berada di parlemen, akan lebih baik jika
dinaikkan sedikit dari 3,5 persen menjadi 4 persen.
Tjahjo mengapresiasi kelegawaan fraksi-fraksi yang dapat menyetujui
syarat parliamentary threshold dari usulan yang lebih tinggi maupun yang
lebih rendah menjadi 4 persen," katanya.
Soal sistem pemilu, pemerintah yang semula mengusulkan sistem
proporsional terbuka terbatas, tapi dapat menerima usulan sistem pemilu
proporsional terbuka.
Soal sebaran kursi parlemen di daerah pemilihan, sikap Pemerintah
sama dengan aturan di UU Pemilu sebelumnya, yakni 3-10 untuk kursi DPR
RI serta 3-12 untuk kursi DPRD.
Terhadap, usulan metode konversi suara, pemerintah memilih metode sainte lague murni dan meninggalkan metode quota hare.
Metode siante lague murni adalah jumlah perolehan suara dapat
dihitung secara adil yakni berbanding lurus dengan perolehan kursi.
Silang Pendapat
Bila pemerintah memilih paket A, maka sejumlah fraksi di DPR RI memiliki pilihan yang beragam.
Dalam rapat pansus yang berlangsung Kamis (13/7) lalu, dari 10
fraksi, lima diantaranya mendukung paket A. Sementara lima fraksi
lainnya mendorong keputusan diambil dalam sidang paripurna.
Lima fraksi yang mendukung keputusan berbasis paket A yaitu Fraksi
PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Fraksi NasDem, serta Fraksi Hanura.
Sementara, lima fraksi lainnya, yakni Fraksi Gerindra, Fraksi
Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB), dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memilih opsi
lainnya, yakni mendorong agar lima opsi paket tersebut dibawa dan
diputuskan pada rapat paripurna pada 20 Juli.
Fraksi PDI Perjuangan dalam pandangan mini fraksi di rapat pansus
menyampaikan pilihan paket A yaitu presidential threshold 20-25 persen,
parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, daerah
pemilihan magnitude: 3-10 kursi dan metode konversi suara berupa sainte
lague murni.
Fraksi Partai Golkar memilih paket yang sama dengan PDI Perjuangan,
sementara Fraksi Gerindra belum memilih opsi paket dan sepakat
diputuskan di rapat paripurna demikian pula dengan Fraksi Partai
Demokrat dan Fraksi PAN.
Fraksi PAN memilih presidential threshold 0 atau 10 persen,
parliamentary threshold 2,5 atau 4 persen, sistem pemilu terbuka, daerah
pemilihan magnitude: 3-10 kursi, metode konversi suara berupa quota
hare dan mendorong agar lima opsi dibawa dan diputuskan di rapat
paripurna.
Fraksi PKB memilih presidential threshold 10 persen, parliamentary
threshold belum menjawab, sistem pemilu terbuka, daerah pemilihan
magnitude: 3-8 kursi dan metode konversi suara berupa sainte lague murni
serta mendorong diputuskan di rapat paripurna.
Fraksi PPP memilih paket A yaitu presidential threshold 20-25
persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, daerah
pemilihan magnitude: 3-10 kursi, metode konversi suara berupa sainte
lague murni. Demikian pula dengan Fraksi Nasdem dan Hanura memilih paket
yang sama, paket A.
Pencalonan Presiden
Salah satu isu yang krusial dalam pembahasan RUU Pemilu adalah
ambang batas pencalonan presiden yang diajukan oleh partai-partai.
Setidaknya ada yang sepakat bahwa untuk dapat mengajukan capres maka
parpol harus memperoleh suara 20-25 persen, ada pula yang sepakat cukup
10-15 persen dan ada pula yang memandang nol persen alias tak
tergantung perolehan suara dalam pemilihan umum.
Sejumlah kalangan menilai persentase ambang batas pencalonan
presiden juga akan mempengaruhi jumlah calon presiden yang akan
bertarung pada pemilu 2019 mendatang.
Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR RI Ahmad
Riza Patria meyakini calon presiden tidak akan banyak meskipun DPR dan
pemerintah menyetujui persyaratan presidential threshold 0 persen.
Syarat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden itu berat
sehingga parpol atau gabungan parpol sebagai pengusungnya, tentunya akan
selektif memilih orang untuk diusung.
Mengusung seseorang sebagai calon presiden dan calon wakil presiden
merupakan pertaruhan nama partai sehingga tidak mungkin partai politik
atau gabungan partai politik akan mengusung sembarang orang sebagai
calon presiden.
Jika Pemilu 2019 diikuti oleh 10 hingga 12 partai politik, paling banyak akan mengusung tujuh nama calon presiden.
"Malah kemungkinan cuma empat atau tiga nama saja," katanya.
Sementara itu Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu, Yandri Susanto, juga
meyakini tidak akan banyak calon presiden, meskipun DPR RI dan
pemerintah menyetujui persyaratan presidential threshold 0 persen atau
tanpa persyaratan tersebut.
Menurut Yandri, calon presiden diusung oleh partai politik atau
gabungan dari partai politik, yang tentunya telah mempertimbangkan tokoh
tertentu yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini memperkirakan, jika dalam
RUU Pemilu disetujui persyaratan presidential threshold 0 persen, maka
hanya sekitar empat nama yang diusung sebagai calon presiden.
Yandri menegaskan dengan persyaratan yang berat menunjukkan bahwa
tanpa persyaratan presidential threshold partai-partai politik peserta
pemilu tidak mengusung calon presiden masing-masing.
Pekan depan akan menjadi waktu terakhir bagaimana kesepakatan yang diperoleh atas RUU Pemilu.
Baik pemerintah maupun DPR RI tentu menyadari sejatinya pemilihan
umum diselenggarakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, bukan golongan
tertentu saja.
Peta Politik RUU Pemilu Jelang Sidang Paripurna
Minggu, 16 Juli 2017 12:40 WIB