Jakarta (Antara Babel) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul
Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa mengajak ibu-ibu Muslimat NU
meneladani semangat nasionalisme para pendiri NU yang turut berjuang
dalam merebut, mengisi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
"Jauh
sebelum Indonesia merdeka, tepatnya tahun 1935 para Ulama NU membuat
keputusan apabila kelak Indonesia merdeka maka yang ingin dibangun
adalah negara yang damai, membawa keselamatan dan mengajarkan cinta
tanah air adalah sebagian dari iman (hubbul wathon minal iman). Ini
penting kita ingatkan kembali," kata Khofifah dalam Silaturahmi dan
Halal bi Halal Muslimat NU di Pasuruan, Jatim, Sabtu (22/7).
Khofifah
mengatakan, jauh sebelum Indonesia merdeka, kecintaan pada tanah air
telah tumbuh subur di pesantren-pesantren. Banyak lagu-lagu perjuangan
tercipta di sana dan nyatanya dapat membangkitkan semangat nasionaliame
para santri. Misalnya lagu Syubbanul Wathon (pemuda yang memiliki
nasionalisme) yang diciptakan Kyai Wahab Hasbullah tahun 1916.
"Salah
satu tokoh penting NU yang berperan dalam masa kemerdekaan adalah Kyai
Hasyim Asy'ary yang merumuskan konsep hubbul wathon minal iman (cinta
tanah air sebagian daripada iman) dan Kyai Wahab Hasbulloh yang
menciptakan lagu berjudul Ya Ahlal Wathon (syubhanul wathon)," katanya
dalam keterangan persnya.
Lagu yang kini menjadi lagu yang wajib
dikumandangkan di setiap acara-acara NU dan badan otonomnya termasuk
Muslimat NU, IPNU, Fatayat NU, IPPNU.
"Lagu tersebut memiliki
syair semangat kebangsaan sangat luar biasa. Coba simak liriknya 'Pusaka
Hati Wahai Tanah Airku, Cintaku dalam Imanku. Jangan Halangkan Nasibmu.
Bangkitlah Hai Bangsaku'," ujarnya.
Khofifah mengungkapkan
nasionalisme dan cinta tanah air menjadi penting untuk ditanamkan
kembali kepada anak bangsa. Maraknya gerakan radikal, isu berkedok agama
namun bertujuan memecah-belah persatuan bangsa, bahaya miras, narkoba,
pornografi dan lain-lain.
"Sejumlah survei menunjukkan hasil yang
menurut saya agak mencemaskan. Kecenderungan masyarakat 9,9 persen
menerima radikalisme. Itu besar. Hampir 10 persen. Itu sudah lebih besar
dari penduduk Malaysia," papar perempuan nomor satu di Kementerian
Sosial ini.
Khofifah mengungkapkan, radikalisme secara perlahan
dan luas juga telah menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa terorisme
hari ini bukan hanya bersenjata, tetapi narkoba merupakan teror yang
tidak kalah seramnya bagi upaya memajukan bangsa
"Oleh karena
itu tugas Muslimat melalui Paud, TK, RA, majelis taklim, harus mampu
menyampaikan Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdiyah dimana agama itu selaras
dengan kultur daerah dan negara, tidak mengkafir-kafirkan orang lain,
toleran, dan cinta NKRI, dengan menghadirkan Islam rahmatan lil alamin,"
papar Khofifah.
Khofifah Ajak Muslimat Teladani Nasionalisme Pendiri NU
Sabtu, 22 Juli 2017 22:34 WIB