Detroit (Antara Babel) - Hakim federal di negara bagian Michigan pada
Senin (24/7) membatalkan, untuk sementara waktu, rencana pemerintah
Amerika Serikat (AS) memulangkan lebih dari 1.400 warga Irak.
Itu adalah kemenangan langkah hukum terbesar bagi warga Irak, yang
terancam harus kembali ke negara asal mereka, yang masih dilanda perang
dan kerusuhan.
Hakim Mark Goldsmith mengabulkan pembatalan sementara dari lembaga
American Civil Liberties Union (ACLU), yang mengatakan bahwa pendatang
itu akan menghadapi hukuman di Irak karena mereka berasal dari agama dan
suku kecil.
Goldsmith mengatakan bahwa pembatalan sementara itu memberi waktu
bagi pendatang tersebut, yang "sering kesulitan mendapatkan bantuan
hukum", setelah pemerintah Amerika Serikat kembali mengeluarkan perintah
pemulangan bagi mereka.
Dalam surat putusan tertulisnya, Goldsmith mengaku ingin memastikan
"bahwa mereka yang terancam kematian dan persekusi (di negara asal)
tidak begitu saja terusir dari Amerika Serikat tanpa melalui proses
hukum."
Keputusan itu secara efektif berarti tidak akan ada warga Irak yang
akan dipulangkan dari Amerika Serikat selama beberapa bulan mendatang.
Belum jelas apakah pemerintah AS akan mengajukan banding.
Sebanyak 1.444 warga Irak yang harus keluar dari AS akibat kebijakan
tersebut. Meski demikian, hanya sekitar 199 di antara mereka yang
ditahan pada Juni sebagai bagian dari upaya pendeportasian yang berlaku
secara nasional.
ACLU menggugat kebijakan itu pada 15 Juni lalu. Mereka mengatakan
bahwa para warga Irak itu berpotensi akan menghadapi persekusi,
penyiksaan, atau bahkan kematian karena sebagian besar merupakan
penganut Katolik Kaldea, Muslim Sunni, dan Kurdi yang sering mendapatkan
diskriminasi di negara asal.
Mereka yang telah ditahan oleh pihak imigrasi sudah memperoleh surat
perintah deportasi. Sebagian besar di antara mereka telah terbukti
bersalah melakukan tindakan kriminal, dari pembunuhan, dan jual beli
narkoba, demikian versi pemerintah.
ACLU sendiri beralasan bahwa banyak tahanan Irak itu yang sulit
mendapatkan dokumen yang dibutuhkan untuk menggugat kebijakan pemerintah
AS. Mereka juga dipindahkan ke fasilitas tahanan yang jauh sehingga
terpisah dari pengacara maupun keluarga.
Sebelumnya, pemerintah di Baghdad sempat menerima kebijakan
Washington sebagai bagian dari kesepakatan yang akan menghapus Irak dari
daftar hitam larangan masuk ke AS.
Mereka, yang rencananya dipulangkan itu, datang ke AS sejak usia
balita. Mereka juga melakukan kejahatan pada puluhan tahun lalu, namun
dibiarkan tetap tinggal karena pemerintah Irak menolak mengeluarkan
dokumen perjalanannya, demikian laporan Reuters.
Hakim AS Batalkan Rencana Usir 1.400-an Warga Irak
Selasa, 25 Juli 2017 22:15 WIB