Jakarta (Antara Babel) - Salah satu konsep Islam mengenai persaudaraan
sesama Muslim adalah hadis yang artinya, "Perumpamaan kaum mukmin dalam
sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika
satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur
atau merasakan demam."
Penderitaan Muslim Rohingya di Myanmar telah merambat hingga ke seluruh Muslim di dunia, termasuk di Indonesia.
Dari tanah air, aksi simpatik dan doa bagi Muslim Rohingya digelar
oleh Umat Islam di sejumlah daerah. Selain itu, bantuan logistik bagi
keperluan para pengungsi dan warga Rohingya yang masih bertahan di
kampung-kampung mereka terus mengalir dari masyarakat dan pemerintah
Indonesia.
Di tingkat pemerintah, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi telah
mengusulkan kepada Myanmar formula 4+1 sebagai solusi untuk mengatasi
masalah keamanan dan kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine.
Usulan tersebut disampaikan Menlu saat melakukan pertemuan dengan
Penasihat Negara Myanmar Daw Aung San Suu Kyi pada 4 September 2017.
Empat elemen pertama dalam formula itu, terdiri atas upaya
mengembalikan stabilitas dan keamanan, menahan diri secara maksimal dan
tidak menggunakan kekerasan, memberikan perlindungan kepada semua orang
yang berada di Negara Bagian Rakhine tanpa memandang suku dan agama,
dan segera membuka akses untuk bantuan kemanusiaan.
Sementara itu, satu elemen lainnya adalah upaya menjalankan
rekomendasi Laporan Komisi Penasihat untuk Rakhine yang dipimpin oleh
mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan.
Sejauh ini diplomasi kemanusiaan yang dilakukan Pemerintah Indonesia
telah menghasilkan kesepakatan di mana Indonesia dan ASEAN terlibat
dalam penyaluran bantuan kemanusiaan di Rakhine.
Tindakan nyata
Bantuan kemanusiaan dari masyarakat dan pemerintah Indonesia
dipastikan akan terus dikirimkan bagi Muslim Rohingya, demikian pula
penyelesaian melalui jalur diplomasi akan terus diupayakan.
Namun, sebanyak-banyaknya bantuan yang dikirimkan dan sekuat-kuatnya
diplomasi di tingkat pemerintah beberapa negara, kenyataannya,
sedikitnya 1.000 orang telah terbunuh, termasuk orang tua, wanita, dan
anak-anak Muslim Rohingya, sementara 370.000 warga telah mengungsi ke
Bangladesh.
Jumlah tersebut diperkirakan terus meningkat karena Pemerintah
Myanmar belum berhenti menganiaya warga Rohingya. Padahal jumlah Muslim
Rohingya di Myanmar hanya sekitar 1,1 - 1,3 juta jiwa dari total
populasi 52,8 juta jiwa yang sekitar 88-89 persen merupakan penganut
agama Budha.
Penerima Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi yang diharapkan membela
kaum minoritas ternyata mendiamkan krisis etnis di Rakhine, bahkan dalam
wawancara dengan BBC pada 6 April 2017 dia menyangkal terjadi
pembersihan etnik dan menyebut konflik di Rakhine disebabkan
Muslim membunuh Muslim karena mengira mereka berkolaborasi dengan pihak berwenang.
Genosida atas Muslim minoritas tidak hanya terjadi di Myanmar.
Sebelumnya, sepanjang 1992 hingga 1995, sekitar 100.000 Muslim Bosnia
dibantai oleh tentara Serbia sehingga peristiwa itu dianggap sebagai
genosida terburuk sejak pembantaian enam juta Yahudi oleh Nazi selama
Perang Dunia II (1939-1945).
Saat perang Bosnia-Herzegovina pecah, Indonesia dipimpin oleh
Presiden Soeharto yang sangat terusik oleh tindakan biadab atas Umat
Muslim di kawasan Balkan tersebut hingga memutuskan untuk mengunjungi
Bosnia guna menengahi konflik etnik itu.
Mencapai Bosnia saat itu bukan perkara mudah, bahkan bila hal itu
dilakukan oleh seorang presiden sekalipun. Dua hari sebelum rombongan
Indonesia berangkat ke Bosnia, pesawat milik PBB yang melintas di
wilayah negara itu ditembak jatuh pada 11 Maret 1995.
Presiden Soeharto dan pejabat pemerintah yang mendampinginya,
Mensesneg Moerdiono, dan Menlu Ali Alatas harus menandatangani dokumen
yang menegaskan PBB tidak akan bertanggung jawab jika terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan dalam penerbangan itu.
Pada 13 Maret 1995, Soeharto tiba di Bandara Sarajevo dan disambut
oleh Diplomat Jepang yang juga Kepala Misi Perdamaian PBB, Yasushi
Akashi.
Kunjungan dan pembicaraan antara Presiden Indonesia Soeharto dan
Presiden Bosnia Alija Izetbegovic di gedung kepresidenan ibukota itu
tentu tidak serta merta menghentikan genosida di kawasan Balkan.
Namun, kehadiran Soeharto menunjukkan dukungan kuat dan nyata dari
sebuah negara Muslim terbesar di dunia dalam menghentikan pembantaian
Muslim Bosnia.
Kunjungan seorang tokoh di negeri yang sedang pecah konflik
menguatkan sinyal perdamaian dan menegaskan rasa empati atas kondisi
memprihatinkan yang terjadi, terutama bagi para korban, seperti saat
Putri Diana mengampanyekan pembersihan ranjau di Angola pada Januari
1997.
Diana tidak ikut menjinakkan ranjau-ranjau yang merupakan warisan
perang kemerdekaan Angola dari pendudukan Portugal dan perang saudara
puluhan tahun di negara Afrika tersebut. Namun, foto Diana dengan
pakaian pelindung yang berjalan di tengah ladang ranjau Huambo pada 15
Januari 2017 mengalihkan perhatian dunia pada masalah di Angola,
sekaligus memberi semangat bagi Organisasi Pendukung Kehidupan di Daerah
Berbahaya (HALO) Trust yang melakukan pembersihan ranjau di Angola yang
memiliki 10 juta ladang ranjau dari 37 juta ladang ranjau di seluruh
wilayah Afrika.
Mungkinkah?
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan langkah Pemerintah Indonesia
yang dilakukan selama ini dalam menyikapi krisis kemanusiaan di wilayah
Rohingya masih normatif, seperti seruan dan kecaman terhadap perlakukan
dari aparat militer di Myanmar.
"Namun perlu tindakan nyata sebagai negara yang besar dan berdaulat,
seperti membuka diri untuk memberikan perlindungan terhadap warga
Rohingya dengan memberikan tempat pengungsian di salah satu lokasi atau
pulau," ujar politikus Partai Gerindra tersebut.
Sosok Joko Widodo (Jokowi) telah dikenal sebagai pemimpin tertinggi dari negara Muslim terbesar di dunia.
Pidatonya yang menegaskan bahwa umat Islam adalah korban terbanyak
dari konflik dan radikalisme dan terorisme di hadapan para pimpinan
negara-negara Arab dan Islam serta Presiden AS Donald Trump pada
Konferensi "Arab Islamic American Summit" di Riyadh pada 21 Mei
mengokohkan perannya sebagai pemimpin Muslim dunia.
Jokowi juga jelas mengatakan bahwa jutaan umat Muslim harus keluar
dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan jutaan
generasi muda kehilangan harapan masa depannya.
Wajah Jokowi pada sampul majalah TIME edisi Oktober 2014 bertajuk "A
New Hope, Indonesian President Joko Widodo is a force for democracy",
menunjukkan betapa Indonesia dipandang sebagai negara besar dalam
berdemokrasi.
Nama besar Presiden Republik Indonesia tersebut menunjukkan besarnya
pengaruh negara kepulauan terbesar dunia tersebut di kancah dunia dalam
menghadapi persoalan global.
Bila kepala negara Indonesia tersebut mengambil langkah seperti apa
yang dilakukan pendahulunya (Soeharto) untuk kasus Rohingya, Jokowi
yang pernah disebut-sebut sebagai Satrio Piningit saat menjelang
pemilihan presiden pada 2014, mungkin akan muncul sebagai kesatria
sejati bila berkehendak blusukan ke Rakhine.
Jokowi punya seluruh kekuatan yang diperlukan untuk menjadi "harapan
baru dan kekuatan demokrasi" di kawasan Asia Tenggara. Apalagi posisi
tawar Indonesia dalam ASEAN sangat kuat, baik dalam segi politik,
ekonomi dan budaya.
Kehadiran seorang presiden Muslim dari negara Muslim terbesar di
dunia di tengah wilayah konflik Rakhine bisa menjadi efek jera bagi
pemerintah Myanmar karena kunjungan tersebut pasti mendapat sorotan
internasional yang luas dan masif, serta akan mendulang lebih banyak
dukungan bagi Indonesia dalam membela Muslim Rohingya yang tertindas.
Hanya dengan adanya sosok Jokowi di Rakhine kecaman atas pemerintah
Myanmar untuk segera menghentikan aksi kekerasan atas Muslim Rohingya
dan seruan melaksanakan solusi 4+1 akan bergaung lebih keras lagi.
Di lain pihak, selain mengkritik keras kekerasan atas Rohingya
dengan mengatakan bahwa mereka disiksa dan dibunuh hanya karena ingin
menjaga budaya dan kepercayaan mereka, Paus Fransiskus berencana
mengunjungi Myanmar dan Bangladesh pada akhir November dan awal
Desember, dua negara terjebak dalam kemelut mengenai suku kecil Muslim
Rohingya.
Vatikan, yang memastikan laporan Reuters, mengatakan pada Senin
bahwa Paus akan mengunjungi Myanmar pada 27-30 November, tepatnya ke
Yangon dan ibu kota, Naypyitaw. Ia akan mengunjungi ibu kota Bangladesh,
Dhaka, sejak 30 November hingga 2 Desember.
Bilakah Jokowi `Blusukan` ke Rohingya?
Kamis, 14 September 2017 23:24 WIB