Polres Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melakukan penyelidikan terhadap aktivitas pembuatan tambak udang di Wilayah Merbau Kelurahan Tanjung Ketapang, Kecamatan Toboali karena diduga merusak hutan mangrove yang ada di daerah itu.

Kapolres Bangka Selatan, AKBP S Ferdinand Suwarji di Toboali, Sabtu mengatakan menindaklanjuti permasalahan tersebut pihaknya telah mengutus Sat Reskrim untuk melakukan penyelidikan dan koordinasi dengan pihak pihak terkait.

"Terkait aktivitas pembuatan tambak udang yang diduga merusak mangrove tersebut, dalam dua hari ini Sat Reskrim sudah turun lapangan untuk melalukan penyelidikan.

Ia mengatakan selain melakukan penyelidikan,  pihak terus secara intens berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan data dan informasi guna menentukan langkah yang akan diambil terkait hal tersebut.

"Yang jelas kami akan bertindak sesuai dengan prosedur, namun jika ada pelanggaran administrasi itu jadi domainnya pemerintah daerah, untuk itu kami akan terus berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk menindaklanjuti permasalahan ini," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Kelompok Masyarakat Pengawas Batu Perahu menyoroti tambak udang di Wilayah Merbau Kelurahan Ketapang Kecamatan Toboali, lantaran diduga merusak kawasan mangrove yang ada di daerah itu.

"Sebagai kelompok masyarakat pengawas (pokmawas) yang salah satu fungsinya adalah mengawasi dan melaporkan dan upaya pencegahan dugaan pelanggaran pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil dan pengawasan bidang perikanan setelah mendapat informasi terkait, kami melakukan pengecekan atas laporan tersebut, kegiatan yang katanya untuk tambak, yang mirisnya di lapangan kami mendapati kegiatan ini sudah merambah hutan bakau (mangrove) pesisir pantai yang mengakibatkan luluh lantah hutan mangrove", jelas Ketua Pokmawas Batu Perahu, Joni Zuhri di Toboali, Kamis.

Menurutnya, pohon pohon mangrove yang berdiameter di atas 50 cm banyak yang ditumbangkan dengan alat berat.

"Kita ketahui hutan mangrove itu sendiri dilindungi baik oleh UU No 27 tahun 2007, sebagaimana telah diubah menjadi UU No 1 tahun 2014 tentang Kelautan dan UU No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) sesuai pasal 13 huruf f bahwa dilarang melakukan penebangan hutan di wilayah pesisir dengan jarak 130 kali selisih pasang tertinggi dan terendah", kata dia.

Ketua Nelayan Batu Perahu ini juga menambahkan aturan tersebut lengkap dengan sangsi pidana serta denda baik secara perseorangan maupun terorganisir dan terdapat juga sangsi pidana bagi pejabat yang melakukan pembiaran dan lalai sehingga terjadi kerusakan hutan.

"Dilapangan kami sempat berbicara dengan orang yang memberi arahan pekerjaan dan ketika ditanya terkait perijinan masih dalam tahap proses sekarang baru berbentuk rekomendasi dan atas persetujuan segelintir masyarakat, ini kan aneh izin dalam proses kegiatan jalan terus tanpa mengantongi izin Lingkungan, Amdal ataupun UKL - UPL, ijin pemanfaatan dan izin yg lainnya", katanya.

Ia menjelaskan, jika mengacu pada UU No 32 tahun 2009 tentang PPLH setiap orang dilarang melakukan kegiatan usaha tanpa izin lingkungan lengkap juga dengan sangsi pidana maupun denda bagi pelakunya.

"Seperti kita ketahui kawasan mangrove ini merupakan kawasan habibat bagi satwa yang dilindungi menurut Permen LHK No p.92/menlhk/setjen/kum 1/8/2018 tentang jenis  tumbuhan dan satwa yang dilindungi", katanya.

Pewarta: Eko SR

Editor : Adhitya SM


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019