Jakarta (Antara Babel) - Awalnya industri hotel menyimpan harapan yang besar terhadap Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) atas perubahan yang lebih baik bagi sektor pariwisata di Tanah Air.

Namun harapan itu tinggal sekadar kenangan seiring beredarnya surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kepada seluruh kementerian/lembaga untuk tidak melaksanakan rapat di hotel sebagai salah satu upaya penghematan anggaran negara.

Aturan pelarangan PNS menggelar kegiatan di hotel itu mulai berlaku 1 Desember 2014. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi bahkan sudah menyiapkan sanksi jika PNS melanggar.

"Bagi pejabat-pejabat negara tingkat pusat dan daerah yang mengabaikan imbauan peningkatan efesiensi dan efektifitas, bisa ditunda promosinya, didemosi, dan kena sanksi," tutur Yuddy.

Selain itu gaji ketigabelasnya tidak diturunkan dan tunjangan kinerjanya tidak diberikan.

Larangan PNS menggelar kegiatan di luar kantor pemerintahan sudah tertuang dalam surat edaran MenPAN nomor 10 tahun 2014.

Surat itu berisi larangan bagi seluruh jajaran aparatur sipil negara melakukan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan di luar instansi pemerintahan berlaku 1 Desember 2014 sehingga seluruh kegiatan penyelenggaraan pemerintahan harus dilakukan di instansi pemerintahan.

Entah kurangnya koordinasi antar kementerian, namun kebijakan itu disayangkan oleh para pejabat di lingkungan Kementerian Pariwisata yang justru sedang gencar-gencarnya mendongkrak kinerja wisata MICE (Meeting Incentive Conference dan Exhibition) yang sebagian besar disangga oleh industri perhotelan.

"Dulu pasca-bom Bali, wisata Bali bisa bangkit karena ada surat edaran dari pemerintah agar banyak menyelenggarakan acara pertemuan di hotel-hotel di Bali. Tapi kalau kondisinya sekarang justru sebaliknya, ada larangan, kami agak sedikit khawatir," kata Kepala Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Kemenpar Vincensius Jemadu.

Pihaknya sendiri segera melakukan pertemuan intensif dengan KemenPAN-RB untuk membahas persoalan itu.

    
                               Minta Dievaluasi

Merespon kebijakan itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan sangat keberatan dan meminta kebijakan pemerintah yang melarang PNS untuk rapat dan berkegiatan dinas di hotel dievaluasi atau ditinjau ulang.

"Kebijakan larangan PNS rapat di hotel tentu saja sangat bertentangan dengan tujuan pelayanan sebagai tugas utama hotel kepada publik, termasuk pegawai negeri sipil. Artinya hotel terbuka untuk melayani masyarakat termasuk PNS. Dengan adanya larangan tersebut dipastikan bisnis perhotelan akan terpuruk dan ribuan karyawannya bisa saja kehilangan pekerjaan," kata Ketua Umum PHRI Wiryanti Sukamdani.

Ia mengatakan pemerintah harus meninjau kembali kebijakan tersebut dan mengevaluasinya agar sektor perhotelan di Tanah Air tidak menjadi lesu.

Pihaknya mencatat saat ini kontribusi pajak sektor hotel dan restoran mencapai rata-rata Rp50 triliun per tahun, bahkan di beberapa daerah perhotelan memberikan PAD yang sangat besar untuk daerah, seperti di Bali dan DKI Jakarta.

"Oleh karena itu, kebijakan pemerintah tersebut sangat berpengaruh terhadap okupansi hotel, investasi perhotelan, dan merugikan ribuan karyawan hotel," katanya.

Ia menambahkan pada prinsipnya PHRI mendukung upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi dalam upaya menaikkan pendapatan negara.

Industri hotel di daerah bahkan sudah mulai terdampak kebijakan itu. Misalnya saja PHRI Bali mencatat kerugian hingga 25 persen sebagai akibat pelarangan rapat di hotel.

"Dari Kabupaten Badung dilaporkan ada sekitar 25 persen (kerugian) dari sektor MICE," kata Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.

Padahal selama ini industri MICE berkontribusi besar untuk pendapatan perhotelan di Pulau Dewata yang selama ini banyak digelar oleh kementerian, BUMN atau pemerintah daerah.

Senada dengan Tjokorda Oka, Ketua Gabungan Industri Pariwisata (GIPI) Bali, Ida Bagus Ngurah Wijaya mengaku bahwa pihaknya saat ini berupaya mengalihkan pasar ke swasta dan luar negeri.

"Kami harus buat terobosan baru seperti dengan membuat 'Bali Convention Bureau' dengan mendatangkan dari luar negeri dan swasta juga bisa. Pengaruhnya besar apalagi di Bali hampir tiap tahun ada (Mice)," katanya.

Menanggapi hal serupa Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Fiskal, Moneter, dan Publik Hariyadi Sukamdani mengusulkan untuk meminimalisir dampak negatif kebijakan larangan itu pihaknya mengusulkan pengubahan pola anggaran dari yang selama ini dilaksanakan.

"Pola anggaran harus diubah dari yang selama ini serapan anggaran rendah dianggap kinerja buruk. Kalau bisa sebaiknya kementerian atau lembaga manapun yang justru bisa menghemat lalu kinerja tercapai harus mendapatkan insentif, bukan sebaliknya," katanya.

Ia menilai anggapan tentang rapat dan kegiatan kedinasan di hotel sebagai pemborosan tidak sepenuhnya benar karena justru banyak gedung dan fasilitas pemerintahan yang belum memiliki fasilitas memadai untuk pertemuan dengan skala tertentu sehingga tetap memerlukan hotel untuk mengakomodasi peserta.

    
                                     Harus Kreatif

Menanggapi penolakan PHRI terhadap kebijakan pemerintah melarang rapat di hotel, Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengingatkan pengusaha hotel untuk kreatif.

"Hotel itu dibangun sebagai bagian dari menggerakan ekonomi dari sektor pariwisata. Tidak bertujuan menampung uang APBN, jadi salah kalau 80 persen akupansi hotel dari kegiatan pemerintahan, jadi kreatiflah cara berfikirnya," kata Menpan.

Menurut dia, larangan rapat di hotel merupakan salah satu upaya melakukan efisiensi anggaran pemerintah dan merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pemborosan nasional.

Menpan mengatakan, melakukan rapat di hotel merupakan salah kaprah, karena ada tersedia tempat yang bagus di kantor-kantor kementerian, kedinasan, pemerintah daerah yang dapat dijadikan tempat rapat.

Ia menyebutkan, pihaknya menerima masukan dari berbagai pihak terkait kebijakan tersebut, termasuk dari PHRI. Namun, kebijakan larang rapat di hotel merupakan hal prerogatif pemerintah untuk memberikan perintah kepada aparatur sipil negara untuk berdisiplin menjalankan konstitusi dan tidak perlu ada negosiasi.

Kebijakan tersebut telah mendapat restu dari DPR RI, sehingga dapat dijalankan. Terkait adanya ancaman akan ada hotel yang gulung tikar, ia yakin hal tersebut tidak akan terjadi.

"Karena tujuan dibuatnya hotel bukan untuk menampung penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dilakukan di dalam fasilitas-fasilitas yang sudah tersedia milik negara, anggaran dari mana DPR yang ketok palu untuk bikin aula, bikin gedung, bikin pusat pendidikan. Kami bisa dimarahi DPR kalau anggaran yang disetujui tidak digunakan dengan optimal," kata Menpan.

Menpan menambahkan, rapat di hotel bisa saja dilaksanakan, apabila di daerah tersebut tidak ada fasilitas pemerintah yang memadai untuk menampung kegiatan rapat.

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengatakan, maksud pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut sebagai hal yang bagus yakni menghemat anggaran negara.

Menurut Fadli, masih ada fasilitas pemerintah yang bisa menampung rapat atau kegiatan pemerintahan.

"Saya kira gagasan itu bagus untuk bisa berhemat. Kecuali fasilitas pemerintah yang ada tidak bisa menampung, misalnya rapat dengan 200 orang, gedungnya menampung tetapi peserta akan nginap dimana. Jadi harus dipikirkan teknisnya seperti apa," kata Fadli.

Dia menambahkan, dalam menjalankan kebijakan ini pemerintah harus flesibel, semisal ada mes-mes milik pemerintah yang bisa menampung dalam pertemuan kecil dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai contoh DPR RI setiap kali ada pertemuan memanfaatkan wisma Kopo yang ada di Cisarua Puncak.

"Artinya tidak melupakan kekhawatiran PHRI, kita juga harus kreatif.  Dilemanya, adalah unsur belanja negara dan belanja negara itu, termasuk masalah hotel, restoran dan lain-lain, kita harapkan kebijakan ini tidak harus saklek, tidak harus drastis," kata Fadli.

Kreatif pada akhirnya menjadi kata kunci untuk meredam kegalauan industri perhotelan yang pasti akan merasakan dampak langsung dari kebijakan itu.

Pewarta: Oleh: Hanni Sofia Soepardi

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014