Jakarta (Antara Babel) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyadari bahwa keputusan yang diambil terkait dengan konflik dualisme dalam suatu parpol pasti tidak akan memuaskan semua pihak yang bertikai.
"Ini pasti tidak memuaskan semua pihak," kata Yasonna Laoly di lingkungan Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, meski tidak memuaskan tetapi hal tersebut harus diputuskan karena paling berbahaya bila isu dualisme parpol tidak diputuskan.
Ia mengemukakan dengan putusan tersebut, parpol yang sedang bersengkata tersebut juga bisa mendaftarkan calonnya untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Menkum HAM juga menginginkan sejumlah parpol yang sedang bertikai secara internal dapat segera berdamai untuk kebaikan bersama dari parpol tersebut. "Kalau bisa dipermudah untuk apa dipersulit," ujarnya.
Sebelumnya, pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti mengungkapkan musyawarah untuk mufakat seharusnya dijalankan oleh partai politik, khususnya yang sedang mengalami konflik internal.
"Jika kita tarik masalah konflik partai ke UUD 1945 musyawarah mufakat itu untuk apa. Ini kan partai-partai bicaranya selalu tentang musyawarah mufakat yang merupakan penjelmaan dari sila ke empat Pancasila. Musyawarah mufakat kalo ke pengadilan tidak ada musyawarah mufakatnya," kata, Ray saat dihubungi di Jakarta, Minggu (3/5).
Hal tersebut dikatakan Ray saat menyoroti dualisme kepengurusan partai politik yang dialami beberapa parpol seperti PPP serta Golkar, dan kini sedang ramai di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ray memandang kisruh dalam kepengurusan partai politik seharusnya diselesaikan secara internal saja karena memang sudah ada forumnya yaitu mahkamah partai sesuai Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang partai Politik.
"Jika mau jujur, UU parpol kita saat ini sudah sangat bagus dengan mengembalikan sengketa kepengurusan parpol untuk diselesaikan secara internal oleh mahkamah partai," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Ini pasti tidak memuaskan semua pihak," kata Yasonna Laoly di lingkungan Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, meski tidak memuaskan tetapi hal tersebut harus diputuskan karena paling berbahaya bila isu dualisme parpol tidak diputuskan.
Ia mengemukakan dengan putusan tersebut, parpol yang sedang bersengkata tersebut juga bisa mendaftarkan calonnya untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Menkum HAM juga menginginkan sejumlah parpol yang sedang bertikai secara internal dapat segera berdamai untuk kebaikan bersama dari parpol tersebut. "Kalau bisa dipermudah untuk apa dipersulit," ujarnya.
Sebelumnya, pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti mengungkapkan musyawarah untuk mufakat seharusnya dijalankan oleh partai politik, khususnya yang sedang mengalami konflik internal.
"Jika kita tarik masalah konflik partai ke UUD 1945 musyawarah mufakat itu untuk apa. Ini kan partai-partai bicaranya selalu tentang musyawarah mufakat yang merupakan penjelmaan dari sila ke empat Pancasila. Musyawarah mufakat kalo ke pengadilan tidak ada musyawarah mufakatnya," kata, Ray saat dihubungi di Jakarta, Minggu (3/5).
Hal tersebut dikatakan Ray saat menyoroti dualisme kepengurusan partai politik yang dialami beberapa parpol seperti PPP serta Golkar, dan kini sedang ramai di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ray memandang kisruh dalam kepengurusan partai politik seharusnya diselesaikan secara internal saja karena memang sudah ada forumnya yaitu mahkamah partai sesuai Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang partai Politik.
"Jika mau jujur, UU parpol kita saat ini sudah sangat bagus dengan mengembalikan sengketa kepengurusan parpol untuk diselesaikan secara internal oleh mahkamah partai," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015