Perth (Antara Babel) - Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott yang sejak berkuasa tahun 2013 menerapkan kebijakan menghentikan dan membalikkan arah perahu pencari suaka, telah menjadi inspirasi negara-negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand ketika menghadapi manusia perahu dari Myanmar dan Bangladesh.

Koalisi Aksi Pengungsi Australia (RAC), Selasa, menyatakan protes keras terhadap kebijakan PM Abbott ini karena pada akhirnya hanya membuat banyak nyawa para manusia perahu melayang di lautan yang buas.

Menurut pengacara hak asasi manusia, Julian Burnside QC, Australia harus turut membantu menyelesaikan krisis manusia perahu di Asia Tenggara, dan kebijakan Australia yang menolak perahu para pencari suaka telah menjadi inspirasi negara-negara di Asia Tenggara.

Ketua RAC, Paul Power, menyebutkan kebijakan membalikkan arah perahu seharusnya tidak boleh terjadi karena hal ini membuat negara lain harus menerima "getahnya", dan dengan begini Australia melempar kewajiban kemanusiaan dan kewajiban internasionalnya kepada negara lain.

"Australia telah melempar kewajiban-kewajibannya untuk menerima pengungsi kepada Indonesia. Jika Thailand, Malaysia, dan Indonesia sekarang mengikuti apa yang sudah dicontohkan oleh Australia dengan membalikkan manusia perahu Rohingya ke laut, mereka akan tewas di laut karena tidak ada negara yang mau memberikan status suaka kepada mereka," kata dia.

"Ini adalah hasil dari kebijakan yang irasional dan tidak berperikemanusiaan `menghentikan perahu (ala Australia)," tegasnya.

Sementara itu Ian Rintoul yang juga dari RAC menegaskan pihaknya menolak kebijakan membalikkan arah perahu karena mereka seharusnya diizinkan untuk mendarat di mana pun mereka inginkan.

(Tony Abbott) adalah satu-satunya yang begitu di kawasan Indo-Pasifik, tidak ada orang lain yang mempromosikan kebijakan membalikkan arah perahu-perahu dan mengajak negara-negara lain untuk melanggar hukum internasional, tambahnya.

"Setidaknya Indonesia dan Malaysia masih mengizinkan beberapa pengungsi untuk mendarat, tidak seperti Australia yang membanting pintu rapat-rapat terhadap semua pengungsi," kata Rintoul sebagaimana dikutip dari harian "The Australian".

Pewarta: Ella Syafputri

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015