Jakarta (Antara Babel) - Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengungkapkan tantangan yang dihadapi anggota Lembaga Sensor Film, salah satunya bersinergi dengan Komisi Penyiaran Indonesia.
"Kami harap anggota LSF kedepan bisa bersinergi dengan KPI untuk proses sensor televisi," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan selama ini yang sering terjadi antara kedua institusi itu adalah banyak program-program yang dinyatakan lulus sensor oleh LSF namun mendapat teguran dari KPI.
Tantangan kedua menurut dia, anggota LSF harus bisa ikut mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perfilman nasional. Hal itu menurut dia mengingat kondisi perfilman nasional mengalami penurunan.
"Anggota LSF harus bisa mendorong timbuh kembang industri perfilman nasional," ujarnya.
Dia juga menekankan bahwa produk seni dan budaya juga harus memiliki misi yang harus memperhatikan sisi kedaulatan negara.
Menurut dia, perfilman nasional dan produknya bisa menjadi alat propaganda khususnya untuk menjaga kedaulatan negara.
"(Kedaulatan) merupakan misi masing-masing calon anggota LSF namun kami berpandangan selain produk seni budaya dan punya misi terkait fungsi LSF harus memperhatikan kedaulatan," tuturnya.
Selain itu, dia mengatakan UU No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman mengatur anggota LSF dari 45 orang menjadi 17 orang. Namun menurut dia ada lapis kedua yang disebut tenaga sensor untuk mendukung kinerja 17 anggota LSF tersebut.
"Terkait 'take home pay' anggota LSF senilai Rp5 juta, kami sedang identifikasi dan sampaikan pada pemerintah agar segera melakukan peninjauan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Kami harap anggota LSF kedepan bisa bersinergi dengan KPI untuk proses sensor televisi," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan selama ini yang sering terjadi antara kedua institusi itu adalah banyak program-program yang dinyatakan lulus sensor oleh LSF namun mendapat teguran dari KPI.
Tantangan kedua menurut dia, anggota LSF harus bisa ikut mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perfilman nasional. Hal itu menurut dia mengingat kondisi perfilman nasional mengalami penurunan.
"Anggota LSF harus bisa mendorong timbuh kembang industri perfilman nasional," ujarnya.
Dia juga menekankan bahwa produk seni dan budaya juga harus memiliki misi yang harus memperhatikan sisi kedaulatan negara.
Menurut dia, perfilman nasional dan produknya bisa menjadi alat propaganda khususnya untuk menjaga kedaulatan negara.
"(Kedaulatan) merupakan misi masing-masing calon anggota LSF namun kami berpandangan selain produk seni budaya dan punya misi terkait fungsi LSF harus memperhatikan kedaulatan," tuturnya.
Selain itu, dia mengatakan UU No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman mengatur anggota LSF dari 45 orang menjadi 17 orang. Namun menurut dia ada lapis kedua yang disebut tenaga sensor untuk mendukung kinerja 17 anggota LSF tersebut.
"Terkait 'take home pay' anggota LSF senilai Rp5 juta, kami sedang identifikasi dan sampaikan pada pemerintah agar segera melakukan peninjauan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015