istem pendidikan yang merdeka dari buku "Totto-Chan" diulas di festival literasi Ruang Tengah bersama Pendidik dan Pendiri Sekolah & Kampus Guru Cikal Najelaa Shihab, Kepala BSKAP (Badan Standar, Kurikulum & Asesmen Pendidikan) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Anindito Aditomo.
Karakter Totto-chan dalam buku Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela adalah anak yang tumbuh di lingkungan pendidikan konservatif. Rasa ingin tahu, imajinasi, dan kreativitasnya tidak terwadahi secara maksimal oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. Cerita dalam buku ini mengingatkan kita tentang dunia pendidikan di Indonesia, jelas Manajer Departemen Fiksi dan Anak Gramedia Pustaka Utama Nina Andiana dalam keterangan resmi, Jumat.
Buku "Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela" banyak memberikan gambaran tentang bagaimana seorang bocah belajar dalam lingkungan yang kerap melabelinya sebagai anak nakal dan anak malas tanpa memperhatikan aspek lain, seperti minat dan kemampuan anak di bidang tertentu. Dari sana, kita tahu pentingnya memahami bahwa anak-anak yang punya rasa ingin tahu tinggi terhadap hal-hal di luar pelajaran bukanlah anak yang bermasalah.
"Dalam sesi 'Merdeka dalam Belajar' ini", lanjut Nina Andiana, "Kita akan menggali lebih dalam apakah pengalaman belajar Totto-chan sebelum bertemu Pak Guru Kobayashi masih banyak dialami atau dirasakan anak-anak Indonesia di masa sekarang? Apakah dunia pendidikan di Indonesia telah berhasil mengakomodasi kebutuhan anak-anak kita?"
Pada sesi sore ini, Najelaa Shihab juga akan memaparkan konsep merdeka belajar agar anak dapat bereksplorasi, dengan guru sebagai fasilitator. Ia akan mengemukakan tantangan apa saja yang dihadapinya ketika menerapkan konsep ini pada sekolah di Indonesia.
Sementara, Anindito Aditomo akan menyampaikan bagaimana implementasi sistem kurikulum Merdeka Belajar di Indonesia, serta memaparkan proses pembaharuan kurikulum tersebut yang ditetapkan pemerintah terhadap dunia pendidikan kita saat ini.
Festival literasi Ruang Tengah masih akan digelar secara daring sampai dengan Minggu, 31 Juli 2022 mendatang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022
Karakter Totto-chan dalam buku Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela adalah anak yang tumbuh di lingkungan pendidikan konservatif. Rasa ingin tahu, imajinasi, dan kreativitasnya tidak terwadahi secara maksimal oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. Cerita dalam buku ini mengingatkan kita tentang dunia pendidikan di Indonesia, jelas Manajer Departemen Fiksi dan Anak Gramedia Pustaka Utama Nina Andiana dalam keterangan resmi, Jumat.
Buku "Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela" banyak memberikan gambaran tentang bagaimana seorang bocah belajar dalam lingkungan yang kerap melabelinya sebagai anak nakal dan anak malas tanpa memperhatikan aspek lain, seperti minat dan kemampuan anak di bidang tertentu. Dari sana, kita tahu pentingnya memahami bahwa anak-anak yang punya rasa ingin tahu tinggi terhadap hal-hal di luar pelajaran bukanlah anak yang bermasalah.
"Dalam sesi 'Merdeka dalam Belajar' ini", lanjut Nina Andiana, "Kita akan menggali lebih dalam apakah pengalaman belajar Totto-chan sebelum bertemu Pak Guru Kobayashi masih banyak dialami atau dirasakan anak-anak Indonesia di masa sekarang? Apakah dunia pendidikan di Indonesia telah berhasil mengakomodasi kebutuhan anak-anak kita?"
Pada sesi sore ini, Najelaa Shihab juga akan memaparkan konsep merdeka belajar agar anak dapat bereksplorasi, dengan guru sebagai fasilitator. Ia akan mengemukakan tantangan apa saja yang dihadapinya ketika menerapkan konsep ini pada sekolah di Indonesia.
Sementara, Anindito Aditomo akan menyampaikan bagaimana implementasi sistem kurikulum Merdeka Belajar di Indonesia, serta memaparkan proses pembaharuan kurikulum tersebut yang ditetapkan pemerintah terhadap dunia pendidikan kita saat ini.
Festival literasi Ruang Tengah masih akan digelar secara daring sampai dengan Minggu, 31 Juli 2022 mendatang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022