Terdakwa kasus perintangan keadilan (obstruction of justice) dalam penyidikan pembunuhan Brigadir Nofiransyah Yosua Hutabarat, AKP Irfan Widyanto, membantah sejumlah keterangan yang disampaikan oleh saksi Abdul Zapar selaku satpam Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu, Zapar mengaku Irfan menyatakan akan mengambil perangkat digital video recorder (DVR) kamera pengawas (CCTV) yang merekam kejadian di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo karena akan diganti dengan perangkat lebih bagus.

"Saya tidak bilang agar lebih bagus, tapi saya bilang saya dapat perintah dari pimpinan," kata Irfan dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu.

Irfan juga membantah keterangan Zapar yang menyebut dia dihalang-halangi saat hendak melaporkan kepada ketua RT saat peristiwa pergantian perangkat DVR CCTV tersebut.

"Saya keberatan terkait menghalangi untuk menghubungi ketua RT; karena faktanya, ketika saya datang, saya mengizinkan untuk menghubungi," tambah Irfan.

Irfan pun mengatakan Zapar kerap keluar masuk pos satpam ketika penggantian DVR CCTV berlangsung. Hal tersebut, katanya, bisa ditanyakan ke saksi Tjong Djiu Fung alias Afung yang merupakan pemilik usaha CCTV.

"Terakhir, terkait tiga sampai lima orang, mohon dihadirkan untuk memastikan siapa yang menghalangi Saudara Zapar," kata Irfan.

Sebelumnya, dalam persidangan itu, Zapar memberikan kesaksian bahwa pada 9 Juli 2022 dia didatangi oleh Irfan bersama tiga hingga lima orang lain untuk meminta penggantian DVR CCTV dengan alasan ingin meningkatkan kualitas gambar.

"Dia jelaskan untuk memperbagus kualitas gambar," kata Zapar di hadapan majelis hakim.

Kemudian, Zapar menjelaskan bahwa penggantian DVR CCTV harus melapor kepada ketua RT setempat terlebih dahulu. Namun, lanjutnya, Zapar mengaku justru dihalang-halangi ketika hendak melapor ke ketua RT oleh pihak yang tidak ia kenal karena mengenakan masker.

"Setelah dia mau ganti DVR, saya keluar minta izin lapor ke RT, dan mereka datangi saya 'Mau ke mana, Pak?' Saya mau lapor RT karena kan mau ganti DVR. Katanya, 'Sudah enggak usah, Pak, kita cuma mau perbagus gambar'," kata Zapar menirukan dialog saat kejadian.

Zapar menambahkan dirinya akhirnya berada di luar pos saat Irfan dan rekan-rekannya mengganti DVR.

"Saat saya mau lapor Pak RT enggak jadi, terus saya enggak bisa bergerak, jadi di luar pos saja," tambahnya.

Usai persidangan, kuasa hukum Irfan, Henry Yosodiningrat, membantah kesaksian Zapar yang mengaku dihalangi ketika hendak melaporkan penggantian DVR CCTV ke ketua RT setempat.

"Saya tanya siapa di antara orang-orang itu yang melarang, juga dia enggak bisa menyebutkan. Saya tanya, ada ancaman enggak, ternyata juga tidak ada ancaman. Artinya, saya menyimpulkan dari keterangan saksi satu ini tadi, bahwa mereka (terdakwa) datang tidak disertai dengan ancaman, tidak memaksa, tidak melarang untuk minta izin ke pak RT," kata Henry.

Sebelumnya, Rabu (19/10), Irfan disebut berperan sebagai pihak yang mengganti DVR CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo tanpa dilengkapi surat tugas maupun berita acara penyitaan. Perbuatan Irfan itu diduga melanggar ketentuan KUHAP dalam melaksanakan tindakan hukum terkait barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana.

JPU mendakwa Irfan dengan Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 233 subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Irfan adalah satu dari tujuh terdakwa kasus obstruction of justice terkait pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Enam terdakwa lainnya adalah Irjen Pol. Ferdy Sambo, Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, Kompol Baiquni Wibowo, AKBP Arif Rachman Arifin, Kombes Pol. Agus Nurpatria Adi Purnama, dan Kompol Chuck Putranto.

 

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022