Terik matahari yang menyengat siang itu tidak menyurutkan hati sejumlah jamaah laki-laki untuk melaksanakan Shalat Jumat pertama sejak gempa magnitudo 5,6 mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Senin (21/11) siang.
 
Beralaskan terpal kecokelatan yang membentang di atas jalan menuju Kampung Banjar Pinang, Desa Cijedil, Kabupaten Cianjur, dan di depan tenda pengungsian, sekitar 50 laki-laki terdiri atas orang dewasa, lansia, hingga anak-anak laki-laki berbaur dengan Tim SAR gabungan Polri dan Basarnas, duduk berjejer membentuk saf shalat.
 
Panasnya matahari terasa ketika melangkahkan kaki di atas terpal yang menjadi alas, namun jamaah tetap duduk dalam sabar mendengarkan suara adzan yang dikumandangkan oleh muadzin Bripda Iqbal, anggota Resimen II Pasukan Pelopor, Korps Brimob Polri.
 
Warga pun hanyut dengan suara adzan yang dikumandangkan menghadap kiblat, dengan khitmat menanti Khutbah Jumat yang disampaikan Aiptu Zikron Abdillah.
 
Dalam khutbahnya, khatib menyampaikan musibah adalah ujian dari Allah yang datang silih berganti melanda Tanah Air, tidak ada putusnya, harusnya menjadikan Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sabar. Sebagaimana dalam firman Allah di Surah Albaqarah Ayat 156.
 
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-NYA lah kami kembali)".
 
Selayaknya, dari musibah itu justru meningkatkan kadar iman seseorang, dilihat dari caranya menyikapi peristiwa yang musibah itu.
 
Dalam jaran agama, bencana adalah cobaan untuk menguji keberserahan dan ketakwaan kepada Allah sang Maha Pencipta, meskipun sabar itu tidak mudah, seperti yang tertulis dalam Alquran Surah At- Taghabun Ayat 11.
 
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah, dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
 
Salah satu amalan ringan agar diberikan kesabaran dalam menghadapi musibah adalah berzikir, dan amalan paling besar adalah bersyukur dalam kondisi apapun.
 
“Semoga dengan bencana ini Allah memberikan kemudahan, ada hikmah yang terkandung dalam musibah ini,” ujar khatib.
 
Pelang gapura Masjid At Taqwa, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, rusak akibat gempa 5,6 magnitudo, Minggu (27/11/2022) (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Kerusakan tempat ibadah
 
Usai khutbah Jumat ditutup dengan doa, ikamah dilantunkan oleh Ipda Rasnawi, jamaah berdiri dan bersiap melaksanakan Shalat Jumat yang dilanjutkan dengan Shalat Ghaib untuk korban gempa Cianjur yang meninggal dunia.
 
Shalat Jumat dipimpin oleh Ustadz Usmar Sumilar pengasuh Madrasyah Diniyah Awaliyah serta imam Masjid Umar bin Khatab.
 
Suaranya bergetar saat melantunkan ayat suci Alquran dalam setiap rakaat shalat, dan jamaah tertunduk penuh kekhusyukan dalam ibadahnya. Sebagai pengungsi, mengingat gempa yang memorakporandakan rumah mereka, dan sebagai relawan harus berjibaku untuk menyelamatkan korban, mendistribusikan logistik, hingga membangkitkan lagi semangat warga yang tertimpa musibah.
 
Semua rasa bersatu, shalat diakhiri salam serta berselawat bersama sambil bersalam-salaman. Suasana haru terasa, seperti momen hari raya, namun dalam suasana duka.
 
Adnan (54), salah satu warga yang memandang haru suasana Shalat Jumat pascagempa yang dilaksanakan dalam kondisi memprihatinkan. Hampir 80 persen bangunan rumah warga di kampung itu rusak, termasuk Masjid Umar bin Khatab.
 
“Ada rasa haru, apalagi ini Jumatan pertama setelah gempa, mengingat kembali bagaimana dahsyatnya gempa merusak rumah-rumah warga, termasuk rumah saya,” kata Adnan.
 
Dari 200 lebih jiwa yang mengungsi di lokasi itu, hanya satu jiwa yang tercatat meninggal dunia akibat gempa. Namun, kerusakan rumah membuat para penyintas belum bisa kembali tinggal di rumahnya.
 
Ustadz Usmar Sumilar mengajak ANTARA melihat kondisi masjid yang berada di tengah perkampungan. Selain atapnya yang rontok, plafon bangunan ambruk, dan keretakan bangunan memperburuk tampilan masjid berwarna hijau indah itu.
 
“Masjid kami rusak, ambruk, tidak aman untuk digunakan sebagai tempat shalat,” kata Ustadz Usmar.
 
Tak hanya Masjid Umar bin Khatab yang rusak dan hancur. Pemandangan ketika menyusuri sejumlah wilayah terdampak gempa sangat memprihatinkan. Ada kubah masjid yang miring, genteng-genteng yang bolong, bahkan pintu masuk masjid yang ambruk.

Sepanjang pengamatan saat melintas dari Kota Cianjur menuju Sarongge, terdapat sejumlah masjid yang rusak tidak bisa lagi digunakan, seperti Masjid At Taqwa di Jalan Raya Cianjur-Cipanas, Masjid Al Firdaus dekat Cafe Sinta.
 
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah rumah dan bangunan yang rusak cukup banyak, meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas ibadah dan perkantoran.
 
Data kerusakan infrastruktur ini terus bertambah setiap harinya. Per Jumat (25/11) ada 363 sekolah yang rusak dan 144 tempat ibadah.
 
Warga di Kampung Banjar Pinang, Desa Cijedil di Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, salat dan istirahat di tenda pengungsian, Jumat  (25/11/2022) (ANTARA/Laily Rahmawaty)


Semangat pulih
 
Sejatinya gempa itu tidak membunuh dan melukai, tetapi bangunan yang tidak memenuhi standar aman gempa yang ambruk menimpa penghuninya menjadi penyebab jatuhnya korban jiwa dan luka-luka,  termasuk atap rumah yang menggunakan genteng, juga rawan mencederai.
 
Gempa Cianjur telah menyebabkan korban meninggal dunia dan luka-laka. Data BNPB per Sabtu (26/11) mencatat 318 jiwa yang meninggal dunia.
 
Sementara itu, akumulasi korban luka-luka sejak awal kejadian berjumlah 7.729 orang, dengan rincian luka berat 545 orang, luka ringan 7.134 orang.
 
Korban luka berat yang masih dirawat hingga saat ini sebanyak 108 orang. Sementara untuk korban luka ringan yang sudah tertangani sudah kembali ke rumah masing-masing.
 
Selanjutnya untuk jumlah warga mengungsi sebanyak 73.693 orang. Saat ini BNPB bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan UNFPA telah menyurvei data pengungsi terpilah untuk mengetahui distribusi usia, jenis kelamin, dan kelompok rentan di pos pengungsian.
 
lokasi pengungsian yang telah disurvei sebanyak 207 titik. Jumlah keluarga yang disurvei sebanyak 21.566 KK dengan total pengungsi sebanyak 45.976 jiwa. Mereka terdiri atas laki-laki 20.002 jiwa, wanita 25.974 jiwa, penyandang disabilitas 65 jiwa. Pemetaan daerah-daerah terpencil sulit dijangkau oleh kendaraan darat.
 
Hari ketujuh pascagempa, warga Cianjur masih bertahan di tenda-tenda pengungsian, beberapa tempat yang ditemui warga mulai berbenah, ada yang membetulkan atap genteng, ada yang juga membersihkan isi rumah.
 
Namun ada juga yang memilih mengungsi ke rumah sanak saudara. Tukinah (58), membongkar isi rumahnya membawa barang seperlunya, seperti kompor, pakaian, penanak nasi, dan Alquran yang ia dekap di pelukan.
 
Rumah Tukinah dalam kondisi retak, namun karena berada di jalur evakuasi korban gempa yang tertimbun longsor di Kampung Cugenang, Desa Cijedil, ia diberitahu petugas bahwa rumahnya akan kena pembongkaran untuk jalur lintas kendaraan berat.
 
Ibu dua orang anak itupun mendapat bantuan dari Pasukan Pelopor Korps Brimob Polri Resimen II, yang sedang bertugas melakukan pencarian dan evakuasi korban meninggal. Brimob dengan sigap membantu Tukinah mengangkat kuali, penanak nasi, hingga buntelan pakaian.
 
Tukinah akan mengungsi ke rumah sanak saudaranya, sampai mendapat kepastian bantuan perbaikan rumah dari pemerintah.

"Terima kasih nak, sudah membantu saya," kata Tukinah kepada pasukan Brimob yang sudah membantunya evakuasi.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022