Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, memasang "tapping box" atau alat pencatat transaksi di sejumlah lokasi usaha wisata untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.

Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kabupaten Bangka Barat Miwani di Mentok, Senin, mengatakan bahwa alat pencatat transaksi ini dipasang di tempat usaha wisata untuk mengoptimalkan potensi pendapatan daerah dari sektor pariwisata.

"Alat ini dipasang untuk merekam transaksi pelaku usaha, pada tahap awal sudah kami pasang lima unit untuk mengetahui potensi pajak di restoran, rumah makan, katering, dan kafe, dan saat ini kami tambah tiga unit di kafe dan dua hotel yang ada di Mentok," katanya.

Menurut dia, fungsi "tapping box" adalah sebagai alat pencatatan data transaksi, dan dalam pemasangan alat ini Pemkab Bangka Barat bekerja sama dengan pelaku usaha yang diharapkan bisa menggali potensi pendapatan daerah.

"Biaya pajak yang dikenakan ditanggung oleh konsumen yang makan atau menikmati di tempat tersebut. Ini merupakan pajak, bukan retribusi," kata Miwani.

Ia mencontohkan, jika harga nasi satu porsi Rp15 ribu maka konsumen membayar Rp16.500 karena Rp1.500 merupakan tarif pajak daerah untuk jenis pajak restoran, besaran jumlah ini sesuai dengan Perda Kabupaten Bangka Barat.

Menurut dia, dengan pola seperti itu para pelaku usaha tidak keberatan, bahkan ada beberapa yang mendukung pemasangan "tapping box" karena sebenarnya retribusi dari pelaku usaha tidak ada.

"Hal ini diatur melalui perjanjian kerja sama antara pelaku usaha dan pemerintah daerah," ujarnya.

Miwani menyampaikan pelaku usaha merupakan mitra pemerintah dalam menggali potensi pendapatan daerah sehingga dengan adanya kerja sama tersebut diharapkan bisa membantu daerah dalam meningkatkan pendapatan dari sisi pajak.

Wakil Bupati Bangka Barat Bong Ming Ming mengatakan selain untuk meningkatkan pendapatan daerah, pemasangan alat tersebut juga untuk mendorong penggunaan pembayaran nontunai dan memudahkan akses pengusaha, terutama Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), terhadap pembayaran pajak.

"Kami juga menerima beberapa masukan dari beberapa pengusaha UMKM, sehingga dilakukan revisi perda terkait tarif pajak retribusi. Dalam diskusi dengan Kepala BP2RD, kami membahas kemungkinan membuat tarif retribusi berdasarkan tipe usaha dan persentase pendapatan," katanya.

Hal ini sedang dalam tahap kajian dan akan dijadikan naskah akademis, agar kebijakan terkait pajak tidak memberatkan pengusaha UMKM karena jika tidak mengenakan retribusi, kewajiban tetap 10 persen, sesuai dengan perda dan undang-undang.

"Semua tergantung pada pengusaha, dengan pilihan untuk membebankan tarif tersebut kepada konsumen atau menanggung sendiri dengan mengurangi keuntungan. Hal ini dilakukan berdasarkan amanat Undang-Undang, karena jika tidak dilakukan akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), oleh karena itu diperlukan kebijakan baru berupa perda terkait tarif retribusi sesuai dengan besaran pendapatan usaha agar tidak memberatkan," katanya.

Pemkab Bangka Barat juga akan melakukan kajian bersama dinas terkait mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk membangkitkan UMKM dari sisi pemasaran.

Pewarta: Donatus Dasapurna Putranta

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023