Jakarta (Antara Babel) - Anggota DPR Komisi VII dari fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo dituntut sembilan tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 12 tahun karena dinilai menerima suap sebesar 177.700 dolar Singapura (sekitar Rp1,7 miliar).
"Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa berupa pidana penjara masing-masig selama sembilan tahun dan pidana denda masing-masing sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan," kata ketua jaksa penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat supaya memutuskan satu, menyatakan terdakwa I Hj Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo dan terdakwa II Bambang Wahyuadi terbuki secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama," kata Kiki.
Jaksa juga meminta agar hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih selama 12 tahun atas Dewi Limpo terkait kasus mengupayakan anggaran pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai Provinsi Papua itu.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa 1 berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan jabatan publik/jabatan politik selama tiga tahun lebih lama dari pidana pokoknya," tambah jaksa Kiki.
Alasannya karena perbuatan Dewie dinilai mencederai amanah rakyat.
Khusus untuk terdakwa 1, jabatan anggota DPR merupakan jabatan politis yakni jabatan yang diperoleh melalui proses politik yang untuk mencapai jabatan itu seseorang harus didukung oleh partai politik dan rakyat.
Karena perbuatan terdakwa 1 sebagaimana dalam perkara a quo telah mencederai amanah rakyat pemilihnya sudah sepatutnya kepada terdakwa dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan jabatan publik/jabatan politis seperti jabatan presiden, wakil presiden, menteri, kepala atau wakil kepala daerah, atau anggota legislatif di tingkat pusat dan daerah serta jabatan publik/politis lain yang mengurusi hajat hidup orang banyak sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 ayat 1 huruf d UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jis pasal 35 ayat 1 angka 1 dan pasal 38 ayat 1 angka 2 KUHP," tegas jaksa Kiki.
Jaksa juga menganggap keduanya tidak mengakui perbuatan.
"Perbuatan para terdakwa membuat buruk citra DPR RI, tidak memberikan contoh teladan kepada rakyat dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi tapi justru memanfaatkan jabatan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Para terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatannya," ungkap jaksa Kiki.
Dewie bersama Bambang Wahyuhadi selaku tenaga ahli Dewie bersama-sama dengan Rinelda Bandaso yang merupakan asisten administrasi Dewie, menerima uang sejumlah 177.700 dolar Singapura dari Kepala Dinas ESDM kabupaten Deiyai, Papua Irenius Adii dan pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi Jusuf.
Tujuannya adalah agar Dewie mengamankan usulan bantuan dana pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai tahun 2015.
Dewie mengenai Irenius melalui Rinelda pada 30 Maret 2015. Pada saat itu Irenius meminta agar Dewie menyampaikan permintaan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro sehingga pada 30 Maret 2015 setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Dewi memperkenalkan Irenius dengan Menteri ESDM Sudirman Said dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Rida Mulyana.
Dewie pada rapat itu juga menyampaikan kabupaten Deiyai sangat membutuhkan listrik, sehingga Menteri ESDM Sudirman Said menyarankan agar Irenius memasukkan proposal ke Kementerian ESDM.
Dewie kemudian meminta Rinelda agar Irenius menyerahkan Laporan Hasil Survey Rencana Pembangunan Jaringan Distribusi dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kabupaten Deiyai untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. Dewie pun meminta agar Rinelda aktif menanyakan tindak lanjut proposal itu kepada Kementerian ESDM.
Kemudian pada 28 September 2015, Dewie bersama Rinelda dan Bambang Wahyuhadi bertemu dengan Irenius dan dalam pertemuan itu Dewie kembali meminta Irenius menyiapkan dana pengawalan sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan yaitu Rp50 miliar dan Irenius mengatakan akan mengupayakannya.
Baru pada 11 Oktober 2015, Irenius menyampaikan bahwa sudah ada pengusaha yang akan menyediakan dana pengawalan dengan syarat ada jaminan pengusaha dimaksud yang akan menjadi pelaksana pekerjaannya sehingga harus disuhakan melalui skema dana Tugas Pembantuan (TP).
Pada 18 Oktober 2015 di Restoran Bebek Tepi Sawah Pondok Indah Mall 2 Jakarta dilakukan pertemuan antara Dewie Limpo, Bambang, Irenius, Setiady dan Stefanus Harry Jusuf rekan Setiady dan disepakati Dewie akan menerima dana pengawalan 7 persen dari anggaran yang diusulkan dan meminta Setiady menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengesahan APBN 2016 ke Ine.
Rinelda pun menjelaskan bahwa Dewie sudah menyampaikan proposal ke Bangar dan setelah mendengar penjelasan, Setiadi pun sepakat menyerahkan setengah dana pengawalan sebsar Rp1,7 miliar dalam bentu dolar Singapura.
Uang pun diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura dan sebagai jaminan yang ditandatangani oleh Rinelda mewakili Dewie dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiadi serta Irenius sebagai saksi. Isi surat adalah uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan.
Rinelda pun menerima 1.000 dolar Singapura dari Setiady karena membantu pengurusan proyek tersebut.
"Terdakwa 1 dan terdakwa 2 melalui Rinelda telah menerima uang yang seluruhnya 177.700 dolar Singapura dari Irenius Adii pada 20 Oktober, uang itu adalah untuk pengurusan dana yang berasal dari pengusaha Setiady Jusuf. Rinelda juga menerima 1.000 dolar Singapura sehingga dapat dikualifisir sebagai penerimaan hadiah," tambah jaksa.
Usai mendengarkan tuntutan tersebut Dewie tampak lemas dan sedih.
"Saya memperjuangkan aspirasi rakyat, tapi pada akhirnya saya dituntut setinggi ini. Saya pikir terlalu berat dan tidak adil. Yang jelas saya tidak merugikan keuangan negara, saya tidak korupsi dan saya bukan koruptor, saya hanya memperjuangkan aspirasi rakyat," kata Dewie.
Terkait perkara ini, Rinelda sudah divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider satu bulan kurungan sedangkan Irenius Adii dan Setiady Jusuf sudah divonis masing-masing dua tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50 juta dengan kurungan pengganti denda selama tiga bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa berupa pidana penjara masing-masig selama sembilan tahun dan pidana denda masing-masing sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan," kata ketua jaksa penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat supaya memutuskan satu, menyatakan terdakwa I Hj Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo dan terdakwa II Bambang Wahyuadi terbuki secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama," kata Kiki.
Jaksa juga meminta agar hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih selama 12 tahun atas Dewi Limpo terkait kasus mengupayakan anggaran pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai Provinsi Papua itu.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa 1 berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan jabatan publik/jabatan politik selama tiga tahun lebih lama dari pidana pokoknya," tambah jaksa Kiki.
Alasannya karena perbuatan Dewie dinilai mencederai amanah rakyat.
Khusus untuk terdakwa 1, jabatan anggota DPR merupakan jabatan politis yakni jabatan yang diperoleh melalui proses politik yang untuk mencapai jabatan itu seseorang harus didukung oleh partai politik dan rakyat.
Karena perbuatan terdakwa 1 sebagaimana dalam perkara a quo telah mencederai amanah rakyat pemilihnya sudah sepatutnya kepada terdakwa dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan jabatan publik/jabatan politis seperti jabatan presiden, wakil presiden, menteri, kepala atau wakil kepala daerah, atau anggota legislatif di tingkat pusat dan daerah serta jabatan publik/politis lain yang mengurusi hajat hidup orang banyak sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 ayat 1 huruf d UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jis pasal 35 ayat 1 angka 1 dan pasal 38 ayat 1 angka 2 KUHP," tegas jaksa Kiki.
Jaksa juga menganggap keduanya tidak mengakui perbuatan.
"Perbuatan para terdakwa membuat buruk citra DPR RI, tidak memberikan contoh teladan kepada rakyat dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi tapi justru memanfaatkan jabatan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Para terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatannya," ungkap jaksa Kiki.
Dewie bersama Bambang Wahyuhadi selaku tenaga ahli Dewie bersama-sama dengan Rinelda Bandaso yang merupakan asisten administrasi Dewie, menerima uang sejumlah 177.700 dolar Singapura dari Kepala Dinas ESDM kabupaten Deiyai, Papua Irenius Adii dan pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi Jusuf.
Tujuannya adalah agar Dewie mengamankan usulan bantuan dana pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai tahun 2015.
Dewie mengenai Irenius melalui Rinelda pada 30 Maret 2015. Pada saat itu Irenius meminta agar Dewie menyampaikan permintaan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro sehingga pada 30 Maret 2015 setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Dewi memperkenalkan Irenius dengan Menteri ESDM Sudirman Said dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Rida Mulyana.
Dewie pada rapat itu juga menyampaikan kabupaten Deiyai sangat membutuhkan listrik, sehingga Menteri ESDM Sudirman Said menyarankan agar Irenius memasukkan proposal ke Kementerian ESDM.
Dewie kemudian meminta Rinelda agar Irenius menyerahkan Laporan Hasil Survey Rencana Pembangunan Jaringan Distribusi dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kabupaten Deiyai untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. Dewie pun meminta agar Rinelda aktif menanyakan tindak lanjut proposal itu kepada Kementerian ESDM.
Kemudian pada 28 September 2015, Dewie bersama Rinelda dan Bambang Wahyuhadi bertemu dengan Irenius dan dalam pertemuan itu Dewie kembali meminta Irenius menyiapkan dana pengawalan sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan yaitu Rp50 miliar dan Irenius mengatakan akan mengupayakannya.
Baru pada 11 Oktober 2015, Irenius menyampaikan bahwa sudah ada pengusaha yang akan menyediakan dana pengawalan dengan syarat ada jaminan pengusaha dimaksud yang akan menjadi pelaksana pekerjaannya sehingga harus disuhakan melalui skema dana Tugas Pembantuan (TP).
Pada 18 Oktober 2015 di Restoran Bebek Tepi Sawah Pondok Indah Mall 2 Jakarta dilakukan pertemuan antara Dewie Limpo, Bambang, Irenius, Setiady dan Stefanus Harry Jusuf rekan Setiady dan disepakati Dewie akan menerima dana pengawalan 7 persen dari anggaran yang diusulkan dan meminta Setiady menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengesahan APBN 2016 ke Ine.
Rinelda pun menjelaskan bahwa Dewie sudah menyampaikan proposal ke Bangar dan setelah mendengar penjelasan, Setiadi pun sepakat menyerahkan setengah dana pengawalan sebsar Rp1,7 miliar dalam bentu dolar Singapura.
Uang pun diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura dan sebagai jaminan yang ditandatangani oleh Rinelda mewakili Dewie dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiadi serta Irenius sebagai saksi. Isi surat adalah uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan.
Rinelda pun menerima 1.000 dolar Singapura dari Setiady karena membantu pengurusan proyek tersebut.
"Terdakwa 1 dan terdakwa 2 melalui Rinelda telah menerima uang yang seluruhnya 177.700 dolar Singapura dari Irenius Adii pada 20 Oktober, uang itu adalah untuk pengurusan dana yang berasal dari pengusaha Setiady Jusuf. Rinelda juga menerima 1.000 dolar Singapura sehingga dapat dikualifisir sebagai penerimaan hadiah," tambah jaksa.
Usai mendengarkan tuntutan tersebut Dewie tampak lemas dan sedih.
"Saya memperjuangkan aspirasi rakyat, tapi pada akhirnya saya dituntut setinggi ini. Saya pikir terlalu berat dan tidak adil. Yang jelas saya tidak merugikan keuangan negara, saya tidak korupsi dan saya bukan koruptor, saya hanya memperjuangkan aspirasi rakyat," kata Dewie.
Terkait perkara ini, Rinelda sudah divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider satu bulan kurungan sedangkan Irenius Adii dan Setiady Jusuf sudah divonis masing-masing dua tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50 juta dengan kurungan pengganti denda selama tiga bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016