Jakarta (Antara Babel) - Setelah pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso tewas tertembak di Poso, Sulawesi Tengah, 18 Juli lalu, TNI terus berupaya mencegah agar kelompok-kelompok radikal tidak melakukan aksi terornya kembali di Indonesia dengan melakukan operasi teritorial.

Operasi teritorial dan pembinaan teritorial dianggap mampu mencegah dan menghambat masuknya paham-paham radikalisme di tengah masyarakat. Salah satu yang digalakkan oleh TNI saat ini, TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD).

Program-program teritorial TNI itu untuk melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat melalui pembangunan irigasi bagi petani, perbaikan jalan, pembangunan rumah ibadah, perbaikan rumah masyarakat yang rusak, dan lainnya.

Khusus di Poso, TNI akan terus mendukung operasi Tinombala dan akan melakukan operasi teritorial untuk memberdayakan masyarakat di sekitar markas kelompok teroris itu mengingat masih ada pengikut Santoso yang belum tertangkap.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa personelnya yang saat ini masih tergabung dalam Satgas Tinombala akan terus menjalankan operasi hingga masa tugasnya usai. Meski pimpinan MIT sudah tewas, menurut dia, bukan berarti kesiagaan anggotanya akan berkurang.

"Justru tidak mengendur tetapi makin menguat," ujar Gatot Nurmantyo di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (20/7).

Panglima TNI mengaku tidak akan menurunkan personel tambahan di Satgas Tinombala. Untuk perpanjangan waktu pengejaran kelompok teroris di Poso itu, dia mengembalikan kepada Polri karena Tinombala merupakan operasi Polri. Tim Satgas kali ini akan habis masa tugasnya pada tanggal 6 Agustus mendatang dan jika operasi berlanjut, biasanya akan ada pergantian personel, baik dari Polri maupun TNI.

"Kekuatan sudah cukup tidak perlu ditambah lagi. Penambahan (waktu operasi) itu dengan Pak Kapolri. Operasi dilakukan secara terpadu. Hasil ini adalah hasil bersama," ujar Gatot.

Tidak hanya tetap memberikan dukungan personel untuk Operasi Tinombala, TNI juga akan memberi peranan lebih. Dengan melibatkan prajurit TNI setempat, di bawah pimpinan komandan korem, TNI akan melakukan operasi teritorial di daerah Poso.

"Operasi teritorial di Poso untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di Poso," katanya.

Menurut Panglima TNI, operasi teritorial di Poso itu bakal melibatkan seluruh instansi yang ada, mulai dari pemerintah provinsi hingga pemerintah kabupaten.

"Tidak hanya dengan polisi, tetapi juga dengan gubernur. Nanti yang berwenang gubernur dan bupati setempat," katanya. 

Tingkatkan Kewaspadaan

Tertembaknya pimpinan MIT Santoso oleh Batayon Infanteri 515 Raider Brigif 2 Kostrad yang merupakan anggota Satgas Tinombala membuat TNI meningkatkan kewaspadaan di satuan-satuan dan markas TNI, baik di pusat maupun di daerah.

"Panglima TNI sudah mengeluarkan surat telegram agar masing-masing satuan untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama di markas TNI," kata Kapuspen TNI Mayjen TNI Tatang Sulaiman, di Jakarta, Jumat (29/7).

Sementara itu, prajurit TNI yang berada di daerah operasi untuk melakukan pengejaran terhadap pengikut Santoso yang belum tertangkap.

Terkait dengan keberhasilan tim operasi dengan sandi Alfa-29 beranggota prajurit Yonif 515 Raider Brigif 2 Kostrad menembak mati Santoso, Panglima menegaskan bahwa Operasi Tinombala adalah operasi yang penanggung jawabnya adalah Kapolri dan TNI membantu mem-BKO-kan prajuritnya.

"Jadi, keberhasilan ini adalah keberhasilan bersama karena operasi ini sangat terpadu, terpadu antara satuan intelijen dan satuan-satuan lainnya di Polri dan TNI. Jadi, hasil ini adalah hasil bersama," tegasnya.

    
BNPT Perkuat Deradikalisasi

Tidak hanya TNI yang berupaya untuk mencegah masuknya paham radikalisme di tengah masyarakat, tetapi juga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperkuat program deradikalisasi dan antiradikal untuk menanggulangi tindak pidana terorisme di Indonesia.

Kepala BNPT Komjen Polisi Suhardi Alius, usai dilantik di Istana Kepresidenan, Rabu (20/7), mengatakan bahwa pemahaman radikal terkait dengan ideologi yang tidak gampang untuk ditanggulangi.

Menurut Suhardi, program deradikalisasi ditujukan kepada orang yang sudah kenal atau menganut paham radikal, sedangkan program antiradikal untuk orang yang belum tersentuh paham radikal.

"Kita akan maksimalkan untuk itu. Kita akan rangkul semua, termasuk LSM, ormas, dan pemuka agama. Komunitas agama kita libatkan," katanya.

Ia mengatakan bahwa penanggulangan terorisme merupakan tanggung jawab nasional dengan BNPT sebagai lembaga yang membidanginya.

Oleh karena itu, tindakan persuasif akan dikedepankan dalam penanggulangan terorisms di samping tindakan keras untuk penindakan aksi teror.

Presiden RI Joko Widodo, kata Suhardi, juga telah menekankan bahwa terorisme sudah bukan lagi ancaman nasional, melainkan ancaman global.

    
Dunia Maya

Pada kesempatan lain, BNPT juga mengajak generasi muda meramaikan dunia maya dengan konten damai untuk mengimbangi propaganda kelompok radikal.

"Kalau tidak kita imbangi dan lawan dengan konten kedamaian, kelompok minoritas dengan konten negatif itu akan unggul," kata Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen (TNI) Abdul Rahman Kadir dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (21/7).

Abdul Rahman mengemukakan hal itu saat menutup lokakarya Pelatihan Duta Damai Dunia Maya Yogyakarta 2016 yang digelar selama 3 hari, 19 hingga 21 Juli, di Yogyakarta.

"Intinya, ayo bekerja keras dan tidak tinggal diam menghadapi proganda radikal terorisme di dunia maya," kata mantan Sestama BNPT itu.

Pewarta: Syaiful Hakim

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016