Kalimantan (Antara Babel) - Ketua Pemuda Penjaga Perbatasan Kalimantan Paulus Murang menyesalkan adanya fakta merisaukan dari sejumlah anak-anak di perbatasan Kalimantan yang menyebut lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harimau.

"Pernah saya tanya kepada anak-anak di perbatasan, apa lambang negara Indonesia. Mereka jawab singa atau harimau, itu kan lambang negara Malaysia," kata Paulus dijumpai di sela acara kunjungan kerja Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan Komisi II DPR RI di Kalimantan Utara, Selasa.

Paulus menemukan fakta, banyaknya produk Malaysia yang masuk ke wilayah perbatasan menjadi sebab anak-anak perbatasan lebih mengenal lambang negara Malaysia ketimbang Garuda sebagai lambang NKRI.

"Selain sembako seperti gula, minyak, barang yang datang dari Malaysia, tas, baju dan lain-lain yang berlogo negara Malaysia banyak masuk ke wilayah perbatasan," terang dia.

Menurut Paulus masyarakat di perbatasan Kalimantan Utara seperti di Lumbis Ogong, Sungai Sumantipal, Sungai Sinapad dan lainnya lebih mudah mengakses kegiatan perekonomian ke wilayah Malaysia ketimbang menuju kabupaten di Indonesia seperti Nunukan dan Tarakan. Akibatnya produk Malaysia banyak masuk ke perbatasan.

"Masyarakat di perbatasan hanya butuh 15 menit untuk sampai ke Malaysia dengan berbekal kartu identitas Malaysia yang sangat mudah diperoleh. Sedangkan untuk ke Kabupaten Nunukan atau Tarakan butuh berjam-jam naik kapal dengan biaya solar dua drum, di mana harga satu drum itu Rp2,5 juta," kata dia.

Paulus menekankan kemudahan masyarakat mengakses produk Malaysia ini dapat berdampak buruk di mana masyarakat lama kelamaan merasa lebih nyaman menjadi warga negara Malaysia.

Hal tersebut akan merugikan Indonesia dalam mempertahankan wilayah sengketa dengan Malaysia.

Senada dengan Paulus, Kepala Bidang Perencanaan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Makmur Marbun dalam kunjungan kerjanya mengakui bahwa masyarakat perbatasan lebih mudah mengakses kegiatan perekonomian ke Negeri Jiran Malaysia.

Oleh sebab itu pihaknya sejak lama telah merekomendasikan kementerian dan lembaga segera melakukan pembangunan di wilayah perbatasan guna mempermudah akses-akses masyarakat perbatasan.

"Daerah perbatasan butuh pembangunan agar warganya tidak pindah ke Malaysia. Agar wilayah perbatasan tidak diklaim Malaysia. Media perlu mendorong realisasi pembangunan di perbatasan," terang Marbun.


Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016