Jakarta (Antara Babel) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan sedang mengembangkan hasil wawancara Haris Azhar, Koordinator, dengan terpidana mati Freddy Budiman di Nusakambangan pada tahun 2014, yang menyebar di media sosial.

 Menurut Haris, pengembangan dilakukan untuk membongkar nama-nama pejabat institusi negara yang terlibat dalam bisnis narkoba, yang disebutkan Freddy dalam pengakuannya.

"Mudah-mudahan setelah itu kami bisa membuka semuanya," ujar Haris di Jakarta, Jumat.

Namun, dia melanjutkan, nama-nama itu bukanlah yang paling penting. Sebab terutama dari semuanya adalah bagaimana tanggapan pemerintah jika nama-nama itu ada.

Kontras tidak mau hasil pendalamannya tenggelam begitu saja di tangan para penyelenggara negara.

"Kami tidak mau jika nantinya nama-nama dipaparkan tidak ada sambutan dari pemerintah," kata Haris.

Kontras sendiri saat ini sudah membuka Posko "Bongkar Aparat" yang mempersilakan masyarakat melaporkan kasus apa saja terkait keterlibatan aparat pemerintah dalam kasus narkoba.

Sampai saat ini, tutur Haris, sudah ada lebih dari 14 laporan yang masuk ke Kontras, baik langsung ke kantor maupun melalui surat elektronik.

"Para pelapor datang membawa barang bukti. Hasilnya akan kita publikasikan kepada masyarakat. Akan kita kaji lagi pengumuman itu meliputi nama atau tidak," ujar dia.

Sementara itu, Sosiolog Universitas Indonesia Robertus Robet menambahkan, yang diperlukan bangsa saat ini adalah membangun rasa saling percaya antarlembaga dalam usaha memberantas narkoba.

"Saling percaya ('mutual trust') itu penting untuk kemaslahatan orang banyak," tutur Robertus.

Adapun Haris Azhar sendiri saat ini berstatus terlapor di Bareskrim Polri setelah tiga institusi negara yaitu BNN, Polri dan TNI mengadukannya dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Laporan itu berawal dari tulisan Haris hasil wawancaranya dengan terpidana mati Freddy Budiman yang berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit: Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)".

Dalam tulisan yang telah menyebar luas melalui media sosial itu, Freddy mengaku memberikan uang ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum di Indonesia untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air.

"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang Rp450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua," kata Freddy seperti dikutip dari laman Facebook Kontras.

Pewarta: Michael Siahaan

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016