Bogor (Antara Babel) - Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) periode 2005-2010 Parni Hadi mengatakan RRI perlu terus mengembangkan 'Radio Pasar' yang selama ini sudah dilakukan oleh RRI Bogor Jawa Barat untuk diterapkan di daerah lain.
"Radio Pasar perlu terus dikembangkan, antara lain untuk membantu pemerintah dan masyarakat dalam memutus mata rantai perdagangan agar tidak terjadi kesenjangan harga yang terlalu jauh antara harga produksi pertanian yang ada di kebun dengan di pasar," katanya di Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Parni Hadi yang juga wartawan senior, pengamat media, dan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi LKBN ANTARA periode 1998-2000 mengatakan hal itu pada acara serah terima jabatan dan pisah sambut Kepala Stasiun RRI Bogor, dari Ni Made Sri Widari kepada penggantinya, Arnetty.
Sri Widari yang menjabat sebagai Kepala RRI Stasiun Bogor yang membawahi Kota dan Kabupaten Bogor di Provinsi Jawa Barat selama sekitar dua setengah tahun selanjutnya mendapat tugas baru
sebagai Kepala Stasiun RRI Jember, Jawa Timur.
Sedangkan pejabat baru penggantinya, Arnetty sebelumnya Kepala Bagian Organisasi dan SDM pada Direktorat SDM dan Umum LPP RRI Pusat di Jakarta.
Menurut Parni, jika komunikasi atau informasi yang tidak lancar, maka bisa menimbulkan kesenjangan informasi atau harga suatu komoditas yang diproduksi oleh para petani (produsen) dengan yang ada di pasaran umum (konsumen).
Dia mencontohkan, ada komoditas cabai di kawasan pertanian di Bogor harganya hanya Rp6.000/Kg, sementara harga di pasaran umum yang jaraknya tidak terlalu jauh mencapai Rp56.000/Kg, berarti itu ada kesenjangan harga yang sangat mencolok.
"Akibatnya, para petani sebagai produsen sangat dirugikan, namun sebaliknya pedagang pengumpul meraih keuntungan yang jauh lebih besar. Ini namanya petani yang bekerja di kebun dan sawah sampai bongkok tidak dapat hasil, sementara yang lain untung besar," katanya menegaskan.
Karena itu, kata Parni lebih lanjut, adanya 'Radio Pasar' yang diharapkan bisa mempertemukan antara pihak produsen (ada petani, nelayan, peternak), dengan pedagang dan konsumen melalui udara, sehingga tidak sampai terjadi kesenjangan harga yang terlalu jauh.
Dalam mengembangkan 'Radio Pasar' itu, bisa melibatkan semua komponen, baik petani setempat itu sendiri, para relawan, dan juga para remaja seperti anggota Pramuka.
"Saya harapkan RRI juga bisa lebih memberdayakan dan mengajak adik-adik Pramuka untuk menjadi reporter, bila perlu presenter," kata Parni pula.
Bahkan, katanya lebih lanjut, RRI Juga bisa bekerja sama dengan media lain, baik itu radio komunitas, media cetak dan elektronik di daerah, Kantor Berita (LKBN Antara), sehingga informasi itu tidak saja bisa tersiar luas secara lokal, tetapi juga nasional, bahkan bila perlu internasional.
Parni Hadi menilai bahwa pemerintah daerah, dalam hal ini provinsi, kabupaten dan atau kota, serta pihak TNI/Polri, serta dinas terkait seperti Dinas Perdagangan dan Kominfo merasa terbantu dengan adanya 'Radio Pasar' ini.
Karena melalui cara itu, antara masyarakat petani, pedagang, dan konsumen (petani juga termasuk konsumen) bisa saling berinteraksi, sehingga apa yang mereka hasilkan bisa membawa kesejahteraan bersama.
Parni juga menyinggung bahwa sesuai ajaran agama, atau prinsip-prinsip berbisnis, seperti bisnis Syariah, yang namanya mencari untung dalam berdagang itu wajarnya kan sekitar 10 atau 15 persen.
"Tapi kalau harga suatu produk di kebun hanya Rp6.000, lalu di pasar sampai Rp56.000/Kg, maka itu berarti ada yang harus dibenahi bersama," katanya lagi.
Dia juga menjelaskan, sebenarnya RRI sudah lama memiliki program penyiaran tentang informasi harga berbagai komoditas itu setiap hari, misalnya harga cabai, bawang, tomat, ikan, mulai dari Aceh (NAD) sampai dengan Papua, tetapi itu skupnya terlalu luas karena itu perlu dikembangkan secara lebih lokal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat.
"Jadi, saya harapkan Radio Pasar ini bisa dikembangkan nanti apakah di Bali, Jember, dan daerah lainnya. Dan Dinas Perdagangan seharusnya mendukung, dan RRI punya kewajiban untuk itu karena RRI dibiayai menggunakan uang rakyat," ujarnya.
Terkait dengan sosialisasi 'Radio Pasar' itu, Parni mengatakan pula sudah dibuat lagu, dan lagu itu bisa dikembangkan ke dalam bahasa-bahasa daerah setempat seperti Sunda, Jawa, Bali, dan lainnya.
Bahkan dia mengaku akan memperkenalkan dan mengajak menyanyikan lagu tersebut secara bersama-sama pada para peserta pertemuan pimpinan media radio dan televisi tingkat Asia Pasifik yang akan diikuti sekitar 600 peserta dalam waktu dekat.
"Saya akan diundang untuk memberikan materi di acara itu. Saya katakan silakan diatur, dan nati saya akan ajak para peserta untuk menyanyikan lagu itu," demikian Parni Hadi.
Mantan Kepala Stasiun RRI Bogor, Ni Made Sri Widari mengatakan, pihaknya sudah melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk mendukung kelancaran program liputan dan siaran RRI Bogor, termasuk 'Radio Pasar' tersebut, di antaranya melibatkan para relawan dan Anggota Pramuka.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016