Jakarta (Antara Babel)   - Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian mengaku telah mendapatkan penjelasan mengenai alasan penyanderaan tujuh polisi hutan dan penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dari Kapolda Riau Brigjen Pol Supriyanto berdasarkan versi penyandera.

Menurut Tito di Jakarta, Senin, alasan penyanderaan versi sekelompok orang yang diduga dikerahkan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) itu karena merasa diperlakukan tidak adil terkait peristiwa kebakaran lahan yang terjadi di wilayah perkebunan kelapa sawit yang sedang dalam masa panen.

Versi penyandera, tidak mungkin lahan tersebut dibakar, baik oleh PT APSL maupun masyarakat setempat.

"Bagi mereka ini perusahaan dirugikan, plasmanya juga dirugikan, tapi kemudian dituduh mereka yang membakar itu," ujarnya seusai memberikan sambutan dalam Rakernis Fungsi Lalu Lintas T.A 2016 di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta.

Tito mengatakan, sekelompok orang yang menyandera ini menganggap kebakaran tersebut justru disulut oleh pihak tertentu.   Hal ini bertujuan agar PT APSL mendapat sanksi atas kebakaran yang terjadi, lalu lahan terbakar bisa diambilalih oleh pihak lain tersebut.

"Mereka menganggap ada pihak tertentu yang melakukan pembakaran supaya nanti di-blow up, perusahaan ini yang salah sehingga terjadi sanksi. Ujung-ujungnya nanti akan ada upaya mengambil alih lahan ini," katanya.

Ketika tujuh polisi hutan dan penyidik KLHK datang, lanjut Tito, sekelompok orang ini sebenarnya berharap adanya pemberitaan dan penanganan yang seimbang terkait pembakaran lahan.

Namun, lahan perkebunan yang terbakar tersebut langsung disegel oleh pihak KLHK, lanjutnya, sehingga  hal ini memicu aksi dari massa tersebut.

"Saat KLHK datang, sebenarnya mereka berharap dilakukan pemberitaan dan penanganan secara seimbang. Jangan langsung memvonis perusahaan ini yang menjadi induk mereka, ujarnya.

Ia memastikan akan terus mengembangkan pemeriksaan untuk menangani kasus ini.

"Tapi versi ini juga akan kita kembangkan, akan kami tangani," ujar Kapolri.

Sementara itu, puluhan masyarakat dari Kabupaten Rohul, Riau yang dituding melakukan penyanderaan terhadap tujuh orang penyidik dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) akhirnya buka suara.

"Maksud kami hanya sekedar ingin bertanya, ingin memberitahukan kepada anggota tim itu. Sesuai adat istiadat, kami ingin bertanya," ungkapnya saat menggelar jumpa pers di Pekanbaru, Provinsi Riau, Senin sore.

Ia pun meminta maaf kepada semua pihak terkait kesalahpahaman tersebut, termasuk permintaan maaf kepada Menteri LHK, Siti Nurbaya. "Mungkin apa yang kami lakukan waktu itu salah menurut hukum, kami meminta maaf. Tidak ada maksud lainnya, kami hanya berdiskusi," ucapnya.

Menurut Jefriman, kronologis saat kejadian kemarin itu semata-mata reaksi yang spontan dari masyarakat, saat melihat tim MenLHK melakukan penyegelan dan memasang pancang. "Melihat tindakan itu kita langsung bertanya kepada petugas dan membawa mereka untuk berdiskusi," jelasnya.

Ia menambahkan, ketika itu petugas MenLHK tidak dikenali, karena masuk tanpa didampingi perwakilan Pemerintah daerah. "Mereka lakukan penyegelan, pasang plang, setiap pekerjaan di suatu tempat ini menurut saya harus bekerja sama dengan Pemda," ucap dia. 

Pewarta: Subagyo

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016