Pekanbaru (Antara Babel) - Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan terdapat 37 titik panas terdeteksi oleh satelit di daratan Sumatera dengan wilayah penyebaran lima provinsi pada pulau terbesar ketiga di Indonesia.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pekanbaru Slamet Riyadi di Pekanbaru, Ahad, menuturkan jumlah titik panas tersebut meningkat karena hari sebelumnya atau Sabtu (10/9) cuma terpantau tiga titik.
"Satelit pagi ini mendeteksi 37 titik panas berada di Sumatera, dengan tingkat kepercayaan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lebih dari 50 persen," ucapnya.
Slamet mengatakan hal itu, setelah melihat wilayah sebaran titik panas di Sumatera berdasarkan rilis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dari pantauan sensor modis pada citra satelit milik NASA yakni Aqua dan Terra.
Ke-37 titik panas, rincinya, 25 titik diantaranya terpantau berada di Provinsi Bangka Belitung, diikuti Provinsi Sumatera Selatan enam titik, Provinsi Lampung tiga titik dan Provinsi Bengkulu dua titik.
"Untuk provinsi ini (Riau), terdeteksi satu titik panas dengan wilayahnya berada di Kabupaten Kampar. Tapi titik panas itu, belum jadi titik api," terang dia.
"Sampai pagi ini, Provinsi Riau masih dinyatakan nihil dengan 'level convident di atas 70 persen," kata Slamet.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pekan ini meminta, agar pemerintah daerah bergerak cepat dalam mengambil keputusan untuk mencegah serta memadamkan kebakaran hutan dan lahan.
Dia mengintruksikan, pemerintah daerah bergerak tanpa menunggu keputusan pusat. Saat menemukan tiik api di hutan atau lahan, maka kepala daerah diwajibkan segera mengeluarkan status darurat bencana.
"Sampaikan itu (darurat bencana) sesegera mungkin ke BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) atau Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup," katanya.
Laporan itu, lanjutnya, bertujuan untuk mencairkan dana bantuan pemadaman kebakaran hutan dan lahan dari pemerintah pusat. Sebab, kendala memadamkan kebakaran hutan terbesar selama ini adalah ketiadaan anggaran.
Ia yakin kebakaran hutan dan lahan bisa dicegah, jika pemerintah daerah berinisiatif untuk bergerak cepat dalam hal pemadaman.
"Harusnya, begitu ada satu titik api, bisa segera dipadamkan. Tapi kami pernah bertemu gubernur Riau dan ia mengaku selama ini tak punya pos anggaran," ujarnya.
Ia juga memina, agar pemerintah daerah lebih tegas dalam memberi sanksi kepada pengusaha yang terbukti membakar lahan. Selain itu, harus ada konsekuensi dari pembukaan lahan industri baru.
"Setidaknya pembukaan satu hektar HTI (Hutan Tanaman Industri) harus digantikan dengan satu hektar hutan alam," kata Tjahjo.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pekanbaru Slamet Riyadi di Pekanbaru, Ahad, menuturkan jumlah titik panas tersebut meningkat karena hari sebelumnya atau Sabtu (10/9) cuma terpantau tiga titik.
"Satelit pagi ini mendeteksi 37 titik panas berada di Sumatera, dengan tingkat kepercayaan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lebih dari 50 persen," ucapnya.
Slamet mengatakan hal itu, setelah melihat wilayah sebaran titik panas di Sumatera berdasarkan rilis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dari pantauan sensor modis pada citra satelit milik NASA yakni Aqua dan Terra.
Ke-37 titik panas, rincinya, 25 titik diantaranya terpantau berada di Provinsi Bangka Belitung, diikuti Provinsi Sumatera Selatan enam titik, Provinsi Lampung tiga titik dan Provinsi Bengkulu dua titik.
"Untuk provinsi ini (Riau), terdeteksi satu titik panas dengan wilayahnya berada di Kabupaten Kampar. Tapi titik panas itu, belum jadi titik api," terang dia.
"Sampai pagi ini, Provinsi Riau masih dinyatakan nihil dengan 'level convident di atas 70 persen," kata Slamet.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pekan ini meminta, agar pemerintah daerah bergerak cepat dalam mengambil keputusan untuk mencegah serta memadamkan kebakaran hutan dan lahan.
Dia mengintruksikan, pemerintah daerah bergerak tanpa menunggu keputusan pusat. Saat menemukan tiik api di hutan atau lahan, maka kepala daerah diwajibkan segera mengeluarkan status darurat bencana.
"Sampaikan itu (darurat bencana) sesegera mungkin ke BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) atau Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup," katanya.
Laporan itu, lanjutnya, bertujuan untuk mencairkan dana bantuan pemadaman kebakaran hutan dan lahan dari pemerintah pusat. Sebab, kendala memadamkan kebakaran hutan terbesar selama ini adalah ketiadaan anggaran.
Ia yakin kebakaran hutan dan lahan bisa dicegah, jika pemerintah daerah berinisiatif untuk bergerak cepat dalam hal pemadaman.
"Harusnya, begitu ada satu titik api, bisa segera dipadamkan. Tapi kami pernah bertemu gubernur Riau dan ia mengaku selama ini tak punya pos anggaran," ujarnya.
Ia juga memina, agar pemerintah daerah lebih tegas dalam memberi sanksi kepada pengusaha yang terbukti membakar lahan. Selain itu, harus ada konsekuensi dari pembukaan lahan industri baru.
"Setidaknya pembukaan satu hektar HTI (Hutan Tanaman Industri) harus digantikan dengan satu hektar hutan alam," kata Tjahjo.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016