Situasi terkini di Lebanon merupakan situasi yang paling menantang bagi misi penjaga perdamaian Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (United Nations Interim Force in Lebanon/UNIFIL) sejak 2006, demikian disampaikan Juru Bicara (Jubir) UNIFIL Andrea Tenenti pada Jumat (18/10).
Baku tembak yang terjadi setiap hari di sepanjang Garis Biru (Blue Line) sejak awal Oktober tahun lalu telah membuat situasi di daerah operasi UNIFIL di Lebanon Selatan menjadi sangat menantang, ujar Tenenti kepada Xinhua dalam sebuah wawancara eksklusif.
"Eskalasi drastis yang bermula bulan lalu, termasuk serangan darat Israel ke Lebanon, telah memperumit situasi. Ini adalah situasi paling menantang yang pernah dihadapi oleh pasukan penjaga perdamaian (UNIFIL) sejak perang tahun 2006," kata Tenenti.
Meski sebagian besar patroli ditangguhkan untuk sementara waktu, pasukan penjaga perdamaian terus melaksanakan mandat, tetap berada di semua pos mereka, dan bendera PBB terus berkibar, ungkapnya.
Sejak 23 September 2024, tentara Israel melancarkan serangan udara intensif ke Lebanon dalam sebuah eskalasi yang berbahaya dengan Hizbullah. Tentara Israel juga melaksanakan apa yang mereka sebut sebagai operasi darat di seluruh perbatasan, yang diduga untuk melumpuhkan kapabilitas Hizbullah.
Dalam beberapa hari terakhir, pasukan Israel telah beberapa kali menyerang pos-pos UNIFIL di Lebanon, menyebabkan pasukan penjaga perdamaian PBB mengalami luka-luka dan memicu kritik dari masyarakat internasional. Pada Rabu (16/10), sebuah tank Merkava milik tentara Israel menembaki menara pengawas UNIFIL di dekat Desa Kafr Kila, Lebanon tenggara, menghancurkan dua kamera dan merusak sebuah menara.
Merespons pernyataan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya yang mendesak PBB untuk menjauhkan pasukan UNIFIL dari bahaya, Jean-Pierre Lacroix, selaku under-secretary general PBB untuk operasi perdamaian, pada Senin (14/10) mengatakan bahwa pasukan penjaga perdamaian PBB akan tetap berada di semua pos mereka di Lebanon.
Tenenti menuturkan kepada Xinhua bahwa UNIFIL melakukan kontak secara rutin dengan otoritas Lebanon dan Israel, serta negara-negara penyumbang pasukan.
"Situasinya sulit, tetapi negara-negara yang mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke UNIFIL memahami bahwa tugas misi ini sekarang lebih penting dari sebelumnya," paparnya.
"Kami secara rutin menyesuaikan posisi dan kegiatan kami, dan kami memiliki rencana darurat yang siap untuk segala skenario, dari yang terbaik hingga yang terburuk, dan akan diaktifkan jika diperlukan," lanjut Tenenti.
Tenenti meyakinkan bahwa UNIFIL terus menghubungi pihak-pihak terkait, mendesak deeskalasi, dan mengingatkan mereka tentang kewajiban mereka untuk memastikan keselamatan dan keamanan pasukan penjaga perdamaian serta menahan diri dari aksi apa pun yang akan membahayakan pasukan penjaga perdamaian.
"Lebih lanjut, mereka juga diingatkan bahwa kekebalan premis-premis (properti) PBB harus dihormati setiap saat," tegasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Baku tembak yang terjadi setiap hari di sepanjang Garis Biru (Blue Line) sejak awal Oktober tahun lalu telah membuat situasi di daerah operasi UNIFIL di Lebanon Selatan menjadi sangat menantang, ujar Tenenti kepada Xinhua dalam sebuah wawancara eksklusif.
"Eskalasi drastis yang bermula bulan lalu, termasuk serangan darat Israel ke Lebanon, telah memperumit situasi. Ini adalah situasi paling menantang yang pernah dihadapi oleh pasukan penjaga perdamaian (UNIFIL) sejak perang tahun 2006," kata Tenenti.
Meski sebagian besar patroli ditangguhkan untuk sementara waktu, pasukan penjaga perdamaian terus melaksanakan mandat, tetap berada di semua pos mereka, dan bendera PBB terus berkibar, ungkapnya.
Sejak 23 September 2024, tentara Israel melancarkan serangan udara intensif ke Lebanon dalam sebuah eskalasi yang berbahaya dengan Hizbullah. Tentara Israel juga melaksanakan apa yang mereka sebut sebagai operasi darat di seluruh perbatasan, yang diduga untuk melumpuhkan kapabilitas Hizbullah.
Dalam beberapa hari terakhir, pasukan Israel telah beberapa kali menyerang pos-pos UNIFIL di Lebanon, menyebabkan pasukan penjaga perdamaian PBB mengalami luka-luka dan memicu kritik dari masyarakat internasional. Pada Rabu (16/10), sebuah tank Merkava milik tentara Israel menembaki menara pengawas UNIFIL di dekat Desa Kafr Kila, Lebanon tenggara, menghancurkan dua kamera dan merusak sebuah menara.
Merespons pernyataan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya yang mendesak PBB untuk menjauhkan pasukan UNIFIL dari bahaya, Jean-Pierre Lacroix, selaku under-secretary general PBB untuk operasi perdamaian, pada Senin (14/10) mengatakan bahwa pasukan penjaga perdamaian PBB akan tetap berada di semua pos mereka di Lebanon.
Tenenti menuturkan kepada Xinhua bahwa UNIFIL melakukan kontak secara rutin dengan otoritas Lebanon dan Israel, serta negara-negara penyumbang pasukan.
"Situasinya sulit, tetapi negara-negara yang mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke UNIFIL memahami bahwa tugas misi ini sekarang lebih penting dari sebelumnya," paparnya.
"Kami secara rutin menyesuaikan posisi dan kegiatan kami, dan kami memiliki rencana darurat yang siap untuk segala skenario, dari yang terbaik hingga yang terburuk, dan akan diaktifkan jika diperlukan," lanjut Tenenti.
Tenenti meyakinkan bahwa UNIFIL terus menghubungi pihak-pihak terkait, mendesak deeskalasi, dan mengingatkan mereka tentang kewajiban mereka untuk memastikan keselamatan dan keamanan pasukan penjaga perdamaian serta menahan diri dari aksi apa pun yang akan membahayakan pasukan penjaga perdamaian.
"Lebih lanjut, mereka juga diingatkan bahwa kekebalan premis-premis (properti) PBB harus dihormati setiap saat," tegasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024