Warga sipil Lebanon di kota Saida dan Sarafand di selatan membantah klaim Israel yang menyatakan bahwa serangan udara menargetkan posisi Hizbullah, dan menegaskan bahwa serangan tersebut justru menghantam kawasan pemukiman dan menewaskan warga sipil.
Dalam salah satu serangan paling mematikan, serangan udara Israel pada Selasa (29/10) menewaskan 15 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, saat menghantam sebuah bangunan pemukiman di desa Sarafand, menurut pejabat setempat.
Bangunan yang menjadi target berada di kawasan pemukiman tempat warga sipil tinggal. Area ini tidak pernah digunakan untuk keperluan militer, kata Wali Kota Sarafand, Ali Khalife, kepada Anadolu, seraya mencatat sekitar 18 serangan udara telah menghantam area tersebut baru-baru ini, dengan delapan warga sipil tewas sebelum serangan pada Selasa.
Bangunan tersebut dihuni oleh 21 orang pada saat serangan, dengan 15 orang tewas, menurut Khalife.
Israel telah melakukan pembantaian terhadap warga sipil, anak-anak, orang tua, dan perempuan, ujarnya, menegaskan bahwa serangan tersebut melanggar hukum internasional karena para korban tidak terkait dengan kegiatan militer.
Saksi mata melaporkan kerusakan yang meluas terjadi pada infrastruktur sipil di Saida.
Abdullah, seorang pemilik toko, menggambarkan pecahan peluru dari serangan yang merusak bangunan sekitar, menghancurkan televisi, panel surya, dan pipa air di dekatnya.
Di antara korban tewas terdapat anak-anak dan seorang dokter. Mereka sama sekali tidak memiliki hubungan dengan kegiatan militer, kata Abdullah, menentang pernyataan Israel yang menyebut serangan menargetkan posisi militan.
Hassan, warga Saida lainnya, menekankan bahwa area yang menjadi target adalah wilayah sipil.
Israel menembak orang-orang tak bersalah. Jika mereka ingin bertempur, sebaiknya mereka bertempur di perbatasan. Di mana negara-negara yang membela hak asasi manusia? Jika mereka benar-benar membela hak asasi manusia, mereka tidak akan mendukung perampas (Israel), tegasnya.
Kekerasan yang semakin meningkat ini telah memicu kekhawatiran akan korban sipil di Lebanon, dengan pejabat menyatakan bahwa sebagian besar dari sekitar 2.800 warga Lebanon yang tewas dalam serangan terbaru adalah warga sipil tak bersenjata.
Serangan tersebut menuai kritik dari para pejabat, yang mengatakan bahwa sebagian besar komunitas internasional tetap bungkam terhadap gugurnya korban sipil akibat kebrutalan tentara Zionis.
Khalife menyuarakan kekecewaannya terhadap kurangnya kecaman dari organisasi hak asasi manusia internasional dan apa yang ia gambarkan sebagai pembiaran global terhadap tindakan Israel.
Israel meluncurkan serangan udara besar-besaran bulan lalu di Lebanon dengan klaim menyasar Hizbullah, menandai eskalasi dalam setahun terakhir peperangan lintas perbatasan dengan kelompok itu sejak serangan brutal Israel di Jalur Gaza dilakukan.
Lebih dari 2.800 orang telah tewas, dan hampir 12.900 orang terluka dalam serangan Israel sejak Oktober lalu, menurut otoritas kesehatan Lebanon.
Israel memperluas konflik dengan melakukan serangan darat di Lebanon selatan pada 1 Oktober.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Dalam salah satu serangan paling mematikan, serangan udara Israel pada Selasa (29/10) menewaskan 15 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, saat menghantam sebuah bangunan pemukiman di desa Sarafand, menurut pejabat setempat.
Bangunan yang menjadi target berada di kawasan pemukiman tempat warga sipil tinggal. Area ini tidak pernah digunakan untuk keperluan militer, kata Wali Kota Sarafand, Ali Khalife, kepada Anadolu, seraya mencatat sekitar 18 serangan udara telah menghantam area tersebut baru-baru ini, dengan delapan warga sipil tewas sebelum serangan pada Selasa.
Bangunan tersebut dihuni oleh 21 orang pada saat serangan, dengan 15 orang tewas, menurut Khalife.
Israel telah melakukan pembantaian terhadap warga sipil, anak-anak, orang tua, dan perempuan, ujarnya, menegaskan bahwa serangan tersebut melanggar hukum internasional karena para korban tidak terkait dengan kegiatan militer.
Saksi mata melaporkan kerusakan yang meluas terjadi pada infrastruktur sipil di Saida.
Abdullah, seorang pemilik toko, menggambarkan pecahan peluru dari serangan yang merusak bangunan sekitar, menghancurkan televisi, panel surya, dan pipa air di dekatnya.
Di antara korban tewas terdapat anak-anak dan seorang dokter. Mereka sama sekali tidak memiliki hubungan dengan kegiatan militer, kata Abdullah, menentang pernyataan Israel yang menyebut serangan menargetkan posisi militan.
Hassan, warga Saida lainnya, menekankan bahwa area yang menjadi target adalah wilayah sipil.
Israel menembak orang-orang tak bersalah. Jika mereka ingin bertempur, sebaiknya mereka bertempur di perbatasan. Di mana negara-negara yang membela hak asasi manusia? Jika mereka benar-benar membela hak asasi manusia, mereka tidak akan mendukung perampas (Israel), tegasnya.
Kekerasan yang semakin meningkat ini telah memicu kekhawatiran akan korban sipil di Lebanon, dengan pejabat menyatakan bahwa sebagian besar dari sekitar 2.800 warga Lebanon yang tewas dalam serangan terbaru adalah warga sipil tak bersenjata.
Serangan tersebut menuai kritik dari para pejabat, yang mengatakan bahwa sebagian besar komunitas internasional tetap bungkam terhadap gugurnya korban sipil akibat kebrutalan tentara Zionis.
Khalife menyuarakan kekecewaannya terhadap kurangnya kecaman dari organisasi hak asasi manusia internasional dan apa yang ia gambarkan sebagai pembiaran global terhadap tindakan Israel.
Israel meluncurkan serangan udara besar-besaran bulan lalu di Lebanon dengan klaim menyasar Hizbullah, menandai eskalasi dalam setahun terakhir peperangan lintas perbatasan dengan kelompok itu sejak serangan brutal Israel di Jalur Gaza dilakukan.
Lebih dari 2.800 orang telah tewas, dan hampir 12.900 orang terluka dalam serangan Israel sejak Oktober lalu, menurut otoritas kesehatan Lebanon.
Israel memperluas konflik dengan melakukan serangan darat di Lebanon selatan pada 1 Oktober.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024