Bangkok (Antara Babel) - Pemerintah militer Thailand mendesak warga tidak main hakim sendiri, Senin, setelah tiga video meluas di media gaul mengenai massa marah menuduh beberapa orang menghina kerajaan, setelah Raja Bhumibol Adulyadej wafat.
Kematian raja dihormati itu pada Kamis setelah tujuh dasawarsa bertahta membuat negara di Asia Tenggara itu berduka dan meningkatkan kepekaan terhadap setiap tanggapan negatif.
Kritikan terhadap raja, kerabat, dan keturunannya, atau dalam istilah Prancis disebut lese majeste, adalah kejahatan sangat serius di Thailand dengan ancaman hukuman penjara hingga 25 tahun.
Pada Jumat, sekitar 400 orang berkumpul di depan sebuah kedai susu kedelai di provinsi Phuket untuk menentang tulisan di Facebook oleh anak pedagang itu, yang mereka nilai menghina raja.
"Mereka ingin bertahan bahwa tidak ada seorang pun bisa menghina raja, yang mereka cintai," kata Komandan Polisi Provinsi Phuket, Mayor Jendral Polisi Teerapon Tipcharoen, kepada Reuters.
Video kejadian lain di Pulau Samui, yang diunggah pada Minggu, menunjukkan seorang perempuan disuruh bersujud di depan potret raja, sementara massa, yang menyaksikan, berteriak "Keluar".
Dalam kejadian ketiga, di provinsi wilayah selatan Phang Nga, ratusan orang berkumpul di rumah seorang pria, marah atas ujaran pria tersebut di Facebook.
Pria itu tetap diam di dalam rumahnya ketika orang-orang meneriakinya -salah satunya terdengar mengatakan, "Jika kamu tinggal di Thailand kamu harus mencintai raja"- dan kemudian massa membubarkan diri setelah polisi menjamin akan mengusut perkara tersebut.
Pada pekan lalu, penguasa mendesak warga melaporkan perkara lese majeste ke pihak berwajib. Polisi juga memantau ketat isi tulisan yang diunggah dalam jaringan dan media sosial.
"Kami memahami bahwa beberapa orang tidak akan gembira dengan penghinaan raja. Saya ingin rakyat membiarkan pihak berwajib menangani kasus-kasus ini sesuai hukum yang berlaku," kata Suwapan Tanyuwattana, menteri pada Kantor Perdana Menteri Thailand.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
Kematian raja dihormati itu pada Kamis setelah tujuh dasawarsa bertahta membuat negara di Asia Tenggara itu berduka dan meningkatkan kepekaan terhadap setiap tanggapan negatif.
Kritikan terhadap raja, kerabat, dan keturunannya, atau dalam istilah Prancis disebut lese majeste, adalah kejahatan sangat serius di Thailand dengan ancaman hukuman penjara hingga 25 tahun.
Pada Jumat, sekitar 400 orang berkumpul di depan sebuah kedai susu kedelai di provinsi Phuket untuk menentang tulisan di Facebook oleh anak pedagang itu, yang mereka nilai menghina raja.
"Mereka ingin bertahan bahwa tidak ada seorang pun bisa menghina raja, yang mereka cintai," kata Komandan Polisi Provinsi Phuket, Mayor Jendral Polisi Teerapon Tipcharoen, kepada Reuters.
Video kejadian lain di Pulau Samui, yang diunggah pada Minggu, menunjukkan seorang perempuan disuruh bersujud di depan potret raja, sementara massa, yang menyaksikan, berteriak "Keluar".
Dalam kejadian ketiga, di provinsi wilayah selatan Phang Nga, ratusan orang berkumpul di rumah seorang pria, marah atas ujaran pria tersebut di Facebook.
Pria itu tetap diam di dalam rumahnya ketika orang-orang meneriakinya -salah satunya terdengar mengatakan, "Jika kamu tinggal di Thailand kamu harus mencintai raja"- dan kemudian massa membubarkan diri setelah polisi menjamin akan mengusut perkara tersebut.
Pada pekan lalu, penguasa mendesak warga melaporkan perkara lese majeste ke pihak berwajib. Polisi juga memantau ketat isi tulisan yang diunggah dalam jaringan dan media sosial.
"Kami memahami bahwa beberapa orang tidak akan gembira dengan penghinaan raja. Saya ingin rakyat membiarkan pihak berwajib menangani kasus-kasus ini sesuai hukum yang berlaku," kata Suwapan Tanyuwattana, menteri pada Kantor Perdana Menteri Thailand.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016