Palm Beach, Florida/Washington (Antara Babel) - Presiden Amerika Serikat
terpilih Donald Trump seperti kebakaran jenggot oleh seruan
penghitungan ulang suara Pemilu yang disampaikan kubu Hillary Clinton
dengan menandaskan dialah yang memenangkan suara rakyat (populer vote)
paling besar pada Pemilu 8 November.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
Klaim Trump yang mendapatkan
mayoritas suara dalam Electoral College untuk menjadi presiden AS muncul setelah Hillary Clinton memimpin "popular vote" atas Trump sampai
selisih 2 juta suara dan kemungkinan masih akan bertambah sampai 2,5
juta suara karena negara-negara bagian berpenduduk besar seperti
California masih mengadakan penghitungan suara hasil Pemilu.
Bagian hukum Hilary Clinton Sabtu pekan lalu sepakat turut serta dalam penghitungan kembali suara di negara bagian Wisconsin setelah komisi Pemilu AS memenuhi permintaan calon presiden dari Partai Hijau Jill Stein yang disebut Trump menggelikan.
"Di samping memenangkan Electoral College dengan telak, saya juga memenangkan 'popular vote' jika Anda mengesampingkan jutaan orang yang memilih secara ilegal," cuit Trump saat wartawan menantikan dia meninggalkan resort golf Mar-a-Lago di Florida untuk kembali ke rumahnya di New York.
Tidak seperti di Indonesia, pemenang Pemilu Presiden di AS tidak ditentukan oleh total suara pemilih, melainkan oleh suara elektoral dalam Electoral College dari negara bagian-negara bagian di mana setiap negara bagian memiliki jatah suara elektoral tersendiri yang disesuaikan dengan jumlah penduduk di negara bagian itu.
Trump menang Pemilu Presiden karena melewati batas minimal 270 suara elektoral dari total 538 suara elektoral, untuk disebut pemenang Pemilu.
Hasil penghitungan Electoral College diperkirakan selesai pada 19 Desember, sedangkan Trump dilantik pada 20 Januari.
"Akan jauh lebih mudah bagi saya untuk memenangi apa yang disebut 'popular vote' ketimbang Electoral College karena saya hanya perlu berkampanye di tiga atau empat negara bagian dari 15 negara bagian yang saya kunjungi," cuit Trump lagi.
Beberapa jam kemudian, Trump meneruskan mencuit, "Ada kecurangan suara yang serius di Virginia, New Hampshire dan California, mengapa media tidak melaporkan ini? Bias yang serius, masalah besar!".
Hillary menang di tiga negara bagian itu, demikian Reuters.
Bagian hukum Hilary Clinton Sabtu pekan lalu sepakat turut serta dalam penghitungan kembali suara di negara bagian Wisconsin setelah komisi Pemilu AS memenuhi permintaan calon presiden dari Partai Hijau Jill Stein yang disebut Trump menggelikan.
"Di samping memenangkan Electoral College dengan telak, saya juga memenangkan 'popular vote' jika Anda mengesampingkan jutaan orang yang memilih secara ilegal," cuit Trump saat wartawan menantikan dia meninggalkan resort golf Mar-a-Lago di Florida untuk kembali ke rumahnya di New York.
Tidak seperti di Indonesia, pemenang Pemilu Presiden di AS tidak ditentukan oleh total suara pemilih, melainkan oleh suara elektoral dalam Electoral College dari negara bagian-negara bagian di mana setiap negara bagian memiliki jatah suara elektoral tersendiri yang disesuaikan dengan jumlah penduduk di negara bagian itu.
Trump menang Pemilu Presiden karena melewati batas minimal 270 suara elektoral dari total 538 suara elektoral, untuk disebut pemenang Pemilu.
Hasil penghitungan Electoral College diperkirakan selesai pada 19 Desember, sedangkan Trump dilantik pada 20 Januari.
"Akan jauh lebih mudah bagi saya untuk memenangi apa yang disebut 'popular vote' ketimbang Electoral College karena saya hanya perlu berkampanye di tiga atau empat negara bagian dari 15 negara bagian yang saya kunjungi," cuit Trump lagi.
Beberapa jam kemudian, Trump meneruskan mencuit, "Ada kecurangan suara yang serius di Virginia, New Hampshire dan California, mengapa media tidak melaporkan ini? Bias yang serius, masalah besar!".
Hillary menang di tiga negara bagian itu, demikian Reuters.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016