Di banyak daerah, ketergantungan pada komoditas primer, industri ekstraktif, dan pariwisata yang sensitif terhadap gejolak global semakin menunjukkan kelemahannya.
Perubahan iklim, tuntutan efisiensi energi, dan kebutuhan pembangunan yang berkelanjutan menuntut paradigma baru dalam merancang masa depan ekonomi.
Transisi menuju energi bersih, kini menjadi salah satu langkah strategis yang diambil berbagai daerah untuk memastikan ketahanan ekonomi jangka panjang dan meningkatkan daya saing di tengah dinamika global.
Kesadaran inilah yang mulai mengemuka di Nusa Tenggara Barat (NTB). Pemerintah provinsi menyadari bahwa masa depan ekonomi daerah tidak lagi dapat bertumpu pada pola lama yang rentan terhadap fluktuasi harga komoditas, siklus tambang, serta ketidakpastian pariwisata global.
NTB, kini menapaki jalan baru dengan membangun ekosistem energi bersih sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Transisi ini bukan hanya pilihan kebijakan, tetapi kebutuhan strategis agar NTB mampu bertahan dan berkembang di tengah perubahan besar yang berlangsung di tingkat global.
Gagasan ini muncul dari kenyataan bahwa NTB memiliki potensi energi bersih yang besar, namun belum dimanfaatkan optimal. Energi surya, angin, biomassa, hingga mikrohidro tersebar di berbagai wilayah, tetapi belum terintegrasi ke dalam strategi besar sebagai motor ekonomi baru.
Situasi berubah ketika kebutuhan terhadap energi yang andal, murah, dan ramah lingkungan menjadi semakin mendesak. Tanpa terobosan baru, NTB akan menghadapi hambatan dalam memenuhi kebutuhan energi industri, menarik investasi, serta menjaga daya saing UMKM dan sektor produktif lainnya.
Karena itu, NTB mulai menyiapkan pendekatan yang lebih terarah melalui pengembangan proyek energi bersih berbasis teknologi modern, kemitraan dengan investor, dan integrasi dengan agenda industrialisasi daerah.
Jalan baru energi bersih, bukan hanya tentang membangun pembangkit, tetapi memastikan energi tersebut benar-benar menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Membangun ekosistem
Tahap pertama menuju transformasi energi NTB adalah membangun ekosistem yang komprehensif dan berkelanjutan. Selama ini, pemanfaatan energi terbarukan di NTB masih berada di level proyek kecil dan tersebar.
Skala tersebut belum cukup untuk mendorong industrialisasi atau mengubah struktur ekonomi secara signifikan. Karena itu, langkah yang lebih sistematis diperlukan agar energi bersih menjadi pilar utama pembangunan.
NTB memiliki intensitas sinar Matahari yang tinggi, hampir sepanjang tahun. Ini membuka peluang besar untuk pengembangan energi surya, baik skala besar maupun skala rumah tangga.
Selain itu, beberapa wilayah memiliki potensi angin yang memadai untuk pembangkit turbin, sementara biomassa dari sektor pertanian dan peternakan dapat menjadi sumber energi tambahan.
Potensi mikrohidro di kawasan perbukitan juga dapat dimanfaatkan untuk energi di daerah terpencil yang selama ini bergantung pada diesel.
Namun, potensi saja tidak cukup. Tantangan terbesar adalah bagaimana menghadirkan kebijakan yang konsisten, kepastian regulasi, serta skema pembiayaan yang menarik bagi investor.
Pengalaman banyak daerah menunjukkan bahwa proyek energi hijau hanya berhasil jika pemerintah memainkan peran sebagai pengarah kebijakan, penyedia insentif, dan penjaga stabilitas ekosistem investasi.
Dalam konteks NTB, kebijakan energi hijau perlu dikaitkan dengan agenda pembangunan industri, pengembangan desa mandiri energi, dan peningkatan kapasitas pelaku lokal.
Kebutuhan lain yang tak kalah penting adalah membangun infrastruktur energi yang terintegrasi. Tanpa jaringan yang kuat dan modern, energi terbarukan akan sulit masuk ke sistem kelistrikan daerah.
Karena itu, modernisasi jaringan distribusi, peningkatan kapasitas penyimpanan energi, dan integrasi teknologi smart grid harus menjadi bagian dari strategi energi NTB.
Upaya ini bukan hanya untuk memastikan ketersediaan listrik yang stabil, tetapi juga untuk menekan biaya energi sehingga lebih kompetitif bagi investor.
Industri baru
Transisi energi di NTB tidak boleh berhenti pada pembangunan pembangkit. Energi bersih harus menjadi motor penggerak bagi tumbuhnya industri baru yang mampu menyerap tenaga kerja, memperluas rantai pasok, dan menciptakan nilai tambah ekonomi.
Inilah yang membedakan transisi energi yang berhasil dengan yang sekadar bersifat simbolik.
Pertama, energi bersih dapat menjadi daya tarik utama bagi pengembangan industri manufaktur ringan dan menengah. Banyak perusahaan global, kini mensyaratkan penggunaan energi hijau sebagai bagian dari komitmen environmental, social, governance ESG).
Jika NTB mampu menyediakan energi bersih dengan harga terjangkau, daerah ini akan memiliki keunggulan kompetitif dalam menarik investasi berorientasi ekspor.
Kedua, sektor pertanian dan perikanan yang selama ini menjadi tulang punggung NTB dapat didorong lebih jauh melalui energi bersih.
Gudang pendingin ikan berbasis energi surya, pengering gabah modern, dan pabrik pengolahan berbasis energi rendah emisi dapat meningkatkan kualitas produk, sekaligus mengurangi biaya produksi.
Hilirisasi komoditas lokal, seperti jagung, rumput laut, susu sapi, dan produk hortikultura dapat dipercepat dengan adanya pasokan energi yang stabil.
Ketiga, UMKM sebagai sektor terbesar perlu mendapatkan manfaat langsung dari energi bersih. Banyak UMKM kesulitan berkembang karena biaya energi tinggi dan pasokan yang tidak stabil.
Dengan skema pembiayaan yang terjangkau, UMKM dapat memasang panel surya mandiri untuk produksi, penyimpanan dingin, atau operasional harian. Ini akan menaikkan daya saing produk dan membuka peluang pasar lebih luas.
Selain itu, energi hijau membuka kesempatan bagi NTB untuk masuk dalam industri baru, seperti perakitan panel surya, produksi komponen turbin angin, hingga jasa teknisi energi terbarukan.
Industri berbasis teknologi ini dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas dan mendorong masuknya investasi berbasis inovasi.
Tata kelola
Transformasi energi tidak hanya membutuhkan investasi besar, tetapi juga tata kelola yang kuat dan terpercaya. Banyak proyek energi di berbagai daerah gagal karena tata kelola yang lemah, perencanaan yang tidak matang, atau minimnya pengawasan.
NTB harus belajar dari pengalaman tersebut agar perjalanan menuju energi bersih tidak berhenti di tengah jalan.
Pertama, transparansi harus menjadi prinsip utama. Setiap rencana investasi energi bersih perlu dipublikasikan secara jelas kepada masyarakat, mulai dari nilai investasi, mitra kerja sama, hingga proyeksi manfaatnya.
Keterbukaan ini akan membangun kepercayaan publik dan memastikan bahwa proyek energi tidak hanya menguntungkan segelintir pihak.
Kedua, perencanaan energi perlu disusun berdasarkan data dan proyeksi kebutuhan jangka panjang.
NTB harus menghindari proyek energi yang dibangun tanpa kajian matang atau sekadar mengikuti tren. Proyek energi bersih harus menjawab kebutuhan industri, desa, UMKM, dan sektor publik secara terukur.
Ketiga, keberlanjutan manfaat harus menjadi orientasi utama. Energi bersih harus menghadirkan dampak nyata bagi masyarakat, bukan hanya mengurangi emisi.
Desa mandiri energi harus diperluas; biaya listrik untuk industri harus semakin kompetitif; dan peningkatan kapasitas SDM lokal harus menjadi prioritas agar ketergantungan pada tenaga ahli luar dapat dikurangi.
Jika tata kelola berjalan baik, NTB tidak hanya berhasil membangun pembangkit energi bersih, tetapi juga menciptakan transformasi ekonomi yang menyeluruh.
Pada akhirnya, jalan baru energi bersih adalah peluang besar bagi NTB untuk keluar dari ketergantungan pada sektor-sektor lama yang rentan.
Transformasi energi ini dapat menjadi fondasi baru bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif, modern, dan berkelanjutan.
Tantangannya besar, tetapi peluangnya lebih besar lagi. Dengan strategi yang matang dan tata kelola yang kuat, NTB berpeluang menjadi salah satu daerah pionir energi bersih di Indonesia, sekaligus membuka masa depan ekonomi yang lebih stabil bagi seluruh masyarakatnya.
Editor : Rustam Effendi
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2025