Jakarta (Antara Babel) - Pemerintah Indonesia mendorong universalisasi Konvensi Senjata Kimia melalui peningkatan kerja sama antarnegara, seperti disampaikan dalam keterangan pers dari Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Rabu.

Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (Organization on the Prohibition of Chemical Weapons/OPCW) telah menyelenggarakan) Forum Regional Negara-negara Pihak Penandatanganan Konvensi Senjata Kimia di Asia-Pasifik untuk membahas isu-isu yang terkait dengan Pasal 10, yaitu tentang Bantuan dan Perlindungan Melawan Senjata Kimia.

Pertemuan tersebut berlangsung di Nusa Dua, Bali pada 23-25 Mei 2017. Pihak Indonesia diwakili oleh Otoritas Nasional Senjata Kimia serta Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri bersama dengan Kementerian Perindustrian.

Dalam sambutan pembukaan mewakili Otoritas Senjata Kimia, Direktur Industri Kimia Hulu, Kemenperin, Muhamad Khayam, menekankan pentingnya kerja sama antarnegara dalam mengantisipasi bahaya senjata kimia dan peningkatan kapasitas setiap negara dalam pelaksanaannya.

Khayam menekankan bahwa perkembangan situasi global yang menunjukkan meningkatnya potensi ancaman penggunaan senjata pemusnah masal, termasuk senjata kimia, makin membuktikan pentingnya kerja sama antarnegara dalam mengantisipasi insiden terkait senjata kimia.

"Mengingat pentingnya pemenuhan kewajiban dari Konvensi Senjata Kimia (KSK) sebagai bagian dari upaya global perlarangan dan pemusnahan senjata kimia secara menyeluruh, maka KSK harus diberlakukan secara universal," ujar dia.

Untuk memenuhi komitmen sebagai negara pihak pada KSK, Indonesia memiliki Undang-Undang No. 9 tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Pelarangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia.

Selain itu, Pemerintah Indonesia telah membentuk unit khusus di TNI yang menangani ancaman nuklir, biologi dan kimia. Pemerintah juga telah membentuk Otoritas Nasional Senjata Kimia melalui Perpres No. 19 tahun 2017.

Pertemuan yang membahas senjata kimia di Bali itu dihadiri sekitar 30 orang peserta dari 16 negara di kawasan Asia Pasifik, yakni Afghanistan, Bangladesh, Brunei Darussalam, Cook Islands, China, India, Iran, Irak, Fiji, Malaysia, Maladewa, Qatar, Arab Saudi, Sri Lanka, Vietnam dan Indonesia.

Kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas negara pihak KSK di bidang tanggap darurat menghadapi kemungkinan serangan senjata kimia dan bencana kebocoran bahan kimia berbahaya.

Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 10 Konvensi Senjata Kimia, para pihak diberikan ruang untuk saling bekerja sama dalam hal perlindungan dan kesiapsiagaan dari serangan senjata kimia.

Konvensi Senjata Kimia merupakan konvensi internasional mengenai pelarangan, pengembangan, produksi, penimbunan dan penggunaan senjata kimia, termasuk pemusnahannya.

Sampai saat ini, 192 negara telah menjadi pihak pada Konvensi tersebut. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Senjata Kimia melalui Undang-Undang No. 6 tahun 1998 dan secara resmi menjadi negara pihak sejak 12 Desember 1998.

Pewarta: Yuni Arisandy

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017