Bekasi (Antara Babel) - Wakil Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk
Indonesia, Brian McFeeters, mengonfirmasi bahwa pemerintah negaranya
menyatakan keluar dari kesepakatan iklim yang ditandatangani di Paris,
Prancis, pada 2015 mengenai serangkaian upaya masyarakat dunia
menanggulangi perubahan iklim.
"Benar bahwa Presiden Donald Trump telah menyebutkan hal itu kemarin, Kamis," katanya, Jumat, usai menjadi pembicara dalam kuliah umum terkait kemitraan AS-RI di kampus Universitas Islam 45 Bekasi, Jawa Barat. (Baca juga: Trump umumkan AS akan keluar dari Perjanjian Paris)
Namun demikian, ia tidak bersedia menerangkan lebih dalam lagi terkait kebijakan yang diambil Presiden Trump, sebagai kebijakan baru pemerintahnya.
"Kebijakan itu masih terlalu baru untuk saya ungkapkan," demikian Brian McFeeters.
Walau telah diduga dan dikhawatirkan sebelumnya, Presiden Trump memutuskan AS keluar dari kesepakatan iklim yang ditandatangani 192 negara, termasuk Pemerintahan Presiden AS saat itu Barrack Obama, untuk mengurangi emisi gas zat asam arang secara global.
Trump selama kampanye menuju kursi Presiden AS pada 2016 sudah mengindikasikan bahwa bakal meninggalkan kesepakatan itu manakala menjadi menjadi orang nomor satu di Negeri Paman Sam.
Hal itu langsung mendapat reaksi dari berbagai kalangan, baik di tingkat pemerintahan negara maupun kalangan aktivis dan pendukung masalah perubahan iklim global.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"Benar bahwa Presiden Donald Trump telah menyebutkan hal itu kemarin, Kamis," katanya, Jumat, usai menjadi pembicara dalam kuliah umum terkait kemitraan AS-RI di kampus Universitas Islam 45 Bekasi, Jawa Barat. (Baca juga: Trump umumkan AS akan keluar dari Perjanjian Paris)
Namun demikian, ia tidak bersedia menerangkan lebih dalam lagi terkait kebijakan yang diambil Presiden Trump, sebagai kebijakan baru pemerintahnya.
"Kebijakan itu masih terlalu baru untuk saya ungkapkan," demikian Brian McFeeters.
Walau telah diduga dan dikhawatirkan sebelumnya, Presiden Trump memutuskan AS keluar dari kesepakatan iklim yang ditandatangani 192 negara, termasuk Pemerintahan Presiden AS saat itu Barrack Obama, untuk mengurangi emisi gas zat asam arang secara global.
Trump selama kampanye menuju kursi Presiden AS pada 2016 sudah mengindikasikan bahwa bakal meninggalkan kesepakatan itu manakala menjadi menjadi orang nomor satu di Negeri Paman Sam.
Hal itu langsung mendapat reaksi dari berbagai kalangan, baik di tingkat pemerintahan negara maupun kalangan aktivis dan pendukung masalah perubahan iklim global.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017