Jakarta (Antara Babel) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan transparansi data "vessel monitoring system" atau sistem pengawasan kapal dapat memperbaiki pengelolaan perikanan karena semakin banyak yang memantau aktivitas "illegal fishing".

"Untuk memastikan pengelolaan perikanan terutama di laut lepas yang lebih baik, Indonesia telah menerbitkan data VMS secara terbuka melalui Global Fishing Watch," kata Menteri Susi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Menurut Susi, dengan menggunakan data VMS dapat terpantau aktivitas kapal nelayan Indonesia ke mana kapal itu akan bergi dan beroperasi, serta apakah kapal itu melakukan "transshipment" (alih muatan di laut).

Untuk itu, ujar dia, langkah pembukaan data VMS merupakan salah satu bentuk dukungan Indonesia terhadap pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang lebih transparan. "Kami mengajak negara lain juga melakukan hal yang sama," kata Menteri Kelautan dan Perikanan RI.

Ia berpendapat bahwa publikasi data ini diyakini dapat menjamin pengelolaan perikanan berkelanjutan, serta meningkatkan pengawasan kegiatan perikanan di Indonesia melalui partisipasi masyarakat.

Global Fishing Watch sendiri adalah media online untuk melihat aktivitas perikanan di seluruh dunia yang dibentuk melalui kerjasama antara Google dengan dua organisasi non-profit SkyTruth, dan Oceana.

Melalui Global Fishing Watch, semua orang dengan koneksi internet dapat melihat aktivitas perikanan di seluruh dunia mendekati "real-time" secara gratis.

"Dengan laporan VMS, kapal-kapal yang melakukan kegiatan illegal fishing dapat terpantau. Untuk itu, kita butuh pertukaran informasi kredibel yang lebih transparan berkaitan dengan perikanan antarnegara," katanya.

Sebagai informasi, transparansi atau keterbukaan informasi publik secara umum diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, di mana publik dapat diberikan akses informasi pemerintah, selama tidak dikategorikan sebagai Informasi Publik yang dikecualikan.  

Hak masyarakat atas akses informasi publik juga dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28F, yang menyatakan setiap orang berhak untuk memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari dan memperoleh informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia.

Sebelumnya, pengamat sektor kelautan Abdul Halim menyatakan, pembukaan data "vessel monitoring system" (VMS) atau sistem pengawasan kapal perikanan kepada pihak asing secara luas berpotensi merugikan pemangku kepentingan nasional.

Sementara itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai kebijakan KKP yang membuka data sistem pengawasan kapal perikanan tanpa ada pembatasan, yang ketat, mengancam industrialisasi perikanan.

KNTI mengingatkan bahwa negara-negara maju hingga hari ini masih membatasi pembukaan data sistem pengawasan kapal perikanan ("vessel monitoring system") namun dapat diakses untuk kepentingan tertentu.

Kepentingan tertentu termasuk digunakan untuk pengelolaan perikanan, penegakan hukum, ilmu pengetahuan, dan untuk pengembangan, penerapan, perubahan dan/atau upaya pemantauan konservasi dan pengelolaan perikanan dengan ketentuan hukum yang tepat.

KNTI menegaskan, membuka data VMS sama saja membuka seluruh potensi perikanan Indonesia yang berada dalam kondisi perbaikan dengan situasi "overfishing" karena dengan tanpa dibatasi keterbukaan sehingga usaha perikanan akan berlomba-lomba untuk mengakses wilayah yang banyak didatangi oleh kapal perikanan.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017