Jakarta (Antara Babel) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan berbagai pihak jangan menghabiskan energi untuk perdebatan alat tangkap cantrang yang tidak ramah lingkungan, dan menganggap pro-kontra dalam suatu kebijakan adalah biasa.
"Presiden (Joko Widodo) sudah melarang saya keluarkan energi untuk cantrang," kata Susi Pudjiastuti di sela-sela Rakornas Pemberantasan IUU Fishing di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, aksi yang dilakukan kelompok nelayan pada saat ini merupakan hal yang biasa terjadi bila ada kebijakan yang dikeluarkan oleh pihaknya.
Menteri Susi mengingatkan bahwa pada tahun 2016 juga pernah ada aksi demonstrasi setelah pemerintah mengeluarkan larangan penggunaan cantrang.
"Biasa setiap tahun ada demo," katanya. Ia pun menambahkan bahwa aksi tersebut juga biasa terjadi bila ada wacana "reshuffle" atau perombakan kabinet.
Sebagaimana diketahui, ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Selasa, sebagai bentuk keprihatinan atas sejumlah regulasi Kementerian Kelautan dan Perikanan termasuk dilarangnya alat tangkap cantrang.
Koordinator aksi tersebut, Rusdianto Samawa menyatakan, pihaknya mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memperbaiki kondisi perikanan Republik Indonesia.
Namun, ujar Rusdianto, terdapat sejumlah regulasi KKP yang kebijakannya dinilai tidak mampu menyejahterakan sehingga nelayan menanggung risiko besar seperti matinya usaha.
Selain itu, ia juga mengemukakan risiko besar lainnya yang ditanggung nelayan antara lain adalah terjadinya pengangguran.
"Sehingga kami harapkan agar pemerintah daerah bisa memperhatikan dan membuat regulasi yang baik untuk melindungi nelayan serta masyarakat," tuturnya.
Sebelumnya, pengamat sektor kelautan Abdul Halim menyatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama-sama dengan kelompok nelayan harus dapat menemukan titik temu untuk mencari solusi terbaik pengembangan perikanan di Tanah Air.
"Kedua belah pihak harus mengupayakan adanya titik temu mengatasi dampak sosial ekonomi yang muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri KKP No. 2/2015," kata Abdul Halim.
Regulasi tersebut adalah terkait tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan jenis pukat hela dan pukat tarik di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia.
KKP mengeluarkan aturan itu antara lain karena jenis alat tangkap tersebut dinilai telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan serta mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan.
Menurut Abdul Halim, titik temu yang bisa disepakati antara lain adalah menyegerakan penggantian alat tangkap, memfasilitasi permodalan, dan menyosialisasikan upaya peralihan alat tangkap tanpa mengkriminalisasi nelayan di laut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"Presiden (Joko Widodo) sudah melarang saya keluarkan energi untuk cantrang," kata Susi Pudjiastuti di sela-sela Rakornas Pemberantasan IUU Fishing di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, aksi yang dilakukan kelompok nelayan pada saat ini merupakan hal yang biasa terjadi bila ada kebijakan yang dikeluarkan oleh pihaknya.
Menteri Susi mengingatkan bahwa pada tahun 2016 juga pernah ada aksi demonstrasi setelah pemerintah mengeluarkan larangan penggunaan cantrang.
"Biasa setiap tahun ada demo," katanya. Ia pun menambahkan bahwa aksi tersebut juga biasa terjadi bila ada wacana "reshuffle" atau perombakan kabinet.
Sebagaimana diketahui, ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Selasa, sebagai bentuk keprihatinan atas sejumlah regulasi Kementerian Kelautan dan Perikanan termasuk dilarangnya alat tangkap cantrang.
Koordinator aksi tersebut, Rusdianto Samawa menyatakan, pihaknya mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memperbaiki kondisi perikanan Republik Indonesia.
Namun, ujar Rusdianto, terdapat sejumlah regulasi KKP yang kebijakannya dinilai tidak mampu menyejahterakan sehingga nelayan menanggung risiko besar seperti matinya usaha.
Selain itu, ia juga mengemukakan risiko besar lainnya yang ditanggung nelayan antara lain adalah terjadinya pengangguran.
"Sehingga kami harapkan agar pemerintah daerah bisa memperhatikan dan membuat regulasi yang baik untuk melindungi nelayan serta masyarakat," tuturnya.
Sebelumnya, pengamat sektor kelautan Abdul Halim menyatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama-sama dengan kelompok nelayan harus dapat menemukan titik temu untuk mencari solusi terbaik pengembangan perikanan di Tanah Air.
"Kedua belah pihak harus mengupayakan adanya titik temu mengatasi dampak sosial ekonomi yang muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri KKP No. 2/2015," kata Abdul Halim.
Regulasi tersebut adalah terkait tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan jenis pukat hela dan pukat tarik di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia.
KKP mengeluarkan aturan itu antara lain karena jenis alat tangkap tersebut dinilai telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan serta mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan.
Menurut Abdul Halim, titik temu yang bisa disepakati antara lain adalah menyegerakan penggantian alat tangkap, memfasilitasi permodalan, dan menyosialisasikan upaya peralihan alat tangkap tanpa mengkriminalisasi nelayan di laut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017