Pangkalpinang (Antara Babel) - Gerakan Masyarakat Peduli Lingkungan (Gempa) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung meminta gubernur meninjau ulang semua izin aktivitas pertambangan yang ada di daerah itu.

"Kita memiliki banyak objek wisata menarik dan ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara, sehingga aktivitas pertambangan yang merusak harus ditinjau kembali," kata Ketua Umum Gempa, Aditia Pratama di Pangkalpinang, Minggu.

Menurut dia, aktivitas pertambangan berdampak pada kerusakan lingkungan terkhusus estetika laut, sehingga bila dibiarkan akan berdampak pada menurunnya keindahan laut itu sendiri.

Ia mengakui dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 mengenai Baku Mutu Air Laut untuk wisata bahari dan biota laut disebutkan ambang batas baku mutunya, tetapi nilai keindahannya tetap hilang.

"Kalau air laut warnanya coklat kan lucu, sedangkan cita-cita kita ingin menjadikan Babel sebagai daerah destinasi pariwisata setelah Bali dan Lombok," ujarnya.

Selain itu Aditia juga meminta gubernur meninjau ulang izin pendalaman alur di Jeliti, karena selain melakukan pendalaman diduga juga melakukan aktivitas penambangan pasir.

"Penambangan pasir ini bisa lebih parah dari penambangan timah khususnya terkait masalah kekeruhannya, sehingga harus menjadi perhatian gubernur. Apalagi wilayah tersebut berdekatan dengan beberapa objek wisata seperti Pantai Rambak, Tongachi, Pantai Tikus Emas, Tanjung Pesona, Pantai Rebo dan bisa juga karena arus laut mencemari pantai lainnya seperti Matras dan Parai," katanya.

Dia mengimbau seluruh pengusaha pariwisata bersatu menjaga pantai di wilayah mereka, sehingga sebagai penyedia jasa bisa memberikan kepuasan kepada masyarakat.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Hendra Apollo meminta semua pertambangan yang beraktivitas di daerah pariwisata segera ditutup, dikarenakan merusak keindahan laut.

"Kami minta ditutup karena pertambangan ini manfaatnya sedikit untuk masyarakat, sedangkan pariwisata multi efek. Kalau tidak berani menutup berarti oknum di pemerintahan terindikasi mendapatkan fee dari pertambangan tersebut," katanya.

Dia mengatakan, moratorium Perda Zonasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah dilakukan sejak dua setengah tahun lalu, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak menutup izin pertambangan itu.

"Moratorium untuk zonasi mana saja daerah perikanan, pariwisata dan pertambangan sudah berjalan 2,5 tahun ini, kalau masih ada yang beraktivitas di wilayah pariwisata harus ditangkap," ujarnya.

Pewarta: Try Mustika Hardi

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017