Pangkalpinang (Antara Babel) - Alun-alun Taman Merdeka Kota Pangkalpinang pada Jumat (27/12) malam seakan menjadi miliknya warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sudah lama merantau dan mengadu nasib di negeri "Serumpun Sebalai Sepintu Sedulang", Bangka Belitung.

Ribuan warga perantau asal NTT dan sebagian warga Kota Pangkalpinang, seakan menyemut di Alun-alun Taman Merdeka yang terletak di serambi depan kediaman Wali Kota Pangkalpinang untuk menyaksikan sebuah pagelaran seni budaya yang dilakonkan anak-anak perantau NTT di bumi penghasil timah itu.

Di antara ribuan warga NTT itu, hadir pula Uskup Pangkalpinang Mgr Hilarius Moa Nurak SVD, Gubernur Bangka Belitung Rustam Effendi, Wali Kota Pangkalpinang Irwansyah, utusan khusus Gubernur NTT Filemon da Lopez, Kesultanan Raja Timor Yoseph Ariyanto Lu Teflopo dan keluarga Depati Amir di Kupang Mochtar Bahren.

Jumlah warga NTT di Bangka Belitung, menurut Ketua Ikatan Flobamora (Flores, Sumba, Timor, Alor) Yohanes Min, sekitar 6.000 orang yang menyebar di berbagai wilayah di Kepulauan Bangka Belitung. Mayoritas warga NTT yang ada di Bangka Belitung berasal dari Kabupaten Sikka di Pulau Flores.

Mereka antara lain bekerja sebagai petani, karyawan di perusahaan penambangan Timah, dan sebagian kecilnya di birokrasi pemerintahan serta guru dan biarawan dan biarawati Katolik untuk melayani umat di wilayah Keuskupan Pangkalpinang yang meliputi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan dan Batam.

Sekretaris Panitia Pagelaran Seni Budaya NTT Venus Esong mengatakan pagelaran seni budaya ini untuk merekatkan kembali hubungan persahabatan dan persaudaraan antara warga NTT dengan warga Bangka Belitung yang telah dirintis oleh pahlawan Bangka Depati Amir.

"Kami ingin merajut kembali benang persahabatan dan persaudaraan antara Bangka Belitung dan Timor, NTT lewat pentas budaya ini dengan mengangkat ketokohan Depati Amir sebagai simpul persahabatan dan persaudaraan antara rakyat Bangka Belitung dan rakyat Nusa Tenggara Timur," katanya.

Depati Amir dikenang jasa-jasanya untuk oleh kedua warga serumpun, karena
kegigihannya dalam menentang kolonialisme Belanda yang ingin menguasai dan mengeruk Timah dari tanah Bangka dan Belitung pada masa kolonialisme.

Akibat kegigihannya tersebut, Depati Amir dibuang oleh Belanda ke sebuah
perkampungan sunyi di ujung barat Pulau Timor bernama Kampung Air Mata pada 1851.

Depati Amir mengarungi lautan dengan sebuah perahu dari Tanah Bangka menuju Kupang hampir setahun lamanya. Koloni Belanda sangat ketakutan jika Depati Amir tetap dibiarkan hidup di Tanah Bangka, karena pengaruhnya sangat kuat untuk memprovokasi rakyat melawan Belanda.

Sejarah Perjuangan mereka terekam dalam berbagai buku dan tulisan. Berawal dari Depati Bahren menurun ke anaknya Depati Amir, Panglima Hamzah, Sajida bersama Batin Tikal, Kreopanting dan penerusnya berjuang di segala distrik di penjuru Pulau Bangka.

Perlawanan Rakyat Bangka melalui Perang Amir telah berlangsung antara tahun 1848-1851 merupakan kelanjutan perlawanan Depati Bahrin sejak 1820-1848.

Seluruh penjuru Pulau Bangka dijadikan tanah perjuangan, pertahanan dan
perlawanan, sedangkan pertempuran terbesar terjadi di daerah Mendara, Cepurak, Bakam, Tajau Belah dan Ketiping.

Dalam pertempuran di Cepurak dan Bakam dua perwira militer Belanda, masing-masing Kapten Casembroot dan Doorschot tewas.

Pertempuran yang melelahkan itu berlangsung hampir tiga tahun tanpa henti dengan penyergapan dan pengepungan dipimpin oleh Lettu Dekker di Cepurak pada tanggal 27 Nopember 1850 dan pada bulan Desember 1850, Depati Amir dan Panglima Hamzah beserta pengikutnya berhasil meloloskan diri.

Dalam kondisi lemah dan sakit Depati Amir dan Panglima Hamzah berhasil ditangkap oleh koloni Belanda pada tanggal 7 januari 1851 lalu dibawa ke Bakam, kemudian dibawa ke Belinyu pada tanggal 16 Januari 1851, selanjutnya di bawa ke Mentok.

Pada tanggal 28 Pebruari 1851 berangkatlah Depati Amir dan Panglima Hamzah ke Pulau Timor dengan kapal uap "Oenrust" yang memakan waktu hampir setahun lamanya.

Perkampungan Air Mata merupakan tempat Depati Amir dibuang di Kupang dan desa ini merupakan desa muslim pertama di Kupang. Perkampungan tersebut diberi nama Air Mata karena air mata sebagai ungkapan rasa kesedihan umat akibat penjajahan Belanda.

Perjuangan tidak berhenti dan terus dilanjutkan di Pulau Timor dalam bentuk memberikan petuah dan mengatur siasat dan strategi perang bagi pejuang di Pulau Timor untuk melawan Belanda, melakukan dakwah menyebarkan agama Islam.

Komunitas muslim yang ada di Pulau Timor adalah keturunan Bahrin dan mereka mendirikan masjid di Bonipoi yang diberi nama Al Ikhlas.

Waktu berlalu seiring kerinduan keluarga besar Depati Amir dan Panglima Hamzah. Saat merasakan kuatnya persaudaran mereka di pengasingan, mereka menyatukan keluarga dengan memutuskan membuat marga Bahren sebagai tanda persaudaraan.

Dengan mengacu pada kisah sejarah tersebut, Venus Esong bersama anak muda NTT lainnya di Tanah Bangka beritikad untuk merancang sebuah pagelaran seni budaya untuk mengangkat sejarah kebesaran Depati Amir yang selama ini mungkin belum juga diketahui secara baik oleh warga Bangka Belitung.

"Kita bukan hanya sebatas sebagai sahabat tetapi lebih dari itu sebagai saudara. Kita ini bersahabat dan bersaudara, karena Depati Amir meletakkan dasar-dasar peradaban itu sejak lama tatkala dibuang ke Tanah Timor, NTT ratusan tahun yang lampau," komentar Uskup Pangkalpinang Mgr Hilarius Moa Nurak SVD pada malam pentas budaya NTT itu.

Uskup asal Maumere, Kabupaten Sikka di Pulau Flores, NTT itu mengatakan Depati Amir telah merangkai simpul perjuangan menjadi simpul persahabatan yang sejati antara NTT dengan Bangka Belitung.

"Depati Amir memilih jasadnya tetap dikuburkan di Tanah Timor, meski dirinya adalah seorang panglima perang dari Tanah Bangka. Inilah simpul sebuah persahabatan yang harus terus dipupuk dan dilestarikan oleh kedua warga serumpun, NTT dan Bangka Belitung," kata pria berusia 71 tahun itu.

Atas dasar itulah, Mgr Hilarius mengharapkan warga NTT yang merenda hidup di negeri "Serumpun Sebalai Sepintu Sedulang" hendaknya selalu bahu-membahu bersama masyarakat dan pemerintah di Tanah Bangka Belitung untuk membangun provinsi kepulauan yang masih berusia 13 tahun ini.

"Relasi yang sudah dibangun harus terus dipupuk sesuai spirit yang ditunjukkan oleh Depati Amir, sebab NTT dan Bangka Belitung telah menjadi saksi sejarah perjuangan Depati Amir melawan penjajah," ujar Mgr Hilarius yang disambut aplaus meriah oleh ribuan warga yang menyemut di Alun-alun Taman Merdeka Pangkalpinang.

Lalu, apa kata Gubernur Bangka Belitung Rustam Effendi soal ketokohan Depati Amir? "Selama ini, kami terus berjuang untuk menjadikan Depati Amir sebagai Pahlawan Nasional. Perjuangan itu tak pernah surut, meski melalui sebuah proses yang panjang dan melelahkan".

"Kami sangat berterima kasih kepada warga Bangka Belitung asal NTT yang menyelenggarakan pentas budaya Flobamora dengan mengusung tema Depati Amir sebagai simpul persahabatan dan persaudaraan dua warga serumpun. Ini menujukkan bahwa sosok Depati Amir mendapat tempat dihati kita semua," ujarnya.

Yoseph Ariyanto Lu Teflopo dari Kesultanan Raja Timor mengharapkan pemerintah Bangka Belitung jangan berlama-lama memroses Depati Amir sebagai Pahlawan Nasional, karena sosok yang satu ini telah berjuang bersama masyarakat NTT, khususnya di Timor, untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi.

"Kami meminta pemerintah jangan terlalu lama memroses Depati Amir sebagai pahlawan nasional, karena cucuran darah dan nyawanya telah dipertaruhkan untuk negeri ini demi kejayaan bangsa," ujarnya.

Di Pulau Timor bahkan NTT, Depati Amir telah menunjukkan komitmennya mengusir penjajah dari Indonesia dengan menggalang kekuatan bersama raja-raja Timor pada masa itu.  

"Ingat, sejarah itu suci dan kesuciannya tak boleh dinodai oleh kepentingan politik manapun," katanya disambut histeris warga Bangka Belitung yang hadir di Alun-alun Taman Merdeka Pangkalpinang saat itu.

Dia menguraikan, kisah perjuangan Depati Amir selama dibuang di NTT  bukan diulas secara tersurat, tetapi melalui penuturan lisan secara turun-temurun. Dan, tutur lisan benar adanya yang terbukti dari perjuangan Depati Amir selama pembuangan di Tanah Timor yang saat itu dalam genggaman koloni Portugis.

"Selama ini kami terlalu diam menyaksikan perjuangan menjadikan Depati Amir sebagai Pahlawan Nasional. Tapi saatnya kini telah tiba. Melalui Pentas Seni dan Budaya Flobamora di Bangka Belitung ini saya tegaskan bahwa Depati Amir itu pahlawan," katanya disambut pula dengan pekikan histeris warga Bangka Belitung.

Gubernur Bangka Belitung Rustam Effendi juga menegaskan "Persahabatan yang telah kita bangun ini, hendaknya tak boleh dinodai oleh siapa pun dengan cara atau dalih apapun. Persahatan dan persaudaraan itu harus terus dipupuk sampai kapan pun jua".

Gubernur NTT Frans Lebu Raya dalam amanatnya yang disampaikan oleh Filemon da Lopez juga mengimbau warga NTT di tanah rantau agar harus menyadari bahwa bumi yang dipijak adalah daerah yang harus dibangun bersama pemerintah dan semua komponen lainnya.  

"Untuk itu, bekerjalah bersama-sama pemerintah untuk membangun Bangka Belitung dengan tidak melupakan NTT sebagai tanah kelahiran. Jika ada rezeki yang lebih di tanah rantau, jangan lupa pula untuk membangun kampung halaman sendiri," pintanya.

Malam seni budaya NTT itu menampilkan beraneka jenis tarian kreasi baru yang dilakukan anak-anak usia sekolah dasar (SD), ada pula "fashion show" pakaian adat NTT, tarian cakalele, tarian soka papak, tarian suling Imung Deung, tarian patarak dan tarian dari Sanggar Tari Kampak Pangkalpinang.

Ada pula lantunan lagu kerinduan untuk pulang kampung dan lagu Depati Amir karya Venus Esong, putera Sikka, dengan aransemen musik yang digarap Jitron Pah. Dua lagu ini dinyanyikan oleh Babo penyanyi asal Maumere yang kini sedang berkiprah di dunia musik Jakarta, juga Nona Kupang.

Pentas seni budaya NTT di negeri "Serumpun Sebalai Sepintu Sedulang" ini
merupakan acara perdana yang digagas anak-anak NTT di Bangka Belitung untuk merajut kembali benang persahabatan dan persaudaraan antara Bangka Belitung dan NTT yang diletakkan oleh pahlawan Bangka Depati Amir.*

Pewarta: Laurensius Molan

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013