Jakarta (Antara Babel) - Pertemuan Konsultasi Tahunan ke-12 antara Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mohamad Najib Razak di Kuching, Sarawak, Malaysia, pada Rabu (22/11) menghasilkan pernyataan bersama kedua kepala pemerintahan dari dua negara bertetangga itu.

Terdapat 33 butir pernyataan bersama (joint statement) yang dihasilkan dalam pertemuan tertinggi dari kedua negara untuk membahas dan mengevaluasi berbagai perkembangan dalam hubungan bilateral.

Sejak pertama kali diselenggarakan di Istana Tampak Siring, Bali, Indonesia pada 7-8 Agustus 2002, antara Presiden Megawati Soekarnoputeri dan PM  Mahathir Mohamad, pertemuan konsultasi tahunan itu bertujuan lebih memajukan hubungan bilateral sekaligus memperluas dan mencari peluang-peluang kerja sama baru yang saling menguntungkan.

Pertemuan itu mencerminkan kedekatan hubungan Indonesia dan Malaysia yang dapat dimanfaatkan kedua pemimpin negara untuk membahas perkembangan kerja sama, baik dalam kerangka bilateral, regional, maupun multilateral, terutama terkait isu-isu khusus yang menjadi perhatian kedua negara.

Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang telah menjalin hubungan diplomatik pada 1957, tak lama setelah negeri jiran itu memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 31 Agustus 1957.

Meskipun kepala pemerintahan yang memimpin pertemuan konsultasi tahunan itu telah silih berganti namun isu-isu sentral yang dibahas masih meliputi kepentingan bersama kedua negara yakni peningkatan kerja sama ekonomi, isu perbatasan, pertahanan dan keamanan wilayah, ketenagakerjaan, pendidikan, serta sosial dan budaya.

Pertemuan konsultasi tahunan ke-12 ini juga dalam suasana peringatan 60 tahun hubungan bilateral RI-Malaysia.

Pada butir kedua dalam pernyataan bersama hasil Pertemuan Konsultasi Tahunan ke-12, misalnya, disebutkan bahwa kedua pemimpin menyambut baik penguatan hubungan bilateral dalam 60 tahun terakhir dan pertumbuhan signifikan dalam isu politik, ekonomi dan strategis yang menjadi kepentingan bersama, berdasarkan dasar yang kokoh dari nilai dan tradisi bersama antara kedua negara.

Kedua pemimpin mengakui hubungan sejarah mendalam antara Malaysia dan Indonesia sebagai landasan bagi kemitraan masa depan yang lebih kuat.

Untuk memperingati ulang tahun ke-60 hubungan diplomatik, kedua pemimpin berjanji memiliki komitmen kuat terhadap kemakmuran dan keamanan masing-masing, didukung oleh kerangka kerja sama yang luas yang mencakup aspek politik, ekonomi, keamanan, pembangunan, pendidikan, dan ikatan antarwarga (people to people ties) kedua negara.

Kedua kepala pemerintahan mencatat keberhasilan penyelenggaraan Komisi Bersama Kerja Sama Bilateral (JCBC) di Jakarta pada 10-11 Agustus 2017 yang dipimpin oleh Menlu Malaysia Anifah Haji Aman dan Menlu Indonesia Retno LP Marsudi.

JCBC itu mempromosikan saling pengertian antara kedua negara di berbagai bidang seperti batas daratan dan lautan kedua negara, kesejahteraan pekerja migran, perekrutan pekerja Indonesia sektor domestik di Malaysia, perdagangan dan investasi, pariwisata, dan pendidikan.

Pertemuan JCBC ke-16 dijadwalkan berlangsung di Malaysia pada 2018.

Dalam catatan Antara, JCBC sempat terhenti sejak tahun 2004 dan baru dimulai lagi pada 2010 sebagai pertemuan awal sebelum berlangsung Pertemuan konsultasi tahunan ke-7 berlangsung pada 18 Mei 2010.

Utusan khusus

Dalam pernyataan bersama itu juga disebutkan bahwa kedua kepala pemerintahan menyambut baik kerja utusan khusus (special envoys) kedua negara untuk mempersempit celah kedua belah pihak untuk menemukan solusi damai soal perbatasan laut teritorial dan zona maritim lain di perairan Sulawesi.

Dalam pertemuan JCBC pada Agustus lalu, kedua Menlu telah menyepakati Batas Laut Teritorial Sementara (Provisional Territorial Sea Boundary/PTSB) di Laut Sulawesi.

Indonesia telah meminta Malaysia agar PTSB dapat diresmikan untuk memberikan kontribusi bagi kemajuan penyelesaian negosiasi selanjutnya.

Indonesia dan Malaysia terus melanjutkan negosiasi pembahasan batas negara masing-masing.

Selain di Laut Sulawesi, masih ada sembilan titik masalah perbatasan darat di Kalimantan yang juga harus segera diselesaikan. Sejauh ini, Indonesia dan Malaysia sudah melakukan sembilan pertemuan khusus untuk membahas masalah perbatasan.

Selama masa pemerintahan Jokowi-JK, pemerintah berhasil menyelesaikan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan Singapura dan Filipina.

Jokowi dan Najib juga menggarisbawahi pentingnya memperluas kerja sama yang menjadi prioritas seperti keamanan maritim, kontraterorisme, dan pertukaran informasi antara pasukan pertahanan dan keamanan kedua negara dengan berkomitmen pada pelaksanaan latihan bersama, patroli, dan mengintensifkan pertukaran intelijen.

Pernyatan bersama itu juga memuat soal pengelolaan minyak kelapa sawit. Dalam kesempatan pertemuan dengan Najib tersebut, Jokowi menyampaikan bahwa kedua negara memiliki kerja sama baru yang sangat strategis yaitu penguatan kemitraan untuk kelapa sawit melalui pembentukan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC).

Bahkan pada 2 November lalu di Bali, Indonesia menjadi tuan rumah Pertemuan Tingkat Menteri CPOPC dengan mengundang sejumlah negara penghasil sawit lainnya.  

Jokowi juga mengajak Najib untuk melawan kampanye hitam terhadap komoditas kelapa sawit karena komoditas kelapa sawit menyangkut hajat hidup petani-petani kecil, baik di Indonesia maupun Malaysia.

Tercatat saat ini di Indonesia terdapat setidaknya 17 juta orang yang hidupnya, baik langsung maupun tidak langsung, terkait dengan kelapa sawit, di mana 42 persen lahan perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil.

Sebelumnya, permintaan soal itu juga diungkapkan Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi Peringatan 40 Tahun Kerja Sama Kemitraan ASEAN-Uni Eropa yang digelar pada 14 November 2017 dalam rangkaian KTT ASEAN di Manila, Filipina.

Isu kelapa sawit sangat dekat dengan upaya pengentasan kemiskinan, mempersempit kesenjangan pembangunan, serta pembangunan ekonomi yang inklusif.

Terkait penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) tak berdokumen lengkap di Malaysia, kedua kepala pemerintahan sepakat memperkuat koordinasi yang erat antara pejabat terkait keduanya negara-negara yang secara komprehensif.

Jokowi dalam "Temu Kangen" dengan para WNI/TKI di Kuching seusai pertemuan konsultasi tahunan itu langsung meminta semua pekerja Indonesia di luar negeri untuk memiliki paspor dan dokumen lain.

Hal itu menunjukkan komitmen kuat Jokowi dalam menindaklanjuti pernyataan bersama yang telah dihasilkan kepala pemerintahan kedua negara.

Di hadapan sekitar 5.000 WNI yang tinggal di Sarawak, Malaysia, Presiden Jokowi menegaskan telah memerintahkan Kedutaan Besar RI di Malaysia agar mempercepat proses pengurusan paspor dan tidak memungut biaya apapun selain harga resmi.

Kepala Negara tidak akan mentoleransi perbuatan oknum yang mencoba "bermain-main" dalam kaitannya dengan pengurusan paspor WNI.

Presiden juga menekankan pentingnya bagi WNI yang bekerja di luar negeri untuk segera mengurus akta kelahiran anak-anak mereka. Anak-anak yang lahir semuanya harus diurus akta kelahirannya di Konjen agar nanti kalau sudah dewasa ada pegangan hukumnya. .

Jokowi telah meminta Najib untuk membantu pembangunan sekolah CLC (Community Learning Center) bagi anak-anak TKI di Malaysia. Saat ini baru ada 19 CLC dan ditargetkan sampai Juli tahun depan terdapat 50 CLC.

Keberlangsungan hidup satwa badak sumatera (sicerorhinus sumatrensis) juga menjadi perhatian kedua kepala pemerintahan.

Dalam pernyataan bersama disebutkan bahwa kedua negara sepakat mempercepat kerja sama bilateral untuk konservasi badak Sumatera untuk mencegah kepunahan dan untuk memastikan kelangsungan hidup mereka di masa depan.

Kedua kepala pemerintahan menyambut baik pertemuan ahli satwa kedua negara yang berlangsung di Jakarta pada 18-20 Oktober lalu dalam membahas kerja sama kedua negara dalam konservasi satwa tersebut.

Banyak hal memang yang tertuang dalam pernyataan bersama itu sebagai penanda bahwa kedua negara memiliki hubungan bilateral yang sangat erat dan mencakup berbagai bidang.

Pewarta: Budi Setiawanto

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017