Bogor (Antara Babel) - Memasuki tahun politik 2018-2019, Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian, minta para politisi dan kontestan bersikap dewasa, tidak menggunakan isu-isu yang memancing perpecahan, mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa.

"Tolong jangan gunakan isu-isu yang rentan terhadap perpecahan bangsa. Jangan korbankan keutuhan bangsa ini, apalagi untuk kepentingan sektoral pribadi," kata dia, di Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Dia menyebutkan, sudah banyak kejadian yang dapat menjadi contoh pembelajaran, saat persatuan dan kesatuan bangsa terkoyak. Seperti kasus di Ambon, Poso, menjadi pengalaman pahit yang tidak boleh terulang lagi. Semua kemelut berdarah yang kejam itu berlatar SARA dan perebutan kekuasaan sebagian elit.

"Sudah cukuplah kasus di Ambon, di Poso. Pahit, ribuan orang jadi korban meninggal, jangan terulang lagi. Karena belum tentu kita bisa membandungnya," kata dia.

Karnavian menyebutkan, pada 2018 Indonesia memasuki tahun politik. Pada 2018 ada 171 administrasi pemerintahan yang menyelenggarakan Pilkada kabupaten dan kota, 17 provinsi menggelar Pilkada gubernur, di antaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Papua, dan lain-lain. 

Sedankan pada 2019 dilanjutkan Pemilu nasional untuk menentukan presiden dan personalia DPR. 

Politik, menurut dia, adalah bagaimana mengambil dan merebut kekuasaan, dan dengan kekuasaan mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara, termasuk mengerahkan personel-personel pengawak media sosial untuk meraih simpati warga jaringan digital. Di sinilah peran positif para pendukung masing-masing jago di media sosial untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Akan tetapi, "perang opini" dan kampanye hitam juga acap terjadi di media sosial dengan berbagai dampak negatifnya, apalagi jika informasi bohong (hoax) dilancarkan. 

"Akan tetapi, kadang dalam politik menghalalkan segala cara. Ini yang repot. Dan cara itu digunakan meski resikonya mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa," kata dia. 

Dia menyebutkan, Indonesia sebagai negara beragam dengan segala kemajemukannya. Ruang kebebasan yang sudah ada karena gelombang teknologi dan informasi harus diakomodir sesuai undang-udang yang ada, karena jika tidak akan sangat berbahaya dapat memantik perpecahan.

Penegakan hukum, kata dia, juga harus tegas dilaksanakan sehingga saat ada pelanggaran yang beresiko mengusik keutuhan bangsa, maka pelakunya dapat ditindak.

Menurut dia, keterbukaan informasi sangat perlu, tetapi harus terkontrol, jangan liar yang dapat menggiring opini negatif publik.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017