Jakarta (Antaranews Babel) - Presiden Joko Widodo memberikan pembekalan bagi calon hakim baru di lingkungan Mahkamah Agung (MA) di Pusdiklat MA di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Ketua MA Hatta Ali menyebut bahwa pembekalan dari Presiden itu merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah keberadaan MA sejak berdiri pada 19 Agustus 1945.

Terdapat sebanyak 1.591 orang yang mendapat pembekalan dan menerima surat keputusan sebagai calon pegawai negeri sipil di lingkungan MA yang lulus dalam seleksi penerimaan hakim dari tahun 2017 itu. Pembekalan bertema "Mempersiapkan Hakim yang Berintegritas dan Berkualitas Menuju Peradilan Indonesia" itu akan berlangsung hingga 23 Februari 2018.

Meskipun dalam penerimaan calon hakim baru pada tahun 2017 menyediakan formasi sebanyak 1.684 hakim, tetapi yang lulus dalam seluruh tahapan seleksi sebanyak 1.591 orang.

Sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris MA AS Pudjoharsoyo, jumlah pendaftar yang diterima untuk mengikuti seleksi calon PNS hakim pada tahun 2017 berjumlah lebih dari 30 ribu orang tetapi yang lulus seluruh rangkaian seleksi hanya berjumlah 1.591 orang terdiri atas 1.029 orang untuk peradilan umum, 524 orang untuk peradilan agama, dan 38 orang untuk peradilan tata usaha negara.

Jumlah yang lulus seleksi dan diterima sebagai calon hakim baru itu belum menutupi kebutuhan hakim di Indonesia.

Berdasarkan beban kerja MA pada tahun 2015, kebutuhan hakim di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi sebanyak 12.847 orang, sedangkan, jumlah hakim yang ada sebanyak 7.989 orang, yang berarti bahwa MA masih kekurangan 4.858 orang hakim.

Sampai masuk tahun 2017, sudah enam tahun tidak ada perekrutan dan penerimaan calon pegawai negeri sipil untuk tenaga hakim baru, padahal setiap tahun rata-rata jumlah hakim yang purnabakti, baik karena pensiun maupun meninggal rata-rata berjumlah 200 hakim.

Semua hakim yang ditempatkan pada pengadilan tingkat pertama kelas II sejak tahun 2011 tertahan. Selama enam tahun tidak bisa dipindahkan atau dimutasikan ke tempat lain karena belum ada hakim baru yang menggantikan.

Untuk itu perekrutan yang dimulai pada pertengahan tahun 2017 dan sebanyak 1.591 orang calon hakim yang diterima merupakan "darah segar" pelayan keadilan dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemutus atas berbagai kasus hukum yang dihadapi masyarakat, meskipun secara keseluruhan belum menutupi kebutuhan tenaga hakim.

Penambahan calon hakim baru ini antara lain diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hakim pada 86 pengadilan baru. Pembentukan 86 pengadilan baru tingkat pertama pada 2016 di berbagai daerah belum dapat beroperasi karena belum ada hakimnya. 

Kepala Negara secara khusus menyampaikan ucapan selamat kepada calon hakim baru yang lulus seleksi dan mengikuti pembekalan itu untuk mengabdi menjadi pelayan keadilan bagi rakyat Indonesia. Jadilah hakim yang bisa menjadi contoh dan teladan bagi profesi lain.

Diingatkan pula kepada para calon hakim itu untuk memiliki integritas diri yang baik dan menjaga kepercayaan masyarakat serta pencari keadilan.

Hukum harus kuat dalam memberikan rasa keadilan dan harus memberikan fondasi yang kuat untuk lompatan-lompatan kemajuan Indonesia.                                         

Wajah Hukum

Persoalan klasik yang membayangi hakim adalah saat keputusan atau vonis yang dinilai kurang memenuhi rasa keadilan.

Oleh karena itu "darah segar" pelayan keadilan yang menjalani pembekalan itu diharapkan ke depannya dapat menampilkan wajah hukum yang adil dan bermartabat.

Setiap hakim sejak masa pendidikan dan pelatihan diawasi, bahkan melibatkan Komisi Yudisial.

Sebagaimana informasi yang disampaikan oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah bahwa sesuai dengan proses pendidikan dan pelatihan calon hakim angkatan tahun 2010, Komisi Yudisial telah diberikan kesempatan untuk memberikan materi kode etik dan pedoman perilaku hakim, bahkan turut serta bersama-sama pusdiklat teknis melakukan monitoring dan evaluasi calon hakim sejak saat magang, baik peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara.

Penelusuran rekam jejak dilakukan sejak proses pendidikan dan pelatihan calon hakim terpadu. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa bagi calon hakim yang dinyatakan tidak lulus pendidikan calon hakim, diberhentikan dengan hormat sebagai pengawai negeri sipil.

Sebanyak 1.591 calon hakim baru yang mengikuti pembekalan ini selanjutnya akan memasuki pendidikan prajabatan dan pendidikan calon hakim terpadu mulai tahun 2018.

Keseluruhan masa pendidikan dan latihan ini akan ditempuh selama dua tahun. Dengan demikian, hakim baru secara resmi akan lahir tahun 2019/2020.

Untuk memastikan mendapat hakim yang berintegritas, profesional, dan bermartabat, sejak proses seleksi dikedepankan aspek psikologis dengan titik berat pada penilaian etika, moral, dan akhlak yang baik sehingga mencapai tujuan untuk memperoleh calon hakim sesuai yang dibutuhkan.

Melalui "profile assessment" bidang psikologi, misalnya, mengarah pada kegiatan terstruktur dan sistematis untuk mengukur dan menganalisa guna mengetahui dan memahami aspek-aspek psikologi dan perilaku seseorang, untuk mendapatkan hakim yang memilik akhlak mulia. Seseorang yang memiliki akhlak mulia merefleksikan integritas moral dan disiplin yang tinggi.

Bagi jabatan hakim lebih mengutamakan integritas daripada kecerdasan atau kepintaran. Kepintaran dapat ditingkatkan melalui berbagai program pendidikan dan pelatihan, sedangkan akhlak merupakan sifat dan watak dasar.

Kecerdasan yang tinggi bila tidak diserta akhlak mulia hanya akan melahirkan perilaku yang takut kepada pimpinan. Begitu pimpinan lengah, perilaku menyimpang akan terulang lagi.

Untuk itu para calon hakim harus mulai membangun berbagai kompetensi pada dirinya, yaitu kepekaan terhadap dampak putusan, penguasaan atas formulasi putusan, kemampuan menganalisis masalah, kemampuan bekerja sama, kemampuan berkomunikasi secara lisan, kemampuan mengutarakan pendapat secara tertulis, kemampuan mengambil keputusan, rasa percaya diri, ketelitian, dan disiplin.

Dalam proses pembelajaran ini, para calon hakim juga harus menunjukkan karakternya sebagai inovator pembaruan peradilan serta menjadi pribadi yang siap belajar dan berbagi pengetahuan dengan aparatur peradilan lainnya, namun tetap rendah hati.

Kemajuan kita sebagai bangsa ditentukan oleh pilar-pilar demokrasi yang kuat. Pilar-pilarnya yang kokoh, baik itu pilar kekuasaan legislatif, pilar kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.

Dengan memiliki hakim yang berintegritas, profesional, dan bermartabat, kepastian dan supremasi hukum dapat terwujud sehingga kekuasaan yudikatif dapat berjalan secara efektif.

Integritas ini akan mengalami banyak ujian ketika menjadi hakim. Hakim yang selalu mendengarkan hati nuraninya yang banyak berhasil dalam ujian integritas ini. 

Negara kita adalah negara hukum, segala sesuatu berdasarkan hukum. Penegakan hukum harus dihasilkan oleh para pelayan keadilan, hakim. Palu hakim pun hanya diketok untuk benar-benar mewujudkan keadilan.

Pewarta: Budi Setiawanto

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018