Jakarta (Antaranews Babel) - Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Nyarwi Ahmad mengatakan poros ketiga pengusung pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2019 masih berpeluang terbentuk.
"Bukan tidak mungkin PKB, PAN, dan PKS bergabung memunculkan poros ketiga dan mengusung pasangan capres-cawapres sendiri," kata Nyarwi ketika dihubungi, Sabtu.
Menurut dia, PKS dan PAN bisa jadi tidak puas apabila Prabowo dan Gerindra tetap mengambil Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres karena kedua parpol itu memiliki calon sendiri.
Kondisi yang sama juga terlihat pada koalisi Jokowi. PKB bisa keluar dari koalisi bila Jokowi dan PDIP tidak mengambil Muhaimin Iskandar atau tokoh PKB lainnya, juga tokoh struktural NU sebagai cawapres.
Menurut Nyarwi, sampai saat ini proses transaksi dan kesepakatan politik di antara pimpinan parpol baik yang mengusung Jokowi maupun Prabowo sebagai capres tampaknya masih menghadapi problem serupa, yakni terkait sosok cawapres.
Keberhasilan atau kegagalan di masing-masing kubu dalam mengelola persoalan ini akan sangat menentukan tingkat loyalitas dan soliditas parpol-parpol pendukung mereka, kata doktor bidang komunikasi politik dan marketing politik lulusan Universitas Bournemouth, Inggris, itu.
"Jadi, sekali lagi, peluang poros ketiga masih ada, kuncinya ada di pimpinan atau tokoh-tokoh kunci di poros Jokowi maupun Prabowo," katanya.
Apabila Mahkamah Konstitusi nanti mengabulkan gugatan penghapusan presidential threshold maka koalisi parpol akan jauh lebih cair lagi, tambah director for Presidential Studies-DECODE UGM itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Bukan tidak mungkin PKB, PAN, dan PKS bergabung memunculkan poros ketiga dan mengusung pasangan capres-cawapres sendiri," kata Nyarwi ketika dihubungi, Sabtu.
Menurut dia, PKS dan PAN bisa jadi tidak puas apabila Prabowo dan Gerindra tetap mengambil Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres karena kedua parpol itu memiliki calon sendiri.
Kondisi yang sama juga terlihat pada koalisi Jokowi. PKB bisa keluar dari koalisi bila Jokowi dan PDIP tidak mengambil Muhaimin Iskandar atau tokoh PKB lainnya, juga tokoh struktural NU sebagai cawapres.
Menurut Nyarwi, sampai saat ini proses transaksi dan kesepakatan politik di antara pimpinan parpol baik yang mengusung Jokowi maupun Prabowo sebagai capres tampaknya masih menghadapi problem serupa, yakni terkait sosok cawapres.
Keberhasilan atau kegagalan di masing-masing kubu dalam mengelola persoalan ini akan sangat menentukan tingkat loyalitas dan soliditas parpol-parpol pendukung mereka, kata doktor bidang komunikasi politik dan marketing politik lulusan Universitas Bournemouth, Inggris, itu.
"Jadi, sekali lagi, peluang poros ketiga masih ada, kuncinya ada di pimpinan atau tokoh-tokoh kunci di poros Jokowi maupun Prabowo," katanya.
Apabila Mahkamah Konstitusi nanti mengabulkan gugatan penghapusan presidential threshold maka koalisi parpol akan jauh lebih cair lagi, tambah director for Presidential Studies-DECODE UGM itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018