Pangkalpinang (ANTARA) - PLN unit induk wilayah Bangka Belitung melaksanakan program konversi bahan bakar minyak solar (BBM) menjadi CPO crude palm oil (CPO) untuk keperluan operasional pembangkit yang ada di kepulauan guna mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Siaran pers PLN yang diterima Antara, Rabu, menyebutkan program yang telah diuji sejak 2018 tersebut telah berhasil diterapkan pada 2019 dan sejalan dengan program pemerintah untuk mencapai bauran energi sebesar 23 persen pada 2025.
Pada prinsipnya, rekayasa teknologi ini adalah mengganti BBM sebagai sumber energi utama pada mesin pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) menjadi CPO. Secara teknis, CPO sangat layak digunakan sebagai bahan bakar PLTD. Minyak CPO memiliki nilai kalor (LHV) sebesar 16.375 kilokalori/lb atau sekitar 84 persen dari nilai kalor minyak solar yang mencapai 19.552 kilokalori/lb.
Namun, minyak CPO memiliki kekentalan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 26 cSt dibandingkan dengan minyak solar yang mencapai 3,1 cSt, sehingga secara alami tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar pada mesin diesel.
"Perlu dilakukan rekayasa treatment awal sebelum minyak CPO dapat digunakan pada mesin-mesin diesel pembangkit listrik, dengan cara dipanaskan pada temperatur minimal 60 derajat celcius (60oC) yang dialirkan dari tangki penampung ke heat exchanger (pemanas) terlebih dahulu," ujar General Manager PLN Wilayah Bangka Belitung, Abdul Mukhlis.
Minyak CPO yang telah panas tersebut akan menjadi lebih encer dan memenuhi syarat untuk dialirkan ke dalam mesin sebagai bahan bakar. Selanjutnya CPO dialirkan ke dalam mesin sebagai bahan bakar. Sumber panas yang digunakan adalah panas dari air radiator mesin diesel sehingga tidak perlu biaya atau energi tambahan dalam proses treatment CPO.
"Keberhasilan pengoperasian pembangkit listrik tenaga bio nabati (PLTBN) CPO di Pegantungan, Belitung dengan daya mampu lima mega watt yang saat ini sudah masuk ke dalam sistem kelistrikan PLN, menginspirasi kami untuk menerapkan teknologi serupa dengan memodifikasi PLTD yang ada di pulau – pulau terpencil di Bangka Belitung," kata Mukhlis.
Sebelumnya, sepanjang 2017 hingga 2018 PLN telah melistriki 11 pulau terluar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan menggunakan mesin PLTD. Namun, biaya pokok produksi (BPP) listrik cukup tinggi, yaitu antara Rp. 3.000/kWh – Rp. 4.000/kWh. Setiap tahun lebih dari satu juta liter minyak solar dibakar untuk menghidupkan mesin-mesin tersebut. Lebih dari itu, Hal tersebut juga menyumbang emisi CO2 dan SOx ke udara.
Melalui program konversi BBM menjadi CPO, PLN hendak menciptakan kondisi pulau 100 persen green energy dengan listrik yang berkelanjutan (sustainable island electricity with 100 persen green energy).
"Konsep green energy disusun dengan mengoptimalkan energi terbarukan yang berbasis pada sumber daya lokal, sehingga inovasi ini tidak hanya memberi keuntungan bagi PLN semata, namun juga mendorong pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat setempat," ujarnya.
Pengembangan program ini fokus pada delapan pulau terluar di Bangka Belitung yaitu Pulau Nangka, Pulau Celagen, Pulau Pongok, Pulau Bukulimau, Pulau Gresik, Pulau Selat Nasik, Pulau Seliu dan Pulau Sumedang.
Program ini secara langsung berdampak pada lingkungan dan efisiensi biaya produksi. Pencemaran udara turun karena CPO bersifat CO2 netral dan tidak mengandung sulfur yang menghasilkan senyawa SOx yang sangat polutan. Selain itu, PLN Babel dapat menghemat biaya penyediaan BBM lebih dari tiga milyar rupiah pertahun dengan pengoprasian teknonologi ini.
Selain itu, program ini juga memberi nilai tambah bagi masyarakat secara ekonomi karena akan membuka pasar baru untuk mereka yang ingin menjual hasil panen kelapa sawit. Lebih dari satu juta liter minyak CPO per tahun akan terserap dalam rangka mencukupi kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik di pulau-pulau terluar. Pada akhirnya masyarakat mendapat kepastian harga dan pasar dari hasil perkebunan mereka.
Dorong penggunaan EBT, PLN Babel laksanakan program konversi BBM ke CPO
Rabu, 20 Maret 2019 18:44 WIB