"Dari sisi fraksi PDIP, kewenangan MPR menetapkan GBHN tidak terkait mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Presiden dan Wakil bisa dipilih rakyat," kata Basarah di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin.
Kendati
begitu, soal visi dan misi (Presiden dan Wakil Presiden) harus
berpedoman pada GBHN, sehingga tidak terjadi pertentangan.
"Mereka (Presiden dan Wakil Presiden) tidak boleh diskontinyu soal visi
misi, begitupun dengan kepala daerah. Tidak bolah bertentangan (dengan
GBHN," tutur Basarah.
Selain itu, lanjut dia,
kembalinya GBHN tak berarti melahirkan sistem pertanggungjawaban oleh
lembaga-lembaga negara kepada MPR, tetapi hanya sebatas laporan
kinerja.
"Kami mengharapakan setiap tahun adanya laporan kinerja lembaga negara dalam sidang Paripurna MPR (tahunan)," kata dia.
Basarah mengatakan, tidak ada konsekuensi hukum dari MPR terhadap laporan kinerja itu.
"MPR di periode ini sudah mengatur sidang Paripurna MPR soal laporan kinerja lembaga negara.
Namun,
di 2015 lalu gagal, karena terjadi perbedaan tafsir antar lembaga
negara. Akhirnya laporan kinerja lembaga negara diwakili Presiden,"
tutur dia.
Dia menambahkan, GBHN mempunyai
sifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Haluan ini tidak hanya
diperuntukkan untuk lembaga eksekutif, yudikatif maupun perluasan ketiga
cabang kekuasaan tersebut.
Kemudian, Haluan
Negara tidak hanya menitikberatkan pada pembangunan fisik semata, tetapi
juga pembangunan mental spiritual dan karakter Bangsa Indonesia.