Jakarta (ANTARA) - Ini merupakan pertarungan antara tim yang konsisten tampil prima selama babak kualifikasi tapi babak belur saat pemanasan Euro 2024, melawan debutan yang lolos dari lubang jarum ke Jerman.
Georgia adalah satu-satunya debutan dalam Euro 2024. Negara pecahan Uni Soviet yang merdeka pada 1991 itu sebelum ini tak pernah tampil baik dalam Piala Eropa maupun Piala Dunia.
Tetapi secara individual pesepak bola asal negara ini sudah tak asing dengan Piala Eropa, di antara Piala Eropa 1960 ketika tiga pemain asal Georgia turut mengangkat trofi Euro bersama Uni Soviet.
Georgia lolos ke Piala Eropa 2024 setelah melewati rangkaian pertandingan playoff yang diakhiri dengan kemenangan adu penalti dalam final melawan Yunani.
Sedangkan Turki masuk putaran final Euro 2024 dengan bekal mengesankan, sebagai juara Grup D kualifikasi, di atas Kroasia, setelah memenangkan lima pertandingan, sekali seri dan sekali kalah.
Satu-satunya tim yang mengalahkan Turki dalam kualifikasi Euro 2024 itu adalah Kroasia. Tim "Bintang Bulan Sabit" membalas kekalahan itu dalam pertandingan tandang di Kroasia.
Bagi Turki sendiri, Euro 2024 adalah Piala Eropa keenamnya. Turki melakukan debut Piala Eropa pada 1996.
Euro 2000 dan 2008 adalah Piala Eropa yang paling mengesankan bagi Turki karena dalam dua edisi itu mereka finis sampai perempat final dan semifinal.
Bintang Bulan Sabit juga semifinalis Piala Dunia 2002 yang merupakan edisi terakhir dari tiga Piala Dunia yang pernah diikuti negara yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan tersebut.
Dengan demikian, Turki jelas jauh berpengalaman tampil dalam turnamen besar sepak bola ketimbang Georgia.
Turki juga memiliki perangkat FIFA yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Georgia. Turki berperingkat 40, sedangkan Georgia berperingkat 75.
Kurang mengesankan
Untuk itu, walau tak mengesankan dalam empat pertandingan pemanasan menjelang Euro 2024 karena kalah tiga kali termasuk saat digasak 1-6 oleh Austria pada 27 Maret, Turki menjadi pihak yang diunggulkan memenangkan pertandingan yang berlangsung di Stadion Signal Iduna Park, Dortmund, Selasa malam pukul 23.00 WIB itu.
Tapi jika melihat apa yang dilakukan Slovakia terhadap Belgia beberapa jam lalu, Georgia tetap berpeluang memenangkan laga ini. Pelatih mereka, Willy Sagnol, menyatakan timnya sudah siap menghadapi turnamen, termasuk Turki yang menjadi lawan pertamanya.
Catatan Georgia kala melawan Turki sendiri kurang mengesankan, karena kalah dalam tiga dari lima pertemuannya dengan Turki. Terakhir kali Georgia menang atas Turki terjadi pada Februari 2007 dalam sebuah laga persahabatan.
Namun jika melihat riwayat Turki dalam dua Piala Eropa mereka terakhir pada 2016 dan 2020, penampilan tim asuhan Vincenzo Montella itu yang tak begitu bagus bisa membesarkan hati Georgia.
Dalam dua Piala Eropa terakhirnya itu Turki hanya bisa menggapai satu kemenangan dari total enam pertandingan, padahal dua edisi Euro itu Turki dipandang sebagai kuda hitam, seperti predikat yang juga disandangnya dalam Euro 2024 di Jerman ini.
Georgia yang akan mengandalkan talenta-talenta seperti Khvicha Kvaratskhelia, Giorgi Chakvetadze dan Georges Mikautadze, bisa berbesar hati bahwa Turki tidak bagus-bagus amat, dan pengalaman Turki dalam dua Euro terakhirnya menegaskan asumsi itu.
Dengan cara itu tim asuhan Willy Sagnol mendapatkan kepercayaan diri tambahan bahwa mereka bisa mengalahkan Turki, apalagi jauh-jauh hari sudah mengikrarkan diri tak mau dianggap sebagai peserta pelengkap Euro 2024.
Georgia pasti berharap bisa mengikuti jejak Swedia pada 2012, Wales pada 2016, dan Finlandia pada 2021 dalam Euro 2020, menjadi tim-tim debutan yang memenangkan laga perdananya dalam Piala Eropa.
Melawan tim menekan
Untuk berhasil pada kesempatan pertama dalam debutnya itu, Willy Sagnol harus tahu apa yang dimiliki timnya, dan seperti apa Turki.
Turki sendiri dikenal memiliki gaya bermain yang menekankan pada umpan cepat dan langsung, yang mengharuskan pemain-pemainnya terus berlari. Dalam kata lain, Turki akan tampil menekan.
Sagnol yang mantan bek tengah timnas Prancis, tahu pasti bagaimana harus menghadapi tim yang agresif menyerang. Untuk itu, dia fokus menguatkan pertahanan yang baginya fondasi penting bagi kepercayaan diri dan mobilitas pemain di lapangan tengah dan depan.
Di sini, Sagnol akan memasang tiga bek tengah yang kemungkinan terdiri dari Otar Kakabadze, Lasha Dvali, dan Guram Kashia. Dua bek sayapnya akan aktif membantu stabilitas di lapangan tengah, dalam formasi 5-3-2.
Sedangkan Georges Mikautadze yang sudah mencetak 10 gol dalam 25 penampilan bersama Georgia, akan menjadi ujung tombak kembar bersama Khvicha Kvaratskhelia.
Berbeda dengan Sagnol, pelatih Turki Vincenzo Montella yang mantan striker timnas Italia, kemungkinan memberi perhatian lebih kepada tim serang.
Dia mungkin memasang kuartet serangan yang dikomandoi Alper Yilmaz, dalam formasi 4-2-3-1. Kerem Akturkoglu yang sudah mencetak lima gol untuk Turki dan Arda Guler akan berada di kedua sayap serangan, sedangkan Kenan Yildiz tepat di belakang Yilmaz.
Salih Ozcan dan Hakan Calhanoglu akan menjadi dua jangkar di lapangan tengah, sedangkan bek tengah Juventus, Merih Demiral, menggalang lini pertahanan Turki bersama Abdulkerim Bardakci guna melindungi penjaga gawang Mert Funok atau mungkin Altay Bayindir.
Jika melihat komposisi pemain dan statistik, prospek imbang untuk pertandingan ini cukup besar. Namun begitu, hasil pertandingan ini seharusnya lebih condong berpihak ke Turki.