Pangkalpinang (ANTARA) - Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) berada pada persimpangan penting dalam perjalanan ekonominya.
Di satu sisi, daerah ini telah lama bergantung pada sektor pertambangan, khususnya timah, yang telah menjadi tulang punggung ekonomi sejak zaman kolonial. Namun di sisi lain, Bangka Belitung juga memiliki kekayaan alam, budaya, dan lanskap yang menakjubkan, menjadikannya salah satu destinasi wisata potensial di Indonesia.
Maka pertanyaannya: ke mana arah pembangunan ekonomi Babel akan dibawa, melanjutkan ketergantungan pada tambang, atau beralih ke sektor yang lebih berkelanjutan seperti pariwisata?
Pertambangan memang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan daerah dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Namun, ekses negatif dari aktivitas ini tidak bisa diabaikan.
Kerusakan lingkungan, sedimentasi laut, hilangnya lahan produktif, dan konflik lahan merupakan beberapa dampak nyata dari eksploitasi tambang yang tidak terkendali. Dalam jangka panjang, model pembangunan yang terlalu bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam non-renewable seperti timah berisiko menciptakan stagnasi ekonomi dan krisis ekologis.
Sebaliknya, sektor pariwisata menawarkan peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Pantai-pantai eksotis seperti Parai Tenggiri, Tanjung Tinggi, dan Pulau Lengkuas telah menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara.
Kekayaan budaya lokal, kuliner khas, serta keramahan masyarakat menjadi modal tambahan untuk mengembangkan sektor ini lebih serius. Namun, pengembangan pariwisata tidak bisa dilakukan setengah hati. Diperlukan infrastruktur yang memadai, penguatan sumber daya manusia, serta kebijakan yang mendukung investasi di sektor ini.
Dilema pembangunan Bangka Belitung saat ini bukan sekadar memilih antara tambang dan wisata, melainkan bagaimana menyeimbangkan keduanya dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan.
Pemerintah daerah perlu membuat kebijakan transisi ekonomi yang jelas: mengurangi ketergantungan terhadap tambang secara bertahap sambil memperkuat sektor-sektor potensial lainnya, termasuk pariwisata, perikanan, dan UMKM.
Sudah saatnya Bangka Belitung membangun masa depan yang tidak lagi bergantung pada menggali isi bumi, tetapi pada mengolah potensi yang ada di permukaan tanah dan lautnya.
Transformasi ini tidak mudah, tetapi jika tidak dimulai sekarang, kita akan terus terjebak dalam siklus ekonomi ekstraktif yang tidak berkesudahan.
Dengan komitmen politik yang kuat dan partisipasi aktif masyarakat, Babel bisa menjadi contoh provinsi yang berhasil mentransformasikan ekonominya secara berkelanjutan dan inklusif.
*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Bangka Belitung