Pangkalpinang (ANTARA) - Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggelar menggelar Focus Group Discussion (FGD), guna mengembalikan kejayaan lada putih atau "muntok white pepper" dan kesejahteraan petani komoditas ekspor unggulan daerah itu.
"Lada putih Bangka Belitung ini merupakan aset luar biasa, karena sudah dikenal dunia dengan tingkat kepedasannya lima hingga tujuh persen," kata Kepala Perwakilan Kemenkeu Kepulauan Babel Syukriah HG saat membuka FGD di Pangkalpinang, Kamis.
Ia mengatakan kegiatan FGD bertemakan "Revitalisasi Green Economy Guna Mengembalikan Kejayaan Lada Putih Bangka Belitung" ini dihadiri BRIN, Kementerian Pertanian, jajaran pemerintah provinsi, kabupaten dan kota serta petani lada putih ini, guna mencari solusi dalam meningkatkan produksi lada putih di daerah ini.
“Kegiatan ini salah satu langkah strategis yang tepat dari seluruh stakeholders dapat merevitalisasi sektor komoditas lada, meningkatkan kesejahteraan petani dan memperkuat posisi Indonesia di pasar rempah global,” ujarnya
Ia mengatakan, lada telah dibudidayakan di Bangka Belitung sejak era kesultanan dan menjadi komoditas ekspor utama sejak zaman kolonial.
Pelabuhan Muntok di Bangka Barat menjadi pusat perdagangan lada dunia, melahirkan merek ikonik "Muntok White Pepper" yang menjadi standar kualitas global hingga saat ini.
“Secara turun-temurun, lada bukan hanya komoditas ekonomi, tetapi juga bagian dari budaya dan penopang utama kehidupan masyarakat pekebun di Babel,” katanya.
Gubernur Kepulauan Babel Hidayat Arsani diwakili Plt Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kepulauan Babel Erwin Krisnawinata mengatakan lada putih yang dihasilkan dari Bangka Belitung telah memiliki citra di masyarakat dunia dengan sebutan Muntok White Pepper yang dicirikan dengan rasanya yang khas dengan tingkat kepedasan yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya.
“Kisah kejayaan lada putih tersebut adalah warisan pertanian yang membentuk perekonomian Bangka Belitung. Ironisnya berdasarkan data beberapa tahun terakhir menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan yaitu pada saat harga di pasar dunia membaik dan permintaan tetap kuat, para petani justru meninggalkan kebun mereka,” ujarnya.
