Paris (Antara Babel) - Mamalia darat dan reptil di kepulauan Pasifik
menghadapi ancaman kepunahan akibat hilangnya habitat, perburuan dan
ancaman lainnya yang disebabkan oleh perubahan iklim menurut sebuah
studi yang diterbitkan pada Kamis (13/7).
Satwa liar laut sangat
rentan terhadap tekanan lingkungan, terutama spesies endemik yang hidup
hanya di satu atau beberapa pulau. Keterpencilan pulau-pulau itu, di
antara hal lainnya, membuat migrasi ke daratan lain hampir tidak mungkin
terjadi.
Puluhan spesies -- terutama burung -- juga sudah
tersapu dalam satu abad terakhir oleh spesies invasif lain dan penyakit
yang dibawa oleh pemukim manusia.
Bagi kebanyakan spesies
vertebrata pulau Pasifik, risiko kepunahan saat ini sudah diukur dan
dikatalogkan dalam Daftar Merah spesies yang terancam yang dikelola oleh
Perhimpunan Konservasi Alam Internasional (International Union for the Conservation of Nature/IUCN).
Namun
para ilmuwan tidak secara sistematis melihat ancaman tambahan yang
timbul dari kenaikan permukaan laut dan badai besar yang dibawa
pemanasan global.
Dampak peningkatan suhu hanya satu derajat
Celsius sejak pertengahan abad ke-19 sudah mulai menimbulkan bencana di
negara-negara kepulauan kecil.
Lalit Kumar and Mahyat Shafapour
Tehrany dari University of New England di Armidale, Australia,
menyelaraskan Daftar Merah status konservasi 150 mamalia dan reptil
dengan dua skenario perubahan iklim masa depan dengan asumsi upaya lemah
atau moderat untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca.
Skenario
pertama akan menyebabkan pemanasan global sekitar empat derajat Celsius
pada akhir abad, dan yang lain sekitar tiga derajat Celsius.
Pertanyaan
mereka mengenai masing-masing spesies sederhana: sampai sejauh mana
dunia yang lebih panas akan meningkatkan bahaya kepunahan?
"Proyeksi
peningkatan muka air laut dan... tinggi gelombang, bersama dengan badai
tropis yang makin intens kemungkinan memperburuk kerentanan-kerentanan
ini dan menghasilkan perusakan habitat signifikan" menurut kesimpulan
para peneliti.
Delapan belas satwa, termasuk kelelawar buah
Bulmer, setengah lusin spesies tokek, dan beberapa kadal menghadapi tiga
kali lipat ancaman.
Mereka masuk dalam daftar "terancam punah",
tahap terakhir sebelum "punah di alam liar"; unik di bagian dunia ini,
dan hanya ada di satu pulau.
"Spesies-spesies ini hanya ditemukan
di kawasan ini, dan karenanya membutuhkan perhatian ekstra sebab
hilangnya spesies-spesies ini akan berarti kepunahan global," kata para
penulis hasil studi mengingatkan.
Studi yang terbit di jurnal
Scientific Reports itu bisa membantu para konservasionis dan pembuat
kebijakan menggariskan strategi untuk mencegah hilangnya makhluk-makhluk
ini dari Bumi, kata mereka sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Berita Terkait
Prabowo: RI komitmen dukung perdagangan yang adil di Asia Pasifik
17 November 2024 11:19
Prabowo sambut dukungan AS untuk Indo-Pasifik bebas dan terbuka
13 November 2024 15:37
PLN wakili Indonesia raih gelar PMO terbaik di Asia Pasifik
1 Oktober 2024 11:09
World Water forum bangun kerja sama Center of Excellence Asia Pasifik
22 Mei 2024 11:39
Rekind Raih Penghargaan Bergengsi Industri Oil dan Gas Asia Pasifik
30 Oktober 2023 17:23
Contact Center PLN raih 8 penghargaan pada ajang Global Contact Center World Awards 2023 tingkat Asia Pasifik
1 Agustus 2023 07:29
China: Taiwan tidak akan pernah jadi negara
26 Juni 2023 23:32
NU bangkitkan ingatan warisan peradaban masyarakat Indo-Pasifik
15 Juni 2023 15:50